Internasional

Ketua Majelis Ulama Aceh Paparkan Sejarah Masuknya Islam ke Aceh di Uni Emirat Arab

Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H. Faisal Ali, memaparkan sejarah masuknya Islam ke Aceh, di hadapan peserta seminar internasional

|
Penulis: Zainal Arifin M Nur | Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
UNI EMIRAT ARAB - Ketua MPU Aceh, Tgk. H. Faisal Ali dan Wakil Ketua MPU Aceh, Prof. Dr. Tgk. H. Muhibbuththabary, M.Ag foto bersama Mufti Abu Dhabi: Syekh Abdullah bin Bayyah (Mufti Besar Jami'ah Muhammad bin Zayed) dan Rektor Universitas Muhammad bin Zaiyed, Dr. Khalifa, UEA, Selasa (15/4/2025). 

Dalam materinya yang disampaikan di depan peserta Konferensi Studi Islam Ketiga di Abu Dhabi Uni Emirat Arab (UEA), Tgk Faisal Ali juga mengupas tentang penerapan syariat Islam di Provinsi Aceh, Indonesia. 

“Penerapan syariat Islam di Aceh merupakan sebuah keniscayaan untuk keadilan tanpa diskriminasi,” ujar ulama yang akrab disapa Abu Sibreh ini. 

Ia mamaparkan, penerapan syariat Islam di Provinsi Aceh merupakan pengalaman unik di dunia Islam kontemporer. 

Menurutnya, implementasi ini merupakan hasil dari sejarah panjang keterikatan masyarakat dengan ajaran Islam serta jawaban atas aspirasi lokal dalam mewujudkan keadilan sosial dan moral. 

“Penerapan resmi syariat dimulai pasca penandatanganan perjanjian damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 2005, yang memberikan Aceh kewenangan khusus dalam pengelolaan urusan keagamaan dan budayanya,” papar pimpinan Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah Aceh Besar ini.

Baca juga: MWCNU Se-Aceh Selatan Dilantik, Tgk Faisal Ali Harap Pengurus Jadi Penyejuk di Tengah Masyarakat

Tgk Faisal mengatakan, Syariat di Aceh tidak hanya diterapkan sebagai hukum agama, tetapi juga sebagai sistem nilai dan moral yang bertujuan menjamin keadilan, menjaga martabat manusia, dan membentuk keteraturan sosial. 

Pemerintah Aceh berupaya agar penerapan syariat tetap selaras dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan menghormati keberagaman

“Non-Muslim tidak dipaksa mengikuti hukum syariat, tetapi diberi pilihan: apakah mengikuti hukum nasional (KUHP) atau qanun syariat lokal,” tutur Ketua MPU Aceh yang juga menjabat Ketua PW Nahdlatul Ulama Aceh ini. 

Baca juga: Konser Musik Tidak Perlu Dilakukan di Aceh, Ini Saran Seni dari Ketua MPU Aceh Tengku H Faisal Ali

Menariknya, lanjut Abu Sibreh, banyak warga non-Muslim memilih untuk menjalani hukuman berdasarkan qanun syariat, terutama dalam pelanggaran norma kesusilaan atau ketertiban umum

Karena mereka menilai prosedur hukum syariat lebih adil, prosesnya cepat, dan sifat hukumannya lebih edukatif serta mendidik, bukan represif.

Dengan demikian, tambah Tgk Faisal, penerapan syariat di Aceh menjadi contoh penerapan hukum Islam yang adil dan tidak diskriminatif, yang berfokus pada perbaikan moral, penguatan tanggung jawab sosial, dan tetap menjunjung tinggi kebebasan keyakinan. 

“Ini menjadi keniscayaan religius dan sosial dalam membangun masyarakat yang adil, toleran, dan penuh solidaritas,” demikian Ketua MPU Aceh, Tgk H. Faisal Ali.(*)

Baca juga: Ketua MPU Aceh Imbau Masyarakat Tak Beli Produk Pro Israel Untuk Hampers Ramadhan Hingga Lebaran

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved