Jurnalisme Warga

Jurnalisme sebagai Kerja Intelektual Pelajaran Penting dari Azhari Antara

Bang Azhari meluncurkan buku beliau  berjudul "Terlahir sebagai Jurnalis Antara" di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh.

Editor: mufti
FOR SERAMBINEWS.COM
Dr. TEUKU ZULKHAIRI, Pengurus KWPSI dan mantan komisioner pada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh, melaporkan dari Banda Aceh 

Maka, sangat cocok judul buku ini: Terlahir sebagai Jurnalis Antara.

Azhari membela Aceh melalui karya jurnalistik beliau berupa berita maupun foto. Ketika bertugas di Aceh, Azhari juga pernah menjabat sebagai Koordinator Kaukus Wartawan Peduli Syari’at Islam (KWPSI) di Aceh, yang menunjukkan dedikasi beliau terhadap syariat Islam di Aceh agar dipandang positif oleh dunia luar sebagaimana idealnya.

Dalam banyak diskusi dengan saya di masa lalu, hal menarik lainnya yang saya ingat adalah pandangan beliau bahwa pekerjaan jurnalis ini adalah kerja intelektual. Ya, jelas sekali. Kerja jurnalistik ini memang merupakan kerja intelektual. Sebab, kerja jurnalistik dikategorikan sebagai kerja intelektual karena melibatkan proses berpikir kritis, analitis, dan mendalam. Seorang jurnalis harus mampu menggali informasi dari berbagai sumber, memverifikasinya, dan menyusun narasi berbasis fakta yang logis serta mudah dipahami pembaca.

Selain itu, jurnalis dituntut memahami isu-isu kompleks seperti politik, ekonomi, dan sosial, serta memiliki wawasan luas untuk menyampaikan informasi yang adil, relevan, dan akurat.

Proses ini memerlukan kemampuan berpikir tinggi agar jurnalis dapat menyaring fakta dari opini ataupun propaganda.

Jurnalisme juga berperan dalam membentuk opini publik dan menciptakan wacana sosial. Sebagai penjaga nilai demokrasi, jurnalis harus menegakkan etika dan kebenaran, meski sering bekerja di bawah tekanan atau menghadapi berbagai kepentingan.

Tugas ini membutuhkan kesadaran intelektual untuk mempertahankan integritas jurnalistik. Dengan tanggung jawab mencerdaskan masyarakat melalui informasi yang bertanggung jawab, jurnalisme menjadi pekerjaan yang mencerminkan daya intelektual yang tinggi. Dan seperti itulah kerja-kerja jurnalisme harian Azhari dalam karier dan kiprah kewartawanannya  sebagai jurnalis Kantor Berita Antara.

Seorang akademisi mungkin bisa dihitung dengan jari berapa banyak narasumber yang diwawancarainya dalam penelitian-penelitian kualitatif yang dilakukan. Akan tetapi, seorang jurnalis, mungkin tidak terhitung banyaknya jumlah narasumber yang diwawancarainya. Sehingga, dapat dibayangkan seberapa banyak informasi dan wawasan yang ia miliki.

Dalam pandangan Islam, kerja intelektual jurnalis ini memiliki kaitan erat dengan kerja dakwah dalam Islam karena keduanya bertujuan menyampaikan kebenaran, mencerahkan masyarakat, dan membimbing ke jalan yang benar.

Dalam Islam, dakwah adalah upaya menyampaikan pesan-pesan Ilahi untuk membangun masyarakat yang berkeadilan, berakhlak, dan berilmu, sebagaimana firman Allah,

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar." (QS. Ali Imran: 104).

Sejalan dengan itu, jurnalis bertanggung jawab menyebarkan informasi yang benar, menciptakan kesadaran sosial, dan melawan ketidakadilan melalui pemberitaan. Ketika dilakukan dengan niat yang tulus dan berlandaskan etika, kerja jurnalis dapat menjadi bagian dari dakwah karena ikut membangun masyarakat yang tercerahkan, kritis, dan bermoral.

Saya melihat pandangan Azhari dari perspektif tersebut.

Azhari memiliki cita-cita mulia selepas beliau pensiun dari Kantor Berita Antara dalam waktu dekat.

Bang Azhari ingin melahirkan jurnalis-jurnalis muda baru di Aceh yang berdedikasi dan berintegritas tinggi.

Kita doakan, semoga Allah memudahkan cita-cita beliau dan menjadikan tulisan-tulisan beliau sebagai amal jariah di sisi Allah Swt. Amin, ya rabbal ‘alamin. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved