Opini

Saatnya Revolusi BPKS Sabang

Selama 25 tahun, BPKS seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi Aceh berbasis maritim dan perdagangan global.

Editor: mufti
For Serambinews.com
Muhammad Nur SH, Peneliti dan Direktur Forbina Aceh 

Muhammad Nur SH, Peneliti dan Direktur Forbina Aceh

SABANG adalah mutiara yang terlupakan. Kawasan ini punya sejarah kejayaan sejak zaman kolonial Belanda dengan berdirinya Kolen Station pada 1881 dan sempat menjadi pelabuhan bebas yang diperhitungkan di Asia. Namun, kini semua tinggal cerita. Harapan besar yang sempat dibangun kembali lewat Undang-Undang No. 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang justru tenggelam bersama kemandekan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS).

Selama 25 tahun, BPKS seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi Aceh berbasis maritim dan perdagangan global. Nyatanya, lembaga ini hanya berputar-putar di lingkaran birokrasi yang miskin visi. Ironisnya, pengurus BPKS lebih sibuk urusan jual beli lahan daripada memikirkan strategi dagang jangka panjang. Bahkan banyak pihak menilai, lembaga ini tak lebih dari tempat menampung sanak famili elite lokal, yang hidup dari gaji negara tanpa kontribusi nyata ke masyarakat.

Sabang dahulu adalah simbol kejayaan maritim Aceh. Dengan letak geografis yang strategis dan pelabuhan alami di Teluk Sabang, wilayah ini pernah menjadi simpul penting perdagangan internasional sejak masa kolonial. Namun hari ini, potensi besar itu seolah lenyap, terkubur di bawah manajemen Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) yang tidak visioner.

Didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2000, BPKS awalnya digagas untuk menghidupkan kembali denyut ekonomi Sabang sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Harapannya tinggi, visinya besar: menjadikan Sabang sebagai pusat perdagangan dunia. Tapi realitanya, lembaga ini seperti berjalan tanpa arah selama dua dekade terakhir.

Sebagai lembaga yang seharusnya mendorong sektor perdagangan, perikanan, pariwisata, dan pelabuhan, BPKS justru terjebak dalam praktik birokrasi yang tidak produktif. Terlalu banyak energi terbuang hanya untuk urusan administrasi dan penganggaran, tanpa hasil nyata yang bisa dirasakan oleh masyarakat Sabang maupun Aceh secara umum.

Lebih ironis lagi, sebagian besar pengurus BPKS disebut-sebut berasal dari kelompok sanak famili elite daerah. Hal ini memunculkan dugaan kuat bahwa BPKS telah mengalami politisasi dan nepotisme, yang justru melemahkan kapabilitas lembaga dalam menjalankan fungsinya secara profesional dan efektif.

Padahal, sejarah mencatat bahwa Sabang pernah menjadi Vrij Haven atau pelabuhan bebas internasional yang sangat maju pada akhir abad ke-19. Kejayaannya hanya runtuh karena Perang Dunia II dan pendudukan Jepang. Kini, saat dunia sudah kembali terhubung, Sabang justru tertinggal, bukan karena perang, tapi karena kelalaian.

Jika saja BPKS dijalankan oleh orang-orang yang memiliki pola pikir bisnis global, Sabang bisa menjadi penghubung dagang Aceh dengan dunia luar. Dengan lokasinya yang dekat dengan Selat Malaka—jalur perdagangan tersibuk di dunia—Sabang memiliki nilai strategis yang luar biasa.

Selat Malaka dilalui sekitar 94.000 hingga 100.000 kapal setiap tahun. Potensi ini seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menjadikan Sabang sebagai pelabuhan transit, logistic hub, hingga kawasan ekspor-impor unggulan Aceh. Tapi tanpa konsep dan strategi yang matang, peluang ini hanya menjadi angka statistik belaka.

Dengan letaknya yang sangat strategis di jalur tersibuk dunia—Selat Malaka—Sabang semestinya bisa menjadi pintu ekspor utama hasil bumi Aceh. Mulai dari komoditas pangan seperti gula, minyak goreng, telur, hingga kopi Gayo dari Aceh Tengah yang sudah terbukti memiliki nilai ekspor tinggi dan menopang kehidupan puluhan ribu petani. Tapi pertanyaannya: di mana peran BPKS dalam menyambungkan potensi ini ke pasar internasional? Di sisi lain, hasil bumi seperti kopi Gayo belum sepenuhnya didukung oleh infrastruktur ekspor yang memadai.

Kopi Gayo dari Aceh Tengah, dengan produksi 36.532 ton pada 2021 dan nilai ekspor mencapai Rp302 miliar, adalah contoh nyata bahwa potensi Aceh sangat besar. Namun, kopi ini belum menjangkau pasar global secara maksimal karena belum ada pusat logistik dan pasar ekspor yang terintegrasi di Sabang.

BPKS semestinya bisa memainkan peran penting dalam membangun infrastruktur ekspor untuk komoditas lokal, sekaligus membuka peluang pasar baru di luar negeri. Tapi kenyataannya, BPKS lebih sibuk mengurus jual beli lahan yang tak kunjung memberi dampak ekonomi jangka panjang.

Peluang Sabang begitu besar untuk menjadi hub logistik, pusat perdagangan bebas, sekaligus tujuan wisata dunia. Namun, tanpa manajemen profesional, Sabang akan terus jadi proyek gagal. Sudah waktunya pengurus BPKS diganti total dengan orang-orang yang punya mindset bisnis global, pengalaman marketing dunia, dan integritas tinggi. Sabang bukan tempat latihan birokrasi. Ini kawasan strategis yang harus dipimpin oleh orang yang bisa berpikir besar dan bertindak konkret.

Jika konservasi laut jadi alasan stagnasi pembangunan, advokasilah revisi kebijakan atau relokasi area pembangunan. Negara tak boleh kalah oleh birokrasi sendiri. Dan sudah cukup 20 tahun urusan beli lahan, fokuslah membangun infrastruktur berkelas dunia dan membuka pintu investasi internasional, bukan sekadar mengejar APBN demi gaji.

Langkah revolusioner

Sudah puluhan tahun BPKS aktif dalam kegiatan pembebasan lahan, namun pembangunan fisik yang menjanjikan tak kunjung terlihat. Sebaliknya, infrastruktur yang dibangun masih bertaraf kabupaten dan jauh dari standar pelabuhan internasional. Hal ini menunjukkan lemahnya visi pembangunan di tubuh lembaga tersebut. Jika pengelolaan Sabang terus seperti ini, maka wajar jika publik mempertanyakan ke mana dana APBN yang setiap tahun dikucurkan. Jangan sampai BPKS hanya menjadi tempat nyaman untuk menggaji pejabat, bukan institusi yang menciptakan nilai tambah bagi Aceh.

Perlu dilakukan reformasi total terhadap struktur kepengurusan BPKS. Mereka yang tidak memiliki latar belakang bisnis dan pemasaran global harus digantikan oleh profesional yang benar-benar memahami manajemen kawasan ekonomi khusus