Berita Banda Aceh
Pengakuan Ibunda Muhammad Rijal, Warga Pidie Korban TPPO di Kamboja
“Ditelepon saat memasuki bulan ketiga dia bekerja, di tanggal 31 Agustus kemarin. Dia bilang ‘dianiaya saya kerja mak, disiksa, disetrum saya mak...
Penulis: Muhammad Nazar | Editor: Nurul Hayati
“Ditelepon saat memasuki bulan ketiga dia bekerja, di tanggal 31 Agustus kemarin. Dia bilang ‘dianiaya saya kerja mak, disiksa, disetrum saya mak, saya mau pulang’. Saya cuma bisa bilang gimana mau bantu sekarang kondisi kita begini,” kata Salmiati kepada Serambinews.com, Jumat (10/1/2025).
Laporan Rianza Alfandi | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Salmiati (49) sontak meneteskan air mata saat menerima panggilan masuk dari putrannya Muhammad Rijal (22), warga Pidie yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja, pada akhir Agustus 2024 lalu.
Menurut penuturan Salmiati, dalam panggilan yang berlangsung singkat tersebut Rijal langsung mengabari kondisinya yang mengalami penyiksaan berat di tempat ia bekerja, di Kamboja.
“Ditelepon saat memasuki bulan ketiga dia bekerja, di tanggal 31 Agustus kemarin. Dia bilang ‘dianiaya saya kerja mak, disiksa, disetrum saya mak, saya mau pulang’. Saya cuma bisa bilang gimana mau bantu sekarang kondisi kita begini,” kata Salmiati kepada Serambinews.com, Jumat (10/1/2025).
“Saya minta ke dia supaya kerja terus dulu sampai habis kontrak, nanti baru pulang. Terus dibilang lagi sama dia ‘kalau pulang sekarang harus ada tebusan Rp 35 juta, mak apa nggak mau lihat saya lagi?‘,” lanjut Salmiati.
Usai menerima telepon pada tanggal 31 Agustus 2024, Muhammad Rijal sempat hilang kontak dan nomor handphone miliknya tidak dapat dihubungi lagi.
Berselang beberapa hari, kata Salmiati, pihaknya kembali menerima panggilan dari kontak putranya.
Namun, dalam panggilan tersebut yang berbicara adalah seorang perempuan berbahasa Melayu.
Dia mengaku sebagai juru bicara dari bos perusahaan tempat Muhammad Rijal bekerja.
Baca juga: Gadis Aceh Korban Rudapaksa dan TPPO di Malaysia dalam Proses Pemulangan, Begini Penjelasan Imigrasi
Dalam panggilan itu, perempuan tersebut mengancam akan terus menyiksa korban apabila tidak diberi uang tebusan.
“Diancam ‘waktu anak ibu tinggal satu hari lagi, harus sedia uang Rp 17 juta’. Tapi kami minta waktu seminggu untuk membayar uang, lalu diberi waktu cuma tiga hari. Awalnya dibilang Rp 17 juta setelah itu naik jadi Rp 20 juta,” jelas Salmiati.
Menerima ancaman tersebut Salmiati dan keluarga kian resah.
Ia mencoba mencari bantuan ke berbagai orang untuk berhutang uang demi sang putranya.
“Demi cari uang itu saya sampai nggak makan selama tiga hari, ke sana ke ke mari mencari tempat berhutang. Di Medan ada rumah milik suami, mau dijual tapi enggak laku-laku,” ucapnya.
Harumkan Nama Aceh, Ustadz Takdir Feriza Disambut Kalungan Bunga oleh Pemerintah |
![]() |
---|
Peringati Hari Jadi, Polwan Polda Aceh Gelar Upacara Ziarah di TMP |
![]() |
---|
Fachrul, Calon Dokter Berpulang Sebelum Wisuda, Tangis sang Kakak Pecah Saat Wakili Wisuda |
![]() |
---|
USK Jadi Lokus Pertama Program LIKE IT 2025, BI Aceh Dorong Generasi Muda Cerdas Keuangan Syariah |
![]() |
---|
USK Jadi Lokus Pertama Program LIKE IT 2025, Dorong Generasi Muda Cerdas Keuangan Syariah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.