Jurnalisme Warga
Mengungkap Peran Penting Sabang pada Masa Lalu
Sabang di masa silam telah memainkan peran penting bagi perekonomian dan penjaga kedaulatan Nusantara, sejak Kerajaan Lamuri hingga Kesultanan Aceh Da
Ada 22 wilayah yang menjadi penghasil lada karena merupakan basis-basis kebun lada yang cukup luas. Di antaranya adalah Cot Bak Geutom, Wilayah Gunong Anoi Raya, Cot Abeuk, Alue Jaba, Aneuk Laot, Kebun Merica, dan lain-lain. Perkebunan lada ini kemudian dilanjutkan oleh anaknya, Panglima Muda Teuku Muhammad Daud hingga pemerintah kolonial Hindia Belanda menduduki dan mendirikan Pelabuhan Bebas dan Stasiun Batu Bara di Pulau Weh pada 1886.
Pada tahun 1820 Aceh merupakan produsen lada hitam terbesar di dunia. Tom Pires memperkirakan, Aceh mengekspor lada kira-kira 8.000 sampai 10.000 bahar setiap tahun atau 15.000 bahar jika panen melimpah.
Pada masa Iskandar Muda, hasil panen dari Pulau Weh ini juga diberikan untuk pejabat Kerajaan Aceh dalam bentuk gaji kepada Teuku Imeum Mukim Silang, Teuku Imeum Mukim Cadek, dan Teuku Imeum Lamgugob. Selain itu, hasil dari pajak (cukai) penjualan lada ini dipakai untuk memperkuat benteng pertahanan di Sabang dengan mendatangkan ahli-ahli pembuatan senjata, seperti ahli pembuatan mesiu dari Negeri Syam, di antaranya Muhammad Ali dari Pulau Pinang. Pembelian senjata, seperti senapan dan meriam juga dari Pulau Pinang.
Menurut Edwards McKinnon (1988), ramainya aktivitas perdagangan pada masa Kerajaan Aceh tidak terlepas dari pengaruh Kerajaan Lamuri dan Fansur pada masa sebelumnya. “Lamuri dan Fansur adalah dua buah kerajaan kontemporer yang berdekatan satu dengan yang lainnya. Apabila Pancu adalah Fansur, maka lokasi ini, hanya 12 km sebelah barat dari Kota Banda Aceh sekarang dan berada pada pantai yang sama, sangat berdekatan dengan Gampong Pande maupun lokasi pusat Kesultanan Aceh pada abad ke 16/ 17. Berarti, Kesultanan Aceh menjadi pewaris kegiatan perdagangan ramai yang pernah ada di Fansur maupun di Lamri pada masa sebelumnya dan sebenarnya bukan fenomena yang baru untuk wilayah strategis seperti ini,” demikian McKinnon.
Demikianlah peranan Sabang di masa lalu. Perannya yang sama dalam menjaga kedaulatan Nusantara terus berlanjut hingga Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk tahun 1945. Hari ini, sebuah wacana muncul kembali untuk menjadikan Sabang sebagai daerah ekonomi khusus di Aceh yang memungkinkan kemudahan fasilitas dan lebih sedikitnya formalitas bea cukai. Apakah wacana ini akan terealisasi? Kita tunggu saja.
Terakhir, semoga tulisan sederhana ini dapat menjadi bahan bagi para pemandu wisata di Kota Sabang atau masyarakat Sabang pada umumnya saat ada orang yang bertanya ia dapat menceritakan kembali masa kegemilangan Sabang di masa lampau.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.