Agus Buntung Pria Disabilitas jadi Tersangka Pemerkosaan Mahasiswi: Dia Buka Baju dan Celana Saya

Setelah masuk kamar, ia semakin terkejut karena mahasiswi itu tiba-tiba melucuti pakaiannya.

|
Editor: Faisal Zamzami
Youtube Official iNews/ist
Seorang pria penyandang disabilitas tak memiliki tangan berinisial IWAS alias Agus (21), dituduh melakukan rudapaksa terhadap seorang mahasiswi. 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA -  Seorang mahasiswa asal Nusa Tenggara Barat (NTB) bernama Iwas alias Agus Buntung buka suara terkait kasus dugaan perkosaan terhadap seorang mahasiswi di Mataram yang mengakibatkan dirinya menjadi tersangka.

Pihak Kepolisian Daerah (Polda) NTB) menetapkan Agus yang merupakan seorang disabilitas tersebut sebagai tersangka kasus pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri (PTN) di Mataram, setelah korban mengaku diperkosa di salah satu home stay atau penginapan.

Mahasiswi tersebut melaporkan Agus pada Kamis, (28/11/2024).

Agus menyebut sebenarnya dirinyalah yang menjadi korban pada kasus ini. 

Mengutip pemberitaan Tribunnews.com, Agus mengaku bertemu dengan mahasiswi itu di kampusnya awal Oktober 2024.

Saat itu, Agus meminta bantuan untuk mengantarkannya ke kampus setelah makan siang.

"Setelah saya membeli makan dan minuman, saya duduk sebentar, saya ingin kembali ke kampus. Kendala saya capek jalan tidak kuat, saya berpikir untuk minta bantuan kepada orang di sekitar sana," kata dia.

Saat itu, mahasiswi yang baru dikenalnya tersebut justru mengajak Agus untuk naik motor, dan dibawa ke sebuah penginapan.

"Berjalan ke Islamic Center, tapi mengejutkan kok muter tiga kali di Islamic Center, tapi saya santai enggak berpikiran aneh-aneh karena bersyukur dia mau bantu,” imbuhnya.

“Udah muter tiga kali, balik lagi ke jalan yang sama. Saya ingin bertanya mau ke mana ini tapi enggak enak, saya diam aja. Terus muter, kok tiba-tiba sampailah di homestay nggak jauh dari Udayana," ucap Agus.

Setelah masuk kamar, ia semakin terkejut karena mahasiswi itu tiba-tiba melucuti pakaiannya.

"Saya kaget dia membuka baju, celana saya. Saya diam dengan kebingungan. Dia membuka juga (bajunya). (Agus) disuruh tidur di kasur gini," kata Agus.

Baca juga: Rudapaksa Anak Usia 14 Tahun di Dalam Mobil, Polres Aceh Utara Tangkap Tiga Remaja

Setelah berhubungan badan, mahasiswi tersebut pun mengajaknya keluar dari penginapan dan kembali ke kampus.

Namun, setibanya di dekat Islamic Center Kampus, mahasiswi itu langsung turun dari motor dan memeluk seorang pria yang langsung memotretnya.

Beberapa hari kemudian, foto Agus tersebar dan digambarkan seorang sosok pelaku rudapaksa yang kejam.

Kasus tersebut berujung pada proses hukum setelah mahasiswi itu melaporkan Agus ke Polresta Mataram.

Ia pun mempertanyakan logika yang dipakai untuk mentersangkakannya, mengingat kondisinya yang sulit untuk melakukan pemerkosaan.

"Sedih banget kayak mati semua-muanya, jadi tersangka, enggak bisa ke mana-mana," kata Agus, dikutip dari video akun LagiViral, Sabtu (30/11/2024).

"Sebagaimana Bapak lihat, saya masih dimandikan dan dirawat oleh orang tua saya. Semua aktivitas seperti buang air besar dan kecil pun dibantu orang tua. Kok bisa saya dituduh memperkosa atau berhubungan secara paksa, bagaimana saya bukanya gitu," papar Agus.

"Saya ingin bertemu dengan Presiden Prabowo untuk menunjukkan karya seni gamelan yang saya mainkan. Walaupun saya hanya bisa menggunakan jari-jari kaki saya, saya ingin membuat Presiden bangga dan mungkin bisa dikenal oleh dunia," ujar dia.


Berkaitan dengan kasus itu, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ahmad Sahroni mempertanyakan kasus tersebut.

Dalam akun media sosialnya, Sahroni membagikan cuplikan wawancara Agus dan menyoroti dugaan pelanggaran hukum yang dilakukannya.

"Ini beneran gak sih kejadian di Polda NTB ? Disablitas yg tidak memilki tangan apa iya bisa memperkosa ?" tanya Ahmad Sahroni.

Baca juga: Rudapaksa Gadis 13 Tahun, Tukang Parkir di Batam Ditangkap, Pelaku Ancam Bunuh Korban

Korban Ngaku Diancam 

Sementara itu, Ade Latifa Fitri, yang merupakan pendamping M, mengatakan, korban akhirnya memberanikan diri untuk melaporkan kejadian yang dialami ke Polda NTB.

Sebelum kejadian, korban diduga mendapat ancaman dan intimidasi oleh tersangka Agus.

"Yang dialami (korban) pada akhirnya adalah terjadi persetubuhan yang itu terjadi mungkin sulit diterima oleh nalar, nalar sederhana sulit diterima, tapi hal-hal seperti itu bisa terjadi dengan berbagai macam cara, bukan hanya bentuk fisik, tapi juga manipulasi, ancaman, intimidasi itu juga sangat memungkinkan untuk melemahkan korban," kata Ade.

Ade menceritakan, kejadian berawal saat korban berkenalan dengan tersangka AG di Teras Udayana.

 Saat itu, korban tengah mencari udara segar sendirian.

Lalau tersangka Agus mendekati korban dan mengajak ngobrol.

"Dari obrolan itulah yang pada akhirnya cara manipulasi itu kemudian dilakukan. Memang kekuatan kata yang dilakukan pelaku, dengan memanfaatkan kondisi psikologis korban," kata Ade.

Tersangka sempat meminta korban melihat ke arah utara, di mana saat itu ada orang yang tengah melakukan tindakan asusila.

Melihat kejadian itu, korban lalu menangis.

Tersangka lalu menanyakan masa lalu korban.

 Lalu pada akhirnya korban menceritakan aib masa lalunya kepada tersangka.

Ade mengatakan, setelah mendengar aib masa lalu yang selama ini disimpan oleh korban.

Agus lalu mengajak korban ke bagian belakang Teras Udayana.

"Saat itu tersangka mengatakan bahwa korban harus disucikan dari masalahnya di masa lalu dan caranya adalah mandi bersih dengan cara ikut bersama pelaku ke homestay itu," kata Ade.

Ade mengatakan, saat itu korban sempat menolak ajakan tersangka.

Namun, tersangka kemudian mengancam akan menceritakan aib tersebut kepada orangtua korban jika tidak menuruti kemauannya.

Takut dengan ancaman tersebut, korban M lalu menurut saat diajak tersangka ke salah satu homestay.

"Justru yang memaksa terjadinya perjalanan sampai ke homestay itu adalah karena paksaan dari si pelaku. Jadi manipulasi, ancaman, dan intimidasi itu dilakukan kepada si korban," kata Ade.

Menurut Ade, tidak ada satu hal pun yang bisa menghalangi seseorang berbuat kejahatan jika memang sudah ada niat dan kesempatan.

"Jadi ketika kita melihat si pelaku yang ada keterbatasan (disabilitas) dan segala macamnya, kita tidak bisa kemudian semerta-merta menihilkan bahwa mereka punya upaya," kata Ade.

 Apalagi tersangka adalah seorang yang produktif dalam kesehariannya.

