KUPI BEUNGOH
26 Desember, Sejarah Hari Pantang Melaut dan Doa untuk Ayah
Kami berdiskusi panjang, bahwa penting ditetapkan hari pantang melaut pada setiap 26 Desember.
Oleh: Teuku Muttaqin Mansur*)
26 Desember 2005 adalah hari perdana Hari Pantang Laot (hari pantang melaut) diberlakukan di Aceh.
Kesepakatan tersebut diputuskan pada tanggal 9 Desember 2005 di Hotel Daka, Lamprit Banda Aceh.
Keputusan diambil dalam pertemuan renstra Panglima Laot se-Aceh 2005-2015 yang dihadiri oleh seluruh Ketua dan Sekretaris Panglima Laot Kabupaten se-Aceh, Dewan Pembina Panglima Laot Aceh, Sekjen Panglima Laot Dr. Muhammad Adli Abdullah Bawarith, Dr. Sulaiman Tripa.
Acara juga turut dihadiri tokoh nasional Bapak Mustafa Abubakar, Bapak Sarwono Kusumaatmadja, Bapak Ismid Hadad, Bapak Prof Humam Hamid, dan banyak lagi.
Saat itu, saya dipercayakan menjadi Ketua Panitia oleh Pak Adli dan Pak H T Bustamam (Ayah Cek) ketua Panglima Laot Aceh.
Acara itu didukung oleh Yayasan Kehati Jakarta dan USAID SPD, dan beberapa lembaga lain.
Acara difasilitasi oleh Ramadhana Lubis, TAF Haikal, Om Inyok, dibantu oleh Dr Sulaiman Tripa.
Ada banyak lagi yang hadir mendukung acara tersebut, seperti wartawan senior Murizal Hamzah, Elsinta dan lain-lain.
Sejak keputusan itu, penetapan Hari Pantang Laut setiap tanggal 26 Desember dijalankan si Aceh.
Keputusan tersebut mulai efektif berlaku 26 Desember 2005, atau peringatan tsunami perdana.
Penetapan tersebut berimplikasi pada Nelayan di Aceh tak melaut pada hari tersebut. Kapal-kapal ikan akan ditambat di dermaga selama satu hari.
Setelah penetapan tersebut jumlah hari pantang laut bertambah 1 jenis hari, dan total jumlah hari keseluruhan menjadi 59 hari hingga 60 hari per tahun.
Sebelum penetapan, tim kecil yang terdiri dari Saya, Pak Dr Adli, Dr Sulaiman, dan beberapa panitia lainnya menggagas ide tersebut.
Kami berdiskusi panjang, bahwa penting ditetapkan hari pantang melaut pada setiap 26 Desember.
Adapun beberapa alasan yang mengemuka saat itu, sebagai berikut:
- Korban tsunami terbanyak (baik jiwa maupun fisik) adalah nelayan.
- Perlu diinformasikan dan menjadi ingatan kepada generasi penerus bahwa pada 26 Desember 2004 pernah terjadi peristiwa besar tsunami yang korban terbanyak adalah nelayan.
- Bahwa penetapan hari tersebut juga bagian dari mitigasi bencana ingatan dan pewarisan bahwa selalu harus waspada jika bencana bisa datang kapan saja.
- Tentu juga penting bagi keberlangsungan laut.
26 Desember, 20 tahun yang lalu kami bersama telah berkarya mewariskan pemikiran dan pengetahuan dalam forum itu mewujudkan ingatan rawatan mengingat dan mengenang peristiwa tsunami yang sangat dahsyat tersebut.
Mengenang peristiwa tsunami 20 tahun lalu, terbayang ayah, para syuhada dan bagaimana saya dulu ikut lari dari air bah laut itu.
Kemudian kembali pada fase bangkit bersama, bersama nelayan dan panglima laot menatap masa depan, tanpa melupakan.
Allah lah yang memiliki rencana terbaik bagi hamba-hamba-Nya.
Mari terus bergandengan tangan membangun Aceh yang lebih baik lagi, lagi dan lagi.
Allahummaghfirlahum kepada Ayahnda dan seluruh korban dari peristiwa maha dahsyat itu.
*) PENULIS adalah Ketua Panitia Renstra Panglima Laot 2005-2015 dan Dosen Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
tsunami
peringatan 20 tahun tsunami Aceh
20 Tahun Tsunami Aceh
Tsunami Aceh
nelayan
hari pantang melaut di Aceh
Hari Pantang Melaut
Serambinews.com
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.