Kupi Beugoh

Bulan Sya'ban dan Khanduri Beureuat di Aceh, Tradisi Leluhur sebagai Bentuk Syukur kepada Allah SWT

Di Aceh, bulan Sya'ban juga identik dengan tradisi ‘Kenduri Beureuat’, sebuah budaya yang masih lestari hingga kini.

Editor: Saifullah
For Serambinews.com
Irwandi,SHI, MH, Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum USK, Pengurus PRB Aceh dan Sekretaris Mukim Tungkop Darussalam. 

Oleh: Irwandi, SHI, MH

 (Sekretaris Mukim Tungkop Darussalam dan Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum USK)

Aceh adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang banyak memiliki budaya, Adat istiadat  dan tradisi. 

Masyarakat Aceh dikenal juga religius dan memiliki adat budaya yang identik dengan Islam.

Kehidupannya yang beradat dan berbudaya dengan ajaran Agama Islam tidak dapat dipisahkan. 

Harmonisasi adat dan Islam berkembang dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Adanya tradisi religius seperti kenduri adalah kearifan lokal di Aceh yang merupakan bentuk syukur dan pengabdian serta tanda ingat kepada Allah SWT. 

Biasanya yang dijamu adalah saudara,tetangga, kerabat terutama bagi yang kurang mampu untuk makan bersama.

Bulan Sya'ban merupakan bulan kedelapan dalam kalender Hijriah, yang memiliki keistimewaan dalam ajaran Islam. 

Bulan ini sering dijadikan sebagai persiapan menyambut bulan Ramadhan, dengan meningkatkan ibadah dan amal kebaikan. 

Di Aceh, bulan Sya'ban juga identik dengan tradisi ‘Kenduri Beureuat’, sebuah budaya yang masih lestari hingga kini.

Bulan Sya’ban di Aceh juga dikenal dengan ‘’Kenduri Bu”. 

Menurut penanggalan Kalender Aceh yang disebut juga Almanak Aceh, Aceh memiliki nama bulan sendiri dan jumlah bulannya sama dengan jumlah bulan tahun Hijriah dan Tahun Masehi yaitu 12 bulan.

Ada pun bulan di Almanak Aceh terdiri dari Bulan Asan Usen, Sapha, Molod, Adoe Molod, Molod Keneulheuh, Khanduri Boh Kaye, Khanduri Apam, Khanduri Bu, Puasa, Uroe Raya, Meuapet, dan Haji.

Keistimewaan Bulan Sya'ban

Dalam Islam, bulan Sya'ban dianggap sebagai bulan penuh berkah. 

Rasulullah SAW sering memperbanyak puasa di bulan ini dan menyebutnya sebagai bulan yang sering dilupakan oleh manusia di antara bulan Rajab dan Ramadhan. 

Salah satu malam yang paling istimewa di bulan ini adalah Malam Nisfu Sya'ban, yang diyakini sebagai malam pengampunan dan pencatatan takdir manusia untuk tahun mendatang.

Di Aceh, bulan Sya'ban dijadikan momen untuk memperbanyak ibadah, seperti membaca Al-Qur'an, bersedekah, dan menggelar doa bersama. 

Tradisi inilah yang kemudian melahirkan ‘Kenduri Beureuat’, sebuah kenduri yang diadakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.

Kenduri Beureuat: Tradisi Syukuran di Aceh

Di Aceh, bulan Sya'ban juga identik dengan tradisi ‘Kenduri Beureuat (Kenduri Beureukat)’.

Kata ‘beureuat’ dalam bahasa Aceh berarti "berkah" atau "rezeki." 

Tradisi ini merupakan bentuk syukuran yang diadakan oleh masyarakat, baik secara individu maupun komunal, dengan tujuan meminta keberkahan kepada Allah menjelang bulan Ramadhan.

Tradisi ‘Kenduri Beureuat’ pada masyarakat Aceh pada tanggal 15 Sya’ban atau Nisfu Sya’ban juga ditujukan untuk mengenang peristiwa lahirnya Nabi Ismail, anak dari Nabi Ibrahim dari istri beliau Siti Hajar. 

Kelahiran Nabi Ismail adalah peristiwa yang sedih dan mengharukan. 

Pada masa itu, Siti Hajar hanya sebatang kara di padang pasir ketika melahirkan anaknya.

Masyarakat Aceh pada ‘Malam Beureuat’ adalah sebuah interpretasi masyarakat Aceh dari kebiasaan Nabi Muhammad SAW. 

Di mana pada malam pertengahan bulan Sya’ban, Rasulullah melaksanakan shalat sunat yang dikenal dengan Shalat Nisfu Sya’ban ( Shalat Tasbih). 

Sebelumnya, di tanggal 14 Sya’ban, masyarakat melaksanakan puasa sunat dan malamnya berbuka puasa bersama. 

Setelah Shalat Isya melaksanakan Shalat Tasbih dan berzikir serta tausiah dari teungku imum.

Tradisi kenduri yang digelar masyarakat Aceh pada bulan Sya'ban biasanya berupa berbagi makanan kepada keluarga, tetangga, dan fakir miskin.

Makna dan Tujuan Khanduri Beureuat

1.    Ungkapan Syukur. 

Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah atas rezeki yang telah diberikan sepanjang tahun.

2.    Memohon Keberkahan.

Dengan mengadakan kenduri, masyarakat berharap mendapatkan keberkahan dalam menyambut bulan Ramadhan.

3.    Mempererat Silaturahmi.

     Kenduri ini menjadi ajang berkumpul dan mempererat hubungan kekeluargaan serta     hubungan sosial di masyarakat.

Prosesi Khanduri Beureuat

Khanduri Beureuat biasanya diadakan di masjid, meunasah (surau), masyarakat membawa idang, yaitu paket makanan yang berisi nasi dan lauk pauk. 

Beberapa rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam tradisi ini antara lain:

Pembacaan Doa dan Zikir – Biasanya dipimpin oleh imam atau teungku (ulama) setempat.

Dilanjutkan teungku menyampaikan ceramah  dan masyarakat melaksanakan Shalat Tasbih dan berzikir bersama 

Pembacaan Surah Yasin - Pada Malam Nisfu Sya'ban, pembacaan Surah Yasin dilakukan tiga kali dengan niat yang berbeda: meminta umur panjang dalam kebaikan, dijauhkan dari musibah, dan dimudahkan rezeki.

Makan Bersama dan Berbagi Makanan - Menu khas yang disajikan dalam kenduri ini adalah kuah beulangong (gulai daging khas Aceh), nasi gurih, serta aneka kue tradisional seperti bhoi dan timphan.

Sedekah kepada Fakir Miskin - Sebagian makanan dibagikan kepada mereka yang membutuhkan, sebagai bentuk kepedulian sosial.

Pelestarian Tradisi di Era Modern

Di tengah perubahan zaman, ‘Khanduri Beureuat’ masih terus dijaga oleh masyarakat Aceh. 

Meskipun sebagian orang kini lebih memilih kenduri dalam skala kecil di rumah masing-masing, nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini tetap lestari.

Pemerintah daerah dan lembaga adat juga terus mendukung keberlangsungan tradisi ini agar generasi muda tetap mengenal dan melestarikannya.

Kenduri Beureuat adalah salah satu bentuk kearifan lokal yang tetap lestari di Aceh, mencerminkan perpaduan antara nilai-nilai islam dan Budaya setempat.

Bulan Sya'ban bukan sekadar bulan persiapan menuju Ramadhan, tetapi juga momen untuk memperbanyak amal dan berbagi dengan sesama. 

Tradisi ‘Khanduri Beureuat’ di Aceh adalah cerminan nilai-nilai keislaman dan kebersamaan yang tetap hidup di tengah masyarakat. 

Dengan menjaga tradisi ini, masyarakat Aceh tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga memperkuat nilai-nilai sosial dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari.

Kenduri Beureuat masih dilaksanakan di gampong-gampong di Aceh sebagai cara memuliakan bulan penuh keutamaan.

Bahkan ada di gampong-gampong melalui keuchik (kepala desa) dan tgk imum meunasah mengumumkan kepada masyarakat untuk berpuasa dan malamnya membawa idang makanan yang berisi lauk pauk, baik yang sudah dibungkus atau idang untuk dibawa ke meunasah untuk berbuka puasa bersama dan berbagi kepada masyarakat.

Tradisi ini tidak hanya memenuhi ibadah individual, tetapi juga ibadah sosial, dan layak untuk terus dilestarikan.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved