Berita Aceh Utara

Dorong Kepatuhan Regulasi, Lembaga Migas Aceh Minta Kantor Mubadala Ditempatkan di Wilayah Operasi

"Sudah seharusnya kantor operasional Mubadala Energy dibangun di Aceh Utara dan ini merupakan  soal keadilan distribusi ekonomi. Masyarakat Aceh Utara

Penulis: Jafaruddin | Editor: Nurul Hayati
For Serambinews.com
Ketua Lembaga Pemerhati Migas Aceh (LPMA), Dr Bukhari MH CM. 

"Sudah seharusnya kantor operasional Mubadala Energy dibangun di Aceh Utara dan ini merupakan  soal keadilan distribusi ekonomi. Masyarakat Aceh Utara yang menanggung dampak lingkungan dan sosial, jangan sampai hanya jadi penonton," tegas Dr Bukhari.

Laporan Jafaruddin I Aceh Utara

SERAMBINEWS.COM,LHOKSUKON - Wacana penempatan kantor operasional PT Mubadala Energy Indonesia di luar wilayah operasi memicu reaksi dari sejumlah pihak.

Ketua Lembaga Pemerhati Migas Aceh (LPMA), Dr Bukhari MH CM dalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, Rabu (23/4/2204) menyebutkan pembangunan kantor perusahaan tersebut seharusnya dilakukan di Aceh Utara.

Karena lokasi pengeboran dan eksplorasi minyak dan gas yang dikelola berada dalam wilayah hukum Kabupaten Aceh Utara.

Menurut Bukhari, pemindahan atau pembangunan kantor di luar Aceh Utara merupakan bentuk ketidakadilan fiskal dan sosial yang tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

"Sudah seharusnya kantor operasional Mubadala Energy dibangun di Aceh Utara dan ini merupakan  soal keadilan distribusi ekonomi. Masyarakat Aceh Utara yang menanggung dampak lingkungan dan sosial, jangan sampai hanya jadi penonton," tegas Dr Bukhari.

Dari aspek hukum positif, keberadaan kantor perusahaan yang beroperasi dalam suatu wilayah, idealnya berada dekat dengan wilayah operasionalnya.

Baca juga: YARA Minta Pemerintah Pusat Berikan Hak Kelola Migas di Atas 12 Mil Untuk Aceh

Hal ini selaras dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa "Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

Selain itu, Pasal 165 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mewajibkan perusahaan tambang untuk memperhatikan keseimbangan pembangunan daerah, termasuk mendirikan kantor perwakilan di daerah operasional.

Apalagi dalam konteks Aceh, keberadaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 memberi kewenangan lebih kepada pemerintah kabupaten/kota untuk memperoleh manfaat langsung dari sumber daya alam di wilayahnya.

Dari sudut pandang hukum Islam, prinsip keadilan (`al-‘adalah`) dan distribusi manfaat (`taqsim al-maslahah`) menjadi landasan utama. Dalam maqashid syari’ah, menjaga harta (`hifzh al-mal`) dan menjaga masyarakat (`hifzh al-nafs`) mencakup juga keharusan memberi hak atas hasil bumi kepada masyarakat lokal.

"Islam mengajarkan bahwa kekayaan alam adalah amanah yang harus dikelola secara adil. Jika minyak dan gas diambil dari perut bumi Aceh Utara, maka sebagian besar manfaatnya, termasuk kehadiran kantor perusahaan, harus kembali ke daerah itu, bukan justru ke luar wilayah," pungkas Bukhari.(*)

Baca juga: Soal Lokasi Pembangunan Kantor Migas Mubadala, Akademisi Sampaikan Alasan Berdasarkan Qanun dan UUPA

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved