Jurnalisme Warga
Kerukunan Umat Beragama Nyata di Kupang, NTT
Reportase ini berisi tentang pengalaman saya menghadiri Tanwir Muhammadiyah di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dari tanggal 3—7 Desember 2024.
(Catatan dari Tanwir Muhammadiyah)
Dr. H. TAQWADDIN HUSIN, S.H., S.E., M.S., Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, melaporkan dari Kupang, Nusa Tenggara Timur
Reportase ini berisi tentang pengalaman saya menghadiri Tanwir Muhammadiyah di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dari tanggal 3—7 Desember 2024.
Meski saya hadir sepanjang tanwir berlangsung, tetapi yang saya laporkan ini adalah apa yang saya lihat dan alami selama mengikuti Tanwir Muhammadiyah. Namun, catatan ini bukanlah tentang tanwir, bukan pula tentang pidato Presiden Prabowo ataupun pidato Ketua Umum Muhamamdiyah, ataupun pidato para menteri yang hebat-hebat. Bukan tentang itu. Cerita saya ini justru tentang pelayanan panitia pendukung tanwir yang sebagian besarnya adalah beragama Kristen.
Dari pelayanan yang optimal ini, saya menarik asumsi hipotesis bahwa fakta kerukunan umat beragama di Kupang adalah nyata. Sangat faktual.
Kami dari Aceh empat orang yang menghadiri Tanwir Muhammadiyah di Kupang ini, yaitu seorang ketua, seorang sekretaris, dan dua orang wakil ketua Pimpinan Wilayah (PWM) Muhamamdiyah Aceh, termasuk saya.
Perlu saya tambahkan bahwa tanwir secara etimologis berasal dari bahasa Arab yang bermakna pemberian nasihat.
Bagi kalangan Muhammadiyah, tanwir adalah pertemuan penting kedua dalam organisasi Muhammadiyah setelah muktamar. Saya katakan penting karena dalam pertemuan ini akan menghasilkan arah kebijakan organisasi, baik untuk internal maupun eksternal.
Tanwir kali ini menghasilkan strategi untuk mewujudkan Islam Berkemajun, melahirkan rekomendasi-rekomendasi dari Muhammadiyah untuk pemerintah atau pemangku kebijakan publik, dan juga melahirkan revisi terhadap anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) yang akan diderivasi pada revisi serangkaian peraturan, pedoman, dan panduan dalam organisasi Muhammadiyah.
Aceh sendiri pernah menjadi tuan rumah Tanwir Muhammadiyah, yakni sebelum terjadi peristiwa tsunami tahun 2004.
Saat tiba di Eltari Airport Kupang, yang mungkin ukurannya sebesar Bandara Sultan Iskandar Muda di Blangbintang, Aceh Besar, kami dijemput langsung oleh panitia pendukung tanwir, yaitu para mahasiswa dan mahasiswi Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK).
Ketika kami tiba, hujan turun lebat sekali. Adik-adik mahasiswa dengan jas merah maron—seragam kebesaran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)—dengan sigapnya menyambut dan mengalungi kami dengan kain khas Timor satu per satu.
Dengan penuh keramahan kami diantar ke mobil Hiace yang sudah terparkir tidak jauh dari pintu keluar bandara.
Sesampainya di Hotel Harper kami pun disambut lagi oleh para mahasiswa IMM. Dengan ramah dan santun mereka mempersilakan kami agar berkenan antre dan diperiksa Pasukan Pengmanan Presiden (Paspampres) RI.
"Mohon berkenan antre sebentar ya ayahanda. Ini prosedur paspampres karena Presiden Prabowo juga menginap di sini," ujar gadis hitam manis berhidung mancung, wajah khas orang Timor.
Kami diinapkan di Hotel Harper. Hotenya masih baru, luas dan pelayanan pihak hotel yang hospitality. Sepertinya, hotel ini bintang 4 atau malah bintang 5.
Saya dan Pak Ichwanul Fitri langsung masuk kamar untuk ganti baju, tanpa sempat mandi. Lalu, buru-buru kami turun lagi dan bergabung untuk gala dinner bersama Ketua Umum Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah lainnya, termasuk Sekretatis Umum PP Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti, yang juga Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia.
Besoknya (4/12/2024), turun dari lantai 6 Hotel Harper kami disambut lagi dengan ramah oleh para mahasiswi UMK yang berjaket maron. Sapaan, "Silakan Ayahanda, busnya sudah menunggu”, lalu masing-masing kami dipayungi satu per satu hingga ke pintu bus.
Tiba di pintu gerbang Kampus Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) kami disambut barisan Kokam yang sigap bagaikan pasukan RPKAD. Semua mereka memberi tabik dengan gerakan hormat. Terkenang saya ke 30 tahun lalu (2002- 2004), saat saya sebagai Ketua Pemuda Muhammadiyah Wilayah Aceh, yang ‘ex officio’ sebagai Komandan Kokam (Komando Kesiapsiagaan Angkat Muda Muhammadiyah).
Lagi-lagi kami diperiksa oleh paspampres dengan detentor dan semua tas harus dibuka. "Maklum ayah, kita ini ada kedatangan Presiden. Jadi harap maklum ya," ujar Josep, mahasiswa PGSD yang juga anggota Kokam. Mendengar panggilan “ayah”, saya senang dan senyum semringah.
Dalam hati saya, tahu dari mana dia memanggil kami "ayah". Ini panggilan yang sangat disukai oleh para pimpinan Muhammadiyah.
Dalam sambutan Pj Gubernur NTT, disampaikan bahwa Islam adalah minoritas di NTT. “Namun, Bapak/Ibu jangan khawatir. Toleransi umat beragama di sini sangat baik. Muslim di sini hanya 20-an persen, tapi kami hidup rukun dan damai di sini. Kampus UMK ini misalnya, mahasiswanya sebagian besar adalah nonmuslim, yaitu sekitar 80 persen yang Kristen, baik Katolik maupun Protestan. Jadi, nanti Bapak Ibu dari seluruh Indonesia harap maklum dilayani oleh adik-adik mahasiswa yang Kristen.”
Acara tiga hari di Kupang sangatlah berkesan. Dua malam berturut-turut kami makan nasi ikan bakar dengan kuah asam pedas di Pasar Solor. Ikannya segar, kuah asemnya mak nyus, dan harganya murah. Kami makan berempat dengan ikan gondopila, sejenis ikan kakap merah, tetapi rasanya lebih manis, plus kuah asam pedas bayarnya hanya Rp170.000. Pelayanan para penjualnya pun sangat ramah dan komunikatif.
Setelah makan, Pak Darius, yang Kristen taat, mengajak kami jalan-jalan keliling kota hingga kami nongkrong di Benteng Mercusuar sambil makan pisang bakar plus kacang dan manisan. Enak tenan.
Pak Darius ini teman baik saya. Beliau sudah dua periode sebagai Kepala Ombudsman RI Perwakikan NTT. Beliau dikenal luas di kalangan pemerintahan NTT. Pak Darius, sangat toleran dengan kawannya yang muslim dan dengan umat Islam lainnya. Pada pribadi Pak Darius saya menemukan kerukunan antarumat beragama yang nyata. Teruslah berbuat kebajikan (fastabiqul khairat), Pak Darius.
Kami sempat menunaikan shalat Magrib di Masjid Raya Kupang. Untuk ukuran penduduk minoritas, ukuran masjid tersebut sudah lumayan luas. Namun, lahan parkirnya agak sempit. Tidak seperti masjid-masjid di kampung kami.
Setelah magrib, kami bertemu dengan seseorang jemaah yang asyik iktikaf menunggu isya. Saya menegur dan memulai pembicaraan. Ternyata beliau adalah seorang muallaf yang baru saja sebulan lalu mendapat hidayah.
Acara penutupan Tanwir Muhammadiyah benar-benar meriah. Gebyar yang didukung paduan suara oleh UMK menjadikan lagu Sang Surya yang lazimnya kami nyanyian dalam tempo sedang, dibawa mereka agak cepat, ngebeat, dan lebih asyik.
Ketua Umum Muhammadiyah sampai memuji berkali-kali atas paduan suara ini yang sejak hari pertama telah mencuri perhatian publik karena ketrampilan dirigennya yang memukau.
Acara ditutup dengan meriah sekali. Kami semua tak bisa menyembunyikan kegembiraan dan rasa haru. Tak terkecuali Pak Menteri Pendidikan, Prof Mu’ti, yang juga larut gembira atas suksesnya acara Tanwir Muhammadiyah di Kupang.
Kegembiraan peserta semakin bertambah karena hingga pagi pun panitia transportasi masih bertugas. Pukul 04.30 pagi mereka mengantarkan kami ke Eltari Airport Kupang untuk kembali ke Aceh dan mampir sejenak di Jakarta.
Daya Tarik Gunung Leuser dan Pohon Raksasa |
![]() |
---|
Pesan Inspiratif dari Prosesi Wisuda Unimed |
![]() |
---|
Hari Pendidikan Aceh Ke 66, Saatnya Pejabat dan Guru Merefleksi Diri |
![]() |
---|
Tapak Tilas Perjuangan Teuku Umar di Puncak Mugo, Wisata Sejarah yang Menggetarkan Jiwa |
![]() |
---|
Serunya Lomba Kompetisi Berbasis Revolusi Industri 4.0 hingga Future Skill |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.