Anak Petani Cabai Gagal Masuk Madrasah karena Uang, Akademisi UIN: Ini Ironi yang Menyakitkan

Lembaga pendidikan seperti sekolah, madrasah, dan pesantren semestinya tidak membebani orang tua dengan biaya pembangunan atau uang masuk yang tinggi

Editor: Yocerizal
Tangkap Layar Youtube SERAMBINEWS
Akademisi UIN Ar-Raniry, Dr Teuku Zulkhairi, MA. 

SERAMBINEWS.COM - Curhat pilu petani cabai Gampong Rukoh, Banda Aceh, yang gagal menyekolahkan anaknya ke Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) karena tidak mampu membayar uang masuk, memantik reaksi dari berbagai kalangan.

Salah satunya datang dari akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Dr. Teuku Zulkhairi.

Menurut Zulkhairi, lembaga pendidikan seperti sekolah, madrasah, dan pesantren semestinya tidak membebani orang tua dengan biaya pembangunan atau uang masuk yang tinggi.

Terutama jika lembaga tersebut telah memperoleh bantuan fisik dari pemerintah, baik melalui pokok-pokok pikiran (pokir) anggota legislatif, eksekutif daerah, maupun bantuan pusat.

"Baik sekolah, madrasah maupun pesantren yang telah mendapatkan bantuan pembangunan dari pokir dewan, dari eksekutif, atau dari pusat,"

"Seharusnya tidak lagi membebankan orang tua siswa atau santri dengan biaya pembangunan atau uang masuk," tegas Dr. Zulkhairi, dalam rilisnya Senin (12/5/2025).

Ia menyampaikan keprihatinan terhadap nasib anak-anak Aceh dari keluarga kurang mampu yang terancam gagal mengakses pendidikan jenjang dasar hanya karena masalah biaya.

Baca juga: Kondisi Kesehatan Terus Menurun Ibunda Bupati Aceh Timur Dirujuk ke RSUZA Banda Aceh

Baca juga: Cerita Haru Paula Verhoeven Pasca Diceraikan Baim Wong

“Kasihan orang tua yang tidak mampu. Kasihan anak-anak Aceh jika gagal mendapatkan pendidikan terbaik hanya karena tingginya biaya pembangunan atau uang masuk,"

"Ini ironi yang menyakitkan,” ujarnya.

Zulkhairi juga mempertanyakan manfaat nyata dari proyek pembangunan lembaga pendidikan yang bersumber dari dana publik, jika ternyata masyarakat tetap harus membayar mahal untuk bisa mengakses lembaga tersebut.

"Apa juga untungnya masyarakat Aceh dengan suatu pembangunan yang berasal dari pokir dewan, eksekutif Aceh, atau bantuan dari pusat, jika mereka masih harus mengeluarkan biaya besar untuk uang pembangunan," kritiknya.

Ia menegaskan bahwa akses pendidikan, khususnya di jenjang dasar, adalah amanat konstitusi yang harus dijamin oleh Negara. 

Dalam konteks Aceh, sambungnya, hal ini juga menjadi bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat Aceh dalam kerangka kekhususan daerah.

Dr. Zulkhairi menyarankan agar pemerintah segera mengevaluasi ulang segala bentuk yang pembangunan atau uang masuk yang membebani orang tua.

Baca juga: PEMA Targetkan Kelola 100 Ribu Hektare Hutan Aceh Jadi Sumber Karbon, Tersebar di 4 Daerah Ini

Baca juga: Bom Militer Buatan Rusia Ditemukan di Lhoknga Aceh Besar, Dimusnahkan Tim Jibom Gegana Polda Aceh

Terutama di lembaga pendidikan dasar yang sudah memperoleh bantuan dari APBN, APBA, maupun dana pokok pikiran (pokir) anggota dewan. 

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved