Breaking News

Berita Luar Negeri

Sosok Erdogan dan Kekacauan ‘Demokrasi’ Turki, Pemimpin yang Sangat Berkuasa Selama 22 Tahun

Massa pengunjuk rasa telah memblokir jalan-jalan untuk menentang pihak berwenang sementara kerusuhan berlanjut hingga malam keenam di Turki.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
Anadolu
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan 

Ia menang tipis dalam referendum tahun 2017 yang memberinya kekuasaan presiden yang luas, termasuk hak untuk memberlakukan keadaan darurat dan menunjuk pejabat publik tinggi serta campur tangan dalam sistem hukum.

Setahun kemudian, ia memperoleh kemenangan langsung di putaran pertama pemilihan presiden.

Suara utamanya berasal dari kota-kota kecil di Anatolia dan daerah pedesaan yang konservatif. 

Pada tahun 2019, partainya kalah di tiga kota terbesar - Istanbul; ibu kota Ankara; dan Izmir.

Kekalahan tipis dalam pemilihan wali kota Istanbul dari Imamoglu dari partai oposisi utama Partai Rakyat Republik (CHP) merupakan pukulan telak bagi Erdogan, yang menjabat sebagai wali kota pada tahun 1990-an. 

Ia tidak pernah menerima hasil tersebut.

Imamoglu unggul atas presiden dalam jajak pendapat sebelum ia dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan presiden Mei 2023. 

Presiden dan sekutunya dituduh menggunakan pengadilan untuk mendiskualifikasi wali kota yang populer tersebut dari pemungutan suara.

Imamoglu dijatuhi hukuman penjara pada tahun 2022 karena menghina pejabat publik, tetapi ia telah mengajukan banding atas hukuman tersebut, yang memungkinkannya untuk tetap berkecimpung di dunia politik. 

Penangkapan dan dakwaan Imamoglu kali ini terkait dengan dakwaan yang lebih serius, yakni terorisme dan korupsi.

Media Turki pada  Senin melaporkan penangkapannya dengan kesimpulan bahwa ia merupakan penantang paling kredibel bagi Erdogan.

Tahun lalu presiden mencopot sejumlah wali kota terpilih yang berasal dari partai oposisi dan menggantinya dengan wali kota yang ditunjuk pemerintah.

Aktivis, politisi, jurnalis dan juga kelompok bisnis terkemuka negara tersebut telah menjadi sasaran kasus pengadilan yang kontroversial.

Namun penangkapan wali kota Istanbul beberapa hari ini dipandang sebagai peningkatan kecenderungan Erdogan untuk menggunakan kekuasaannya guna menyingkirkan para pesaingnya.

Para analis berpendapat, ia mengambil langkah tersebut pada saat yang tepat di panggung dunia: tekanan Eropa terhadap Turki dibatasi oleh kekhawatiran pertahanan NATO terkait perang Ukraina-Rusia, dan Gedung Putih tidak terlalu berminat mengkritik otoritarianisme di negara lain.

Meskipun menjadi pemimpin negara NATO, Erdogan telah lama menjalin hubungan dekat dengan Vladimir Putin dari Rusia dan telah berupaya memainkan peran penting sebagai mediator dalam konflik di Ukraina. 

Tidak seperti kebanyakan negara Eropa, Turki telah terlibat langsung dalam dukungan militer untuk Ukraina dan upaya diplomatik ke Rusia.

(Serambinews.com/Agus Ramadhan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved