RAMADHAN MUBARAK

Mengendalikan Diri di Media Sosial

Banyak perkara sepele dan iseng dalam group WA tiba-tiba melebar hingga ke mahkamah. Perkara ini dapat menimpa masyarakat awam hingga akademisi sekali

Editor: mufti
IST
Hasan Basri M.Nur, PhD. Dosen Prodi KPI FDK UIN Ar-Raniry 

Oleh Hasan Basri M.Nur, PhD. Dosen Prodi KPI FDK UIN Ar-Raniry

Media sosial (medsos) telah menjadi kebutuhan manusia untuk berkomunikasi. Dewasa ini hampir semua orang memiliki medsos. Dalam survei kecil-kecilan di kelas belajar di kampus, didapati setiap mahasiswa memiliki lebih dari dua jenis akun medsos, terutama IG, TikTok, FB, dan WA.

Kecerobohan dalam menggunakan medsos kerap berdampak disharmoni hubungan antarsesama manusia. Pertikaian antarkeluarga, teman, relasi kerja dapat bermula dari ketidakhati-hatian dalam memakai medsos. Peribahasa “mulutmu harimaumu” kini berganti menjadi “jari tanganmu harimaumu”.

Manusia diminta untuk selektif dalam memainkan jemari tangan di keypad Android jika ingin mempublikasikan atau merespon sesuatu di medsos. Kesalahan postingan konten di medsos dapat berdampak fatal, baik pertengkaran personal hingga penyelesaian di meja hijau. 

Banyak perkara sepele dan iseng dalam group WA tiba-tiba melebar hingga ke mahkamah. Perkara ini dapat menimpa masyarakat awam hingga akademisi sekali pun.

Islam memiliki etika dalam berkomunikasi. Islam mengajak umatnya untuk menyampaikan sesuatu dengan cara yang baik. Dalam surah al-Baqarah ayat 83, Allah berfirman: Ucapkanlah perkataan yang baik (husna) kepada manusia.

Pada bagian lain al-Qur’an mengajarkan manusia tentang komunikasi yang berwibawa dengan terma: Qawlan Karima/perkataan yang mulia (al-Isra’: 23); Qawlan Ma’rufa/ perkataan yang pantas (al-Baqarah: 235); Qawlan Sadida/perkataan yang benar (an-Nisa’: 9), Qawlan Baligha/perkataan yang klir (an-Nisa’: 63), Qawlan Maysura/perkataan yang bijak (al-Isra’: 28), Qawlan Layyina/perkataan yang lembut (Thaha: 44), dan Qawlan Tsaqila/perkataan yang berbobot (al-Muzzammil: 5). 

Manusia menghadapi aneka ragam audiens di alam maya. Adanya audiens yang berbeda karakter, pendidikan, hobi, etnik, budaya hingga agama tentu tidak terelakkan. Dari itu, seseorang mesti mampu mengendalikan diri agar tidak menyakiti lawan bicara yang sangat luas di dunia maya.

Islam mengajarkan manusia untuk saling mengenal dan menghormati keragaman latar belakang manusia, terutama dari aspek etnik dan agama. Dalam Surah al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman: “Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal”.

Tidak hanya itu, Islam bahkan melarang umatnya menghina dan mencaci agama lain. Dalam Surah al-An’am ayat 108 Allah berfirman: Janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah melampaui batas tanpa (landasan) pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka.

Islam adalah agama sempurna, memiliki tata cara bergaul dengan golongan manusia yang beda nalar, etnik, dan agama. Etika komunikasi islami di atas seyogianya dipahami untuk kemudian dipraktikkan dalam menjalin hubungan sosial, terutama melalui media sosial.

Narasi berita palsu (hoaks) dan fitnah mesti dihindari, jangan ditulis/ucapkan ataupun dibagi (share). Selain dapat terjerat UU ITE, perilaku ini bertentangan dengan norma komunikasi Islam. Ketika jemari tangan gatal dan hendak melakukan sharing suatu informasi, Islam meminta umatnya melakukan tabayyun (verifikasi) terlebih dahulu agar tidak ikut menyesatkan publik dan berujung penyesalan (QS. al-Hujurat:6). Ramadhan adalah bulan pengendalian diri, termasuk di media sosial. Mari memilih narasi yang positif dan bermanfaat bagi umat sebagai konten di media sosial kita. Semoga!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved