Kupi Beungoh
Menata Banda Aceh sebagai Kota Dakwah, Rebranding Serambi Mekkah Menuju Kota yang Mengingatkan
Pemerintah Kota Banda Aceh di bawah kepemimpinan Wali Kota Illiza Sa’aduddin Djamal patut diapresiasi atas berbagai langkah razia, pengawasan, dan pen
Oleh: Mahfudz Y Loethan *)
Banda Aceh bukan sekadar kota. Ia adalah identitas. Sebuah simbol sejarah yang sejak lama disematkan kehormatan: Serambi Mekkah.
Predikat yang mulia ini membawa serta tanggung jawab besar, tanggung jawab moral, sosial, dan spiritual.
Namun realitas hari ini memaksa kita untuk bercermin dengan lebih jujur. Di balik kebanggaan simbolik itu, pelanggaran nilai syariat dan moral justru semakin marak.
Praktik khalwat, prostitusi, judi online, game online, pesta narkoba, pergaulan bebas nonmahram, semua menjadi bayang-bayang yang merusak wajah kota ini.
Korban utamanya? Generasi muda kita, anak-anak Aceh, yang pelan-pelan kehilangan pegangan nilai.
Pemerintah Kota Banda Aceh di bawah kepemimpinan Wali Kota Illiza Sa’aduddin Djamal patut diapresiasi atas berbagai langkah razia, pengawasan, dan penegakan hukum syariat.
Baca juga: Rektor UIN Ar-Raniry Dukung Aksi Wali Kota Banda Aceh Turun Langsung Razia Penegakan Syariat Islam
Namun, benteng pertahanan moral paling kokoh bukanlah sanksi, melainkan kesadaran. Kesadaran itu tidak akan tumbuh tanpa lingkungan yang terus mengingatkan.
Kini saatnya Banda Aceh mengambil langkah lebih dalam—bukan hanya menegakkan hukum, tetapi membangun atmosfer kota yang hidup dalam dakwah.
Kota ini perlu rebranding ulang, bukan hanya secara slogan, tetapi dalam visual, suara, dan nuansa ruang publik yang membentuk karakter Islami.
Bayangkan Banda Aceh yang setiap sudut jalannya menebar pesan-pesan kebaikan. Misalnya:
"Hidup ini cuma punya dua waktu: menunggu waktu shalat, dan menunggu waktu dishalati."
"Jangan bangga berbuat dosa, ajal bisa datang kapan saja."
"Ingat, Allah selalu melihat setiap perbuatanmu."
Baca juga: Dukung Langkah Illiza Berantas Pelanggar Syariat, GP Ansor Banda Aceh: Ancaman Serius Rusak Moral
Dakwah Melalui Media Publik dan Suara Kota
Langkah konkret bahkan sudah mulai dipersiapkan. Di beberapa titik strategis Banda Aceh, seperti tiang traffic light, telah terpasang pengeras suara.
Tinggal selangkah lagi: mengisi kontennya dengan voice over pengingat syariat yang menenangkan namun menggugah.
Contoh konten suara:
"Saat ini kita akan memasuki waktu Shalat Dzuhur. Kami imbau warga kota untuk segera menuju rumah Allah untuk melaksanakan shalat berjamaah. Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian. Pesan ini disampaikan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh."
Suasana kota akan terasa berbeda. Kota ini bukan lagi sekadar tempat lalu lalang kendaraan dan aktivitas duniawi, melainkan juga tempat getaran dakwah merambat ruang-ruang publik.
Baca juga: Wali Kota Banda Aceh Gencarkan Razia Pelanggar Syariat Islam, ISAD Aceh Apresiasi Langkah Illiza
Rebranding Banda Aceh sebagai Kota Dakwah perlu dilakukan secara menyeluruh:
Desain Visual Islami: Mural, baliho, dan media luar ruang yang menyelipkan kutipan Al-Qur'an, hadist, dan nasihat bijak.
Media Digital Pemerintah: Mengedukasi masyarakat tentang hukum Allah, adab, dan pengingat waktu shalat.
Penataan Tata Ruang Islami: Taman, pedestrian, halte, dan ruang publik yang kondusif untuk zikir dan kontemplasi.
Keterlibatan Stakeholder Kreatif: Desainer, konten kreator, komunitas dakwah, hingga pelaku industri periklanan untuk menyampaikan pesan Islami yang ringan, namun dalam.
Event Kebudayaan Islami: Menarik minat generasi muda melalui kemasan modern yang tetap mengedepankan nilai-nilai agama.
Baca juga: Pimpinan DPRK Sebut Perlu Grand Desain Syariat Islam Berbasis Kearifan Lokal untuk Cegah Prostitusi
Meniru Strategi Qatar di Piala Dunia 2022
Kita bisa belajar dari Qatar saat menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Negara tersebut memanfaatkan momen global itu untuk memperkenalkan wajah Islam melalui kutipan Al-Qur’an, hadist, dan pesan moral dalam visual ruang publik yang elegan.
Sebuah dakwah senyap, namun berbicara lewat estetika.
Tak muluk-muluk, Banda Aceh tidak sedang berdakwah untuk orang luar.
Kota ini sedang menanamkan kembali nilai Islam untuk umatnya sendiri, agar generasi masa kini tidak hanya tahu bahwa Banda Aceh adalah Serambi Mekkah, tetapi juga merasakan atmosfernya hidup dalam kesadaran nilai Islam.
Langkah ini sejalan dengan instruksi Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), yang menegaskan pentingnya menghormati waktu azan dan menghentikan aktivitas untuk mengajak masyarakat shalat berjamaah.
Baca juga: Anggota DPRK Apresiasi Wali Kota Illiza Gerebek Hotel Pelanggar Syariat
Pesan agama tidak boleh berhenti di mimbar atau ruang pengajian. Tetapi iIa harus hidup di jalanan, pasar, kantor,lampu lalulintas, billboard dan spanduk.
Kemudian layar ponsel, taman-taman kota karena iman yang kuat membutuhkan pengingat yang konsisten.
Penutup: Janji Allah Tak Pernah Ingkar
Allah telah menjanjikan pertolongan kepada siapa pun yang menolong agama-Nya:
"Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu."
(QS. Muhammad: 7)
Yang menolong kita itu Allah, bukan kekuatan duniawi. Maka tidak ada yang perlu ditakutkan jika kita ingin menghadirkan dakwah di ruang-ruang publik.
Baca juga: Tertibkan Pengunjung Masjid Raya Baiturrahman Pada Saat Shalat Berjamaah Untuk Menjaga Syariat Islam
Dengan kebersamaan pemerintah, ulama, pengusaha, aktivis dakwah, santri, kreator media, desainer, komunitas, dan seluruh warga, Banda Aceh akan kembali tegak sebagai kota berkah.
Bukan hanya hanya nama, tapi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
"Jika pesan kebaikan hidup di ruang-ruang publik, maka hati-hati manusia pun akan lebih mudah tersentuh. Kota yang mengingatkan, adalah kota yang menjaga warganya." (*)
*) PENULIS adalah Sekretaris Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Aceh
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
| Ketika Perpustakaan Kehilangan Suaranya di Tengah Bisingnya Dunia Digital |
|
|---|
| Dibalik Kerudung Hijaunya Hutan Aceh: Krisis Deforestasi Dan Seruan Aksi Bersama |
|
|---|
| MQK Internasional: Kontestasi Kitab, Reproduksi Ulama, dan Jalan Peradaban Nusantara |
|
|---|
| Beasiswa dan Perusak Generasi Aceh |
|
|---|
| Menghadirkan “Efek Purbaya” pada Penanganan Stunting di Aceh |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.