 "Dia bukan orang yang benar-benar kesulitan terkapar di kasur dan sebagainya. Kalau kita lihat keseharian dia adalah mahasiswa, dia bepergian kuliah, dia bisa bersama teman-teman dan lain sebagainya," kata Ade.

Menurut Ade, keterbatasan tersangka tidak semerta-merta menihilkan peluang kekerasan seksual terjadi.

Apalagi dengan yang dilakukan tersangka adalah dari ancaman intimidasi verbal.

"Mungkin bagi masyarakat, ya bagaimana ancaman dan intimidasi bisa berakhir di perkosaan, justru itu karena permainan emosi yang dilakukan oleh pelaku yang bisa melemahkan korban," kata Ade.

Pihaknya berharap masyarakat terus mengawal proses hukum ini untuk mengungkap siapa yang benar dan siapa yang salah.

"Jangan sampai tidak ada kemungkinan di dalamnya, karena banyak kemungkinan terjadi, apalagi korban berani melaporkan, artinya korban sudah berupaya dengan keras," tutup Ade.

Penjelasan Polisi

Seorang penyandang disabilitas bernama Iwas atau Agus Buntung, berusia 21 tahun, dari Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus rudapaksa mahasiswi.

Penetapan tersangka ini menimbulkan kontroversi dan sorotan dari berbagai pihak, termasuk Anggota DPR RI, Ahmad Sahroni dan pengacara kondang Hotman Paris.

Mereka mengunggah ulang curhatan Agus di media sosial Instagram masing-masing, @ahmadsahroni88 dan @hotmanparisofficial.

Hotman Paris meminta Agus untuk menghubungi tim Kuasa Hukumnya, Hotman 911 agar mendapat keadilan.

Dalam video yang viral di media sosial, Agus mengeklaim bahwa ia tidak melakukan tindakan rudapaksa.

Ia menyatakan bahwa untuk aktivitas sehari-harinya, ia masih sangat bergantung pada bantuan orang tuanya.

"Keadaan saya seperti ini, saya masih dimandiin orang tua, buang air dibukain orang tua, makan disuapi, dibukain baju sama orang tua. Kok bisa saya dibilang merudapaksa?," ungkap Agus.

Dirkrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarief Hidayat, menjelaskan alasan Agus dijadikan tersangka kasus rudapaksa di sebuah home stay di Mataram.

Sebanyak lima saksi telah diperiksa, termasuk dua saksi ahli.

Mereka menyatakan adanya kasus rudapaksa yang dilakukan Agus terhadap dua mahasiswi.

Selain itu, hasil visum korban menunjukkan adanya luka lecet akibat hubungan badan.

"Ini bisa disebabkan oleh alat kelamin atau yang lainnya, namun tidak ditemukan adanya luka robek lama atau baru di selaput dara," bebernya, Minggu (1/12/2024), dikutip dari TribunLombok.com.

Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi, Agus dinyatakan terpengaruh minuman keras dan melakukan rudapaksa untuk balas dendam atas bullying yang diterimanya.

"Kondisi tersebut meningkat pada tindakan menyetubuhi," imbuhnya.

 Meski penyandang tunadaksa, Agus dapat melakukan rudapaksa lantaran kondisi korban lemah.

"Tersangka memanfaatkan kerentanan yang berulang, sehingga timbul opini tidak mungkin disabilitas melakukan kekerasan seksual," tandasnya.

Kombes Pol Syarief menyatakan Agus tak ditahan karena kooperatif menjalani pemeriksaan.

Ia dijerat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman 12 tahun penjara atau denda Rp 300 juta.

 

Baca juga: Kapolresta Banda Aceh Minta Semua Pihak Terima Hasil Hitung KIP: Kecurangan Lapor Panwaslih-DKPP

Baca juga: Siswa SMAKON Aceh Dilatih Menulis Sekaligus Workshop Pembentukan Karakter, Ini Tujuannya

Baca juga: Saat Hadiri Fun Walk For Palestina, Ketua DPRK  Banda Aceh Tebus Syal Pemberian Mantan PM Palestina

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved