Perang Tarif

AS Kritik QRIS, GPN, dan Sertifikasi Halal di Indonesia, Begini Respons Pimpinan DPR dan NU

GPN, QRIS, dan sertifikasi halal, adalah tiga di antara produk asli Indonesia yang menjadi perbincangan masyarakat dunia.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/ZAINAL ARIFIN M NUR
LAYANAN QRIS - Layanan QRIS di kasir Harian Serambi Indonesia. Bank Indonesia melaporkan volume transaksi QRIS sepanjang kuartal I-2025 terus tumbuh hingga 169,1% dibanding periode yang sama tahun lalu (yoy). Kenaikan penggunaan QRIS ini terjadi ditengah kritikan Pemerintah AS terhadap layanan keuangan produk Bank Indonesia ini. 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA – Di tengah kondisi Indonesia yang dianggap tidak baik-baik saja, ternyata ada beberapa produk asli Indonesia yang menjadi kebanggaan nasional dan mendunia.

GPN, QRIS, dan sertifikasi halal, adalah tiga di antara produk asli Indonesia yang menjadi perbincangan masyarakat dunia.

Hal ini diketahui ketika ketiga produk anak bangsa ini dipersoalkan oleh Pemerintah Amerika Serikat, dalam proses negosiasi tarif dagang antarkedua negara. 

Untuk diketahui, Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS adalah standar kode QR nasional yang dikembangkan oleh Bank Indonesia untuk memfasilitasi pembayaran non-tunai di Indonesia.

Dengan QRIS, pengguna dapat melakukan berbagai jenis transaksi seperti pembayaran, transfer, tarik tunai, dan setor tunai dengan hanya memindai kode QR.

QRIS bertujuan untuk menyederhanakan transaksi pembayaran digital dan mengintegrasikan berbagai platform pembayaran digital.

Dikutip Serambinews.com dari Kompas.com, Selasa (29/4/2025), Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengkritik penggunaan QRIS dan GPN yang dinilai menghambat perdagangan luar negeri AS. 

Kritik pemerintah AS terhadap QRIS dan GPN ini, tercantum dalam National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers 2025 yang diterbitkan pada 31 Maret 2025, atau beberapa hari sebelum Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor resiprokal. 

Dalam laporan tersebut, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) merinci hambatan perdagangan dari 59 negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia. 

Indonesia disebutkan memiliki kebijakan yang dapat menghambat perdagangan digital dan elektronik, yang berpotensi memengaruhi perusahaan-perusahaan AS. 

Salah satunya terkait implementasi QRIS dan GPN yang menimbulkan kekhawatiran perusahaan penyedia jasa pembayaran dan bank asal AS karena memaksa penggunaan sistem dalam negeri dan mengecualikan opsi lintas batas, sehingga dinilai dapat menciptakan hambatan pasar.

Kekhawatiran ini ditimbulkan karena Bank Indonesia (BI) mewajibkan semua transaksi debit dan kredit ritel domestik diproses melalui lembaga switching GPN yang berlokasi di Indonesia dan berlisensi oleh BI. 

Aturan soal GPN ini sesuai dengan Peraturan BI Nomor 19/08/2017. 

Peraturan tersebut juga memberlakukan pembatasan ekuitas asing sebesar 20 persen pada perusahaan yang ingin memperoleh lisensi switching untuk berpartisipasi dalam GPN serta melarang penyediaan layanan pembayaran elektronik lintas batas untuk transaksi kartu debit dan kredit ritel domestik. 

Kemudian, dalam Peraturan BI Nomor 19/10/PADG/2017, perusahaan asing yang ingin ikut mengelola transaksi pembayaran dalam negeri di Indonesia tidak bisa beroperasi sendiri. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved