Kupi Beungoh
Membangun Self-Worth, Merawat Relasi
Setiap individu memiliki potensi untuk keluar dari hubungan tidak sehat dengan mengubah cara pandang terhadap dirinya.
Oleh: Siti Hajar Sri Hidayati, M.A.
Melihat fenomena generasi muda yang dalam bukunya Strawberry Generation, Prof. Rhenald Kasali menggambarkan generasi muda ini sebagai individu yang penuh kreativitas, namun cenderung rapuh, cepat menyerah, dan memiliki sensitivitas yang tinggi atau mudah “teriritasi” dengan pendapat orang lain.
Tidak mengherankan jika kita sering menjumpai generasi Strawberry di lingkungan kerja maupun di bangku kuliah. Mereka dikenal kreatif, tetapi cenderung bekerja dan berkegiatan berdasarkan “mood.”
Ketika dihadapkan pada tekanan, mereka merasa perlu "healing" untuk memulihkan diri—seperti mengambil liburan setiap bulan sebagai bentuk pelarian dari rutinitas.
Kerentanan terhadap tekanan dalam dunia kerja maupun pergaulan sosial, kerap kali berakar pada perubahan dinamika mental generasi muda di era modern. Hidup di tengah tuntutan yang terus menggunung, ditambah dengan derasnya komentar negatif dari lingkungan sekitar, banyak dari mereka merasa tidak berdaya.
Daya tahan psikis yang lemah akibat perlakuan negatif dari lingkaran sosial, menyebabkan generasi muda rentan stress, lebih buruknya lagi berujung kepada bunuh diri.
Korban-korban berjatuhan akibat kasus perundungan oleh orang di lingkungan keluarga, sekolah, kampus, dan kerja.
Isu kesehatan mental dalam hubungan antar individu dengan lingkungan banyak menyisakan kompleksitas, simpul-simpul yang saling terkait, tidak berdiri tunggal.
Terkait tekanan mental, biasanya faktor paling utama terdapat pada kondisi individu, karena cara mereka memandang diri sendiri; menganggap diri rendah.
Sikap individu yang merasa selalu rendah diri justru ladang subur terjadinya manipulasi atau penyalahgunaan, di mana seseorang merasa tidak bisa keluar dari hubungan yang berbahaya karena rasa takut kehilangan atau tidak dihargai.
Tidak mengherankan, kita kerap menemukan, perasaan rendah diri membuat individu tergantung pada validasi dari pihak lain sebagai sumber utama nilai dirinya.
Individu yang memiliki sikap rendah diri cenderung kesulitan menyesuaikan diri, sering kali takut ditolak, atau bergantung pada persetujuan orang lain.
Kondisi ini dapat membuatnya rentan terhadap pola hubungan yang tidak sehat, atau dikenal sebagai toxic relationship.
Apa itu Self Worth?
Setiap individu memiliki potensi untuk keluar dari hubungan tidak sehat dengan mengubah cara pandang terhadap dirinya.
Sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna, manusia dianugerahi akal;hati, dan keunikan. Kesadaran akan martabat diri, kunci menjaga kehormatan dan menemukan kekuatan dari kelebihan yang dimiliki.
Kelebihan berupa passion, bakat, dan minat setiap manusia tentunya berbeda dengan orang lain. Sangat penting setiap manusia untuk dapat menggali serta menyadari jati diri dan juga kelebihan di dalam dirinya, karena hal itu merupakan kunci seseorang memiliki nilai diri yang baik.
Seringkali, konsep harga diri (self-esteem) dan nilai diri (self-worth) disalahartikan. Menurut Psikolog Dr. Christina Hibbert, self-esteem merujuk pada bagaimana kita memandang, merasakan, dan meyakini diri sendiri.
Sebaliknya, self-worth adalah kesadaran mendalam bahwa nilai kita melampaui sekadar apa yang kita pikirkan atau rasakan. Self-worth mencerminkan keyakinan bahwa kita berharga, dicintai, memiliki arti penting, dan tak tergantikan dalam kehidupan.
Jadi self-worth merupakan keyakinan intrinsik akan nilai dan potensi diri, melampaui pencapaian atau status sosial. Konsep ini menegaskan bahwa setiap individu unik, layak dihargai, dan berhak dihormati.
Sebagai landasan emosi dan kepercayaan diri, self-worth menjadi kunci bagi kualitas hubungan interpersonal yang sehat.
Dalam konteks hubungan interpersonal, self-worth membantu seseorang membentuk interaksi yang sehat dan setara.
Seseorang yang memiliki self-worth yang baik cenderung lebih mampu menjaga batasan emosional yang sehat, tidak merasa terlalu bergantung pada pengakuan orang lain, dan memiliki kepercayaan diri dalam mengekspresikan perasaan atau pandangan pribadinya.
Self-worth berperan penting dalam kehidupan pribadi, profesional, dan sosial. Di dunia kerja, self-worth memengaruhi cara seseorang menilai kemampuannya, menetapkan tujuan, serta menghadapi tantangan dan kritik.
Individu dengan self-worth tinggi cenderung percaya diri, bijak merespons kritik, dan termotivasi meraih pencapaian.
Dalam hubungan sosial, mereka mampu menjaga relasi yang sehat dengan menetapkan batasan yang jelas, menghargai diri sendiri maupun orang lain, serta menghindari hubungan yang tidak seimbang.
Membangun Self-Worth
Membangun self-worth yang kokoh bagi setiap individu tentunya membutuhkan proses yang berbeda-beda. Namun sebagai manusia, kita patut belajar dan optimis tentang potensi diri, tidak berputus asa atas Rahmat Allah SWT.
Hal ini penting untuk membangun self-worth yaitu self-compassion: berbelas kasih kepada diri sendiri dan memahami bahwa ketidaksempurnaan adalah bagian alami dari kehidupan. Menekankan karakter yang berbelas kasih kepada diri sendiri, berguna melahirkan kepercayaan diri.
Sikap yang termanifestasi dari berbelas kasih kepada diri sendiri, seperti menghargai pencapaian kecil. Hal terdengar mudah, bahkan kita beranggapan sebagian besar orang, senang dengan capaian yang dirasakan, “budaya pamer” justru kian meningkat di era media sosial.
Namun ternyata bagi sebagian orang, menghargai nilai pencapaian dalam kehidupan tidaklah mudah, diliputi rasa tidak percaya diri, ragu dengan keputusan yang dilakukan. Maka, patut dilakukan adalah sikap moderat, tidak terkesan pamer tetapi mengapresiasi setiap prestasi pribadi tanpa perbandingan, agar nilai diri tidak bergantung pada penilaian eksternal (individu lain).
Selanjutnya, guna melatih diri agar menghindari ketergantungan penilaian eksternal, jangan lupa untuk libatkanlah diri dalam aktivitas yang bermakna untuk kita pribadi, yang mendukung rasa percaya diri dan penghargaan diri.
Tekuni, pekerjaan atau hobi, yang cenderung disukai tanpa berpikir harus dinilai orang lain, jangan terlalu keras mengkritik diri sendiri (self criticism).
Anggap saja, penilaian positif dari orang lain sebagai bentuk bonus, karena fokus utama adalah melatih konsistensi agar melahirkan keterampilan, baik itu olahraga, melukis, bermusik, menulis dan sebagainya.
Seiring mengisi waktu melatih keterampilan dan menekuni hobi, agar membantu seseorang menjaga keseimbangan emosi, agar tidak terjatuh kembali pada kondisi “rendah diri”, beranilah meninggalkan dan melupakan kesalahan masa lalu, mencoba belajar memaafkan kesalahan masa lalu yang barangkali menyakitkan.
Kemudian, jangan pernah merasa terasing, berani terbuka, berbicara. Menguji diri secara internal dan eksternal, kita tak perlu berpura-pura setuju jika merasa tidak sejalan. Berani berkata "tidak" dengan jujur, menegaskan garis batas antara menghargai diri sendiri dan menghormati orang lain.
Mungkin indikator paling sederhana yang patut dicoba, untuk mengetahui bahwa rasa percaya diri dan penghargaan diri telah tumbuh, misalkan saat berjalan, berbicara tidak merasa lagi harus takut, malu, grogi dipandang dan dikomentari oleh orang lain. Dengan demikian, penghargaan diri tumbuh dari benih rasa aman, kesetaraan, dan tanggung jawab.
Self-worth bukan hanya tentang bagaimana kita melihat diri sendiri, tetapi juga bagaimana kita menciptakan hubungan yang sehat dan saling mendukung. Dengan memahami dan menghargai nilai diri, kita tidak hanya membangun kekuatan internal tetapi juga menciptakan lingkungan sosial yang lebih harmonis.
Jadilah pribadi yang mampu menjaga keseimbangan emosional dan merawat relasi dengan sehat, karena setiap individu layak dihargai dan dihormati.
Penulis: Siti Hajar Sri Hidayati, M.A., Dosen Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Artikel KUPI BEUNGOH lainnya baca DI SINI
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.