Salam
Hukuman Mati Tak Mempan Putuskan Rantai Kejahatan
Sayed Fackrur, yang saat ini ditahan di Lapas Kelas IIA Lambaro, Banda Aceh, terbukti masih bisa mengendalikan peredaran 185,5 Kg sabu melalui jaring
Kasus peredaran narkotika di Aceh semakin mengkhawatirkan. Pada Kamis (6/3/2025), Pengadilan Negeri (PN) Idi menjatuhkan hukuman mati untuk kedua kalinya kepada Sayed Fackrur Bin Usman, seorang narapidana yang telah divonis hukuman mati sebelumnya. Fakta ini menunjukkan betapa sulitnya membendung peredaran narkotika di wilayah ini. Kejahatan bahkan dikendalikan dari balik jeruji besi. Sayed Fackrur, yang saat ini ditahan di Lapas Kelas IIA Lambaro, Banda Aceh, terbukti masih bisa mengendalikan peredaran 185,5 Kg sabu melalui jaringan internasional. Ini adalah bukti nyata bahwa sistem penjara kita belum mampu sepenuhnya memutus mata rantai kejahatan narkotika.
Kasus Sayed Fackrur bukanlah yang pertama, dan mungkin bukan yang terakhir. Meski telah divonis hukuman mati pada 2023 berdasarkan putusan Mahkamah Agung, ia masih bisa menjalankan bisnis haramnya dari dalam penjara. Ini menimbulkan pertanyaan serius: Seberapa efektif hukuman mati sebagai bentuk pencegahan jika pelaku masih bisa beroperasi dari balik tembok penjara? Selain itu, dua terdakwa lain, Muzakir alias Him bin Adi dan Ilyas Amren bin Amren, juga dijatuhi hukuman mati dalam kasus yang sama. Mereka terlibat dalam penyelundupan sabu melalui jalur laut di Perairan Peureulak, Aceh Timur. Fakta ini menunjukkan bahwa Aceh masih menjadi salah satu pintu masuk utama peredaran narkotika di Indonesia.
Yang lebih mengkhawatirkan, kasus ini mengungkap betapa mudahnya jaringan narkotika internasional merekrut orang-orang lokal untuk menjadi kurir. Ilyas Amren dan Muzakir, yang baru pertama kali terlibat dalam kasus narkotika, menerima upah dari Khaidir alias Pak Haji, seorang buronan yang diduga sebagai otak penyelundupan. Kemiskinan dan kurangnya lapangan pekerjaan tampaknya masih menjadi faktor pendorong utama warga terlibat dalam kejahatan narkotika.
Majelis Hakim PN Idi, Zaki Anwar SH MH, menjelaskan bahwa vonis hukuman mati kedua untuk Sayed Fackrur dijatuhkan sebagai langkah antisipasi jika vonis pertama diajukan banding. Namun, masih menyisakan pertanyaan: Apakah hukuman mati benar-benar efektif jika proses eksekusinya memakan waktu begitu lama? Apalagi, eksekusi hukuman mati bukanlah wewenang pengadilan.
Untuk memerangi peredaran narkotika di Aceh, diperlukan langkah-langkah yang lebih komprehensif.
Kasus Sayed Fackrur dan rekan-rekannya adalah alarm keras bagi kita semua. Peredaran narkotika bukan hanya merusak generasi muda, tetapi juga menggerogoti keamanan dan stabilitas sosial. Jika tidak ada langkah tegas dan terkoordinasi, Aceh akan terus menjadi sasaran empuk jaringan narkotika internasional. Sudah saatnya semua pihak bergerak lebih cepat sebelum narkotika benar-benar menghancurkan masa depan bangsa.
Bukan hanya Indonesia yang masih tertatih-tatih di bidang ekonomi sangat kesulitan memberantas jaringan internasional ini. Negara adidaya seperti Amerika Serikat (AS) pun harus mengerahkan banyak sumber daya untuk membendung berbagai kejahatan yang melintasi perbatasannya, termasuk Narkotika. Itu sebab, masalah ini jangan dianggap sepele.
Nilai-nilai agama dan kearifan lokal lainnya yang dimiliki masyarakat Aceh seharusnya bisa membendung peredaran narkotika. Dan ingat, keluarga adalah benteng pertama dalam upaya ini. Orang tua diharapkan lebih memperhatikan perilaku anak-anak mereka. Pesan-pesan moral dan agama tentang larangan pengunaaan narkotika harus selalu disampaikan secara konsisten. Dengan cara begitulah, setidaknya bisa mengurangi tindak kejahatan di bidang ini, karena tak mungkin mengharapkan sepenuhnya pada negara dan seluruh aparaturnya yang tampak sangat kesulitan bahkan untuk sekadar mengurus dirinya sendiri.(*)
POJOK
Kemenag buka peluang tambah kuota haji Aceh
Ini bahasa diplomatis, realisasi belum tentu
Mentan minta perusahaan Minyakita disegel
Ini terkesan tegas
Pencuji jarah kabel, lampu pun mati di jalan protokal Banda Aceh
Ini sejalan dengan program efisiensi pemerintah
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.