Opini
Pajak sebagai Jembatan Menuju Indonesia Emas
Namun, visi gemilang ini tidak akan terwujud begitu saja. Salah satu pilar utama yang menopangnya adalah pajak. Inilah tulang punggung negara yang mem
Ahmad Karto Suwiryo S Mn, Fungsional Penyuluh Pajak KPP Pratama Tapaktuan
BAYANGKAN Indonesia pada tahun 2045 ketika kita merayakan satu abad kemerdekaan. Negeri ini berdiri megah dengan generasi emas yang cerdas, inovatif, dan berkarakter kuat, mengantarkan bangsa menuju puncak peradaban. Jalanan dipenuhi infrastruktur modern, sekolah-sekolah melahirkan pemikir visioner, dan layanan kesehatan menjangkau pelosok negeri.
Namun, visi gemilang ini tidak akan terwujud begitu saja. Salah satu pilar utama yang menopangnya adalah pajak. Inilah tulang punggung negara yang memungkinkan roda pembangunan berputar.
Di sinilah peran edukator pajak menjadi krusial, menabur benih kesadaran perpajakan sejak dini untuk memastikan Indonesia Emas 2045 bukan sekadar mimpi, melainkan kenyataan yang kita genggam bersama.Kata "edukator" berasal dari "edukasi" (pendidikan) dan akhiran "-or" yang merujuk pada seseorang dengan keahlian khusus.Menurut KBBI, edukator pajak dapat diartikan sebagai individu yang memiliki ilmu dan kepandaian dalam mendidik masyarakat tentang perpajakan. Mereka adalah ujung tombak dalam membangun literasi pajak, mengubah paradigma masyarakat dari sekadar kewajiban memaksa menjadi kesadaran kolektif untuk berkontribusi pada kemakmuran bangsa. Dengan kepekaan sosial dan pendekatan yang inspiratif, edukator pajak menjembatani kesenjangan pengetahuan, menjadikan pajak sebagai bagian dari identitas warga negara yang bertanggung jawab.
Pajak sendiri bukanlah konsep asing. Ia termaktub dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat (2): "Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang." Landasan ini diperkuat melalui UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang telah diperbarui hingga UU Nomor 6 Tahun 2023. Pajak didefinisikan sebagai kontribusi wajib warga negara—baik individu maupun badan—kepada negara, tanpa imbalan langsung, namun dengan tujuan mulia: mendanai kebutuhan negara demi kesejahteraan rakyat. Dari jalan raya hingga beasiswa pendidikan, pajak adalah denyut nadi yang menghidupkan visi kemajuan bangsa.
Di lapangan, pengelolaan pajak dipercayakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010. DJP bertugas merumuskan kebijakan, menetapkan standar teknis, dan melaksanakan administrasi perpajakan. Salah satu fungsi kuncinya adalah edukasi, yang kini diemban oleh Kelompok Jabatan Fungsional Penyuluh Pajak, dibentuk pada 2020 melalui PermenpanRB Nomor 49 dan 50 Tahun 2020.
Dengan jenjang ahli dan terampil, edukator pajak bekerja secara terencana, terstruktur, dan berkelanjutan untuk menciptakan ekosistem perpajakan yang efektif dan efisien, menjadikan kesadaran pajak sebagai budaya yang mengakar.
Edukasi perpajakan bukan sekadar penyampaian informasi. Ini adalah proses transformasi yang mengembangkan potensi warga negara untuk memahami, peduli, dan memenuhi kewajiban perpajakan.
Melalui edukasi, masyarakat diajak untuk memiliki kesadaran pajak yang tinggi, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perpajakan, serta mendorong kepatuhan pajak melalui perubahan perilaku. Ini adalah investasi jangka panjang untuk membangun masyarakat yang sadar bahwa pajak adalah jembatan menuju kesejahteraan bersama, bukan sekadar angka di laporan keuangan.
Tanpa edukasi yang kuat, risiko ketidakpatuhan pajak akan terus menghantui. Bayangkan dampaknya: pendapatan negara tergerus, pembangunan terhambat, dan hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur bagi generasi mendatang terancam. Anak-anak kehilangan akses ke sekolah berkualitas, rumah sakit kekurangan peralatan, dan kota-kota mandeg tanpa infrastruktur memadai. Edukasi perpajakan, oleh karena itu, adalah tonggak penting untuk memastikan keberlanjutan negara, menjaga agar impian kolektif kita tetap hidup.
Generasi emas 2045
Pada 2045, Indonesia akan memasuki usia emasnya, bertepatan dengan bonus demografi di mana 70 persen penduduk berada dalam usia produktif. Ini adalah peluang emas untuk mendorong kemajuan ekonomi, inovasi, dan stabilitas sosial. Namun, tanpa persiapan matang, bonus demografi bisa berbalik menjadi bencana demografi, memicu kemiskinan, pengangguran, rendahnya kesehatan, hingga tingginya kriminalitas. Tantangan ini menuntut kita untuk bertindak sekarang, mempersiapkan generasi muda dengan bekal pengetahuan dan karakter yang kuat.
Menurut laman indonesiabaik.id, Generasi Emas 2045 diharapkan cerdas secara komprehensif, inovatif, damai dalam interaksi sosial, sehat dalam hubungannya dengan alam, dan memiliki karakter unggul. Untuk mewujudkan visi ini, pendidikan—termasuk edukasi perpajakan—memainkan peran sentral. Pajak, sebagai penyokong utama pendapatan negara, adalah kunci untuk membiayai pendidikan berkualitas, layanan kesehatan, dan infrastruktur yang dibutuhkan generasi masa depan. Tanpa pajak, visi generasi emas hannyalah angan-angan kosong.
Data APBN 2024 memperkuat urgensi pajak. Realisasi Belanja Negara mencapai Rp3.350,3 triliun, sementara Pendapatan Negara sebesar Rp2.842,5 triliun, dengan penerimaan pajak menyumbang Rp1.932,4 triliun atau sekitar 70?ri total pendapatan. Tren ini konsisten selama satu dekade terakhir, membuktikan bahwa pajak adalah nadi kehidupan negara. Tanpa penerimaan pajak yang memadai, roda pembangunan akan terhenti, mengancam masa depan generasi penerus. Pajak bukan sekadar kewajiban, tetapi warisan yang kita titipkan untuk anak cucu kita.
Di sinilah edukator pajak berperan sebagai agen perubahan. Melalui program Inklusi Perpajakan, sebagaimana diatur dalam Peraturan DJP Nomor PER-12/PJ/2021, DJP memberikan ruang luas bagi edukator pajak untuk menanamkan kesadaran perpajakan sejak dini. Program seperti Tax Goes to School, Tax Goes to Campus, dan Pajak Bertutur menjadi wadah untuk mengedukasi generasi muda tentang peran pajak dalam kehidupan bernegara. Dari ruang kelas hingga kampus, edukator pajak membawa narasi bahwa setiap rupiah pajak adalah langkah menuju Indonesia yang lebih baik.
Dalam kegiatan ini, edukator pajak tidak hanya menyampaikan teori, tetapi juga menggugah kesadaran. Mereka menjelaskan bagaimana pajak mendanai pendidikan gratis, rumah sakit, dan infrastruktur yang dinikmati sehari-hari. Mereka juga mengingatkan tentang fenomena free rider—mereka yang menikmati fasilitas negara tanpa berkontribusi melalui pajak—dan dampak buruknya bagi keadilan sosial. Dengan pendekatan yang menarik dan relevan, seperti diskusi interaktif, simulasi, atau cerita inspiratif, edukator pajak berupaya menjadikan pajak sebagai sesuatu yang dekat dan bermakna bagi generasi muda. Mereka mengajak pelajar untuk melihat pajak sebagai kontribusi nyata, bukan sekadar angka di buku pelajaran.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.