Jurnalisme Warga

Kisah Candi yang Diubah Jadi Masjid di Indrapuri

Liburan kali ini saya dan keluarga berkunjung ke salah satu dari sekian banyak cagar budaya itu, yakni Masjid Tuha Indrapuri.

Editor: mufti
IST
CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (Uniki) dan Anggota Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Bireuen, melaporkan dari  Indrapuri, Aceh Besar 

Tiap undak dipagari tembok sepanjang 40 meter dan tebal 1,3 meter. Tinggi tembok tiap undak tidak  sama, berkisar antara 1,4 meter hingga 1,8 meter.

Ada sebuah tangga batu setinggi 3,36 meter dengan 16 anak tangga menjadi penghubung undak pertama dan kedua. Antara undak kedua dan ketiga terdapat 12 anak tangga.  Walaupun tangga yang kami lewati tidak terlalu tinggi, tetapi rasa lelah pastilah ada. Apalagi saat usia sudah kepala lima, sehingga butuh energi yang cukup untuk melewatinya.

Pintu masuk masjid ini ada di sisi timur, tersedia dua kolam penampung air hujan  di halaman yang  digunakan  untuk berwudu sebelum shalat,  tetapi kami telah lebih dahulu berwudu di bawah.

Ketika tiba di dalam masjid kami langsung menunaikan shalat Asar. Setelah itu saya berdoa dalam suasana sunyi, sepi, sejuk, dan nyaman membuat hati ini bergetar. Rrelung-relung jiwa  terasa tersentuh, air mata pun tak kuasa dibendung.

Setelah suasana hati tenang, kami pun berkeliling di dalam masjid. Lantainya dingin,  berwarna tanah. Di satu sudut terdapat sebuah lemari berisi buku-buku. Terlihat pula tiang-tiang kayu kokoh  sebagai penyangga masjid.

Ketika kami  melihat ke atas tampak konstruksi atapnya berpola tumpeng yang  disangga 36 balok kayu bersusun dengan empat tiang utama.

Penyambungan  tiap balok tanpa paku, hanya disematkan pada susunan balok kayu sehingga mampu menyangga tiga susun atap. Setiap  sambungan kayu diberi ukiran yang menarik.

Tempat khotbahnya terbuat dari batu. Masjid ini tidak terlalu luas dan tidak  memiliki AC, hanya beberapa kipas yang tersedia. Menurut keponakan saya yang sering berkunjung, masjid ini sejuk karena berada di puncak tertinggi kawasan Indrapuri  sehingga kita dapat menikmati embusan angin dengan bebas.

Pada salah satu sisi luar masjid ada bangunan dua lantai yang dipakai muazin untuk mengumdangkan azan, dilengkapi kentungan besar pengganti beduk, penanda masuk waktu shalat.

Arsitektur  bangunan masjid ini masih mempertahanan bentuk aslinya yang memadukan unsur Hindu dan Islam, seperti bentuk atapnya yang berundak-undak mirip pagoda.

Menurut referensi dari Indonesia.go.id, awal berdirinya masjid ini adalah karena  keputusan Raja Lamuri untuk memeluk Islam bersama seluruh rakyatnya tak lepas dari tawaran yang diberikan oleh dua tokoh muslim kala itu, Teungku Abdullah Lampeuneun dan Meurah Johan.

Tawaran itu berupa bantuan pasukan kepada Raja Lamuri ketika diserang ratusan bajak laut asal Tiongkok. Setelah berhasil menumpas pasukan bajak laut tadi, raja dan rakyat Lamuri yang semula Hindu, menjadi pemeluk Islam.

Karena itu, candi-candi yang tidak dipakai lagi diubah menjadi rumah ibadah umat Islam, seperti Masjid Tuha Indrapuri. Sepulang dari Malaka, Sultan Iskandar Muda singgah ke Indrapuri dan memerintahkan agar di atas bekas candi dibangun masjid besar.

Lahan Candi Indrapuri bentuknya bujur sangkar dengan bangunan dibuat seperti punden berundak dan membuatnya lebih tinggi dari daratan sekitarnya. Hal ini menambah keunikan masjid tua ini.

Namun, mengingat waktu sudah pukul 17.30 WIB, kami pun bergegas meninggal Masjid Indrapuri yang suasananya nyaman, teduh, dan sejuk. Siapa pun yang mencintai  sejarah pasti ingin berkunjung ke sini. Iinsyaallah lain waktu kami akan kembali ke masjid unik ini.

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved