Salam
Antara Profesionalisme dan Ancaman Dwifungsi
Pembahasan yang dilakukan secara tertutup, tanpa melibatkan partisipasi publik, adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip transparansi.
Pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) oleh Pemerintah dan Komisi I DPR yang dilakukan secara diam-diam di Hotel Fairmont, Jakarta, pada 14-15 Maret 2025, menimbulkan sejumlah pertanyaan. Rapat yang digelar di hotel mewah ini sangat mengusik rasa keadilan publik, karena mengabaikan parameter efisiensi anggaran. Selain itu, juga memunculkan kekhawatiran akan kembalinya praktik dwifungsi TNI yang semestinya telah menjadi sejarah kelam bagi demokrasi Indonesia.
Pembahasan yang dilakukan secara tertutup, tanpa melibatkan partisipasi publik, adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip transparansi. Padahal, UU TNI bukan sekadar regulasi teknis, melainkan menyangkut hajat hidup orang banyak, terutama dalam menjaga profesionalisme TNI dan menghindari intervensi militer di ranah sipil.
Salah satu poin krusial dalam revisi ini adalah penambahan tugas TNI dalam operasi militer nonperang, dari 14 menjadi 17 tugas. Di antara tugas tersebut adalah penanganan narkoba dan pertahanan siber. Meski dijelaskan bahwa TNI tidak akan terlibat dalam penegakan hukum, perluasan tugas ini berpotensi mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil. Apalagi, revisi ini juga memperluas penempatan TNI di 16 instansi sipil, termasuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).
Koalisi masyarakat sipil, yang terdiri atas 30 organisasi nonpemerintah, telah menyuarakan penolakan terhadap pembahasan yang tertutup dan sepihak ini. Mereka menilai revisi UU TNI berpotensi melemahkan demokrasi dan mengancam penegakan hak asasi manusia (HAM). Kritik mereka bukan tanpa alasan. Sejarah telah membuktikan bahwa intervensi militer di ranah sipil hanya akan melahirkan ketidakadilan dan pelanggaran HAM. Dwifungsi TNI di masa lalu telah menciptakan budaya represif yang merugikan masyarakat sipil.
Lebih ironis lagi, pembahasan RUU TNI dilakukan di hotel mewah, di tengah retorika efisiensi anggaran yang digaungkan pemerintah. Jarak Gedung DPR yang hanya dua kilometer dari hotel tersebut seolah mempertegas ironi. Mengapa tidak menggunakan sarana yang ada saja, tanpa perlu membayar mahal hotel tersebut? Hal ini menunjukkan betapa rendahnya kepekaan para wakil rakyat terhadap kondisi masyarakat yang sesungguhnya.
Pemerintah dan DPR harus segera menghentikan pembahasan RUU TNI yang tertutup ini. Proses legislasi harus melibatkan partisipasi publik secara luas. Revisi UU TNI tidak boleh menjadi alat untuk mengembalikan dominasi militer di ranah sipil. Sebaliknya, revisi ini harus memperkuat profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara, bukan sebagai alat politik.
Anggota Komisi I DPR RI yang juga Panja RUU TNI, TB Hasanuddin, mengatakan pembahasan revisi Undang-Undang TNI bakal berlanjut pekan ini. Rencananya Komisi I DPR akan melaksanakan rapat dengan pemerintah. "Minggu depan (rapat berlanjut)," kata TB Hasanuddin kepada wartawan, Minggu (16/3/2025).
TB Hasanuddin menyebutkan belum mengetahui apakah Senin akan menyerahkan hasil Panja ke tim perumus (timus) dan tim sinkronisasi (timsin). Ia mengatakan pembahasan belum rampung untuk dibawa ke paripurna.
DPR bersama pemerintah memang punya kewenangan untuk membuat undang-undang. Masyarakat pun berharap revisi UU TNI itu dapat memperkuat pertahanan negara, termasuk modernisasi alutsista dan peningkatan kesejahteraan prajurit. Namun, hal ini tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM. Revisi UU TNI harus melibatkan partisipasi publik, sehingga bisa memastikan bahwa TNI tetap menjadi institusi yang profesional, modern, dan berada di bawah kendali sipil.(*)
POJOK
Pejabat BRA divonis hingga 9 tahun penjara
Semoga cukup waktu untuk kembali belajar kejujuran
Perempuan Aceh tampil di Moscow Fashion Show
Inovasi sering muncul ketika seseorang berada dalam keterbatasan
DPR diam-diam rapat di hotel mewah
Mungkin sedang uji coba efisiensi anggaran
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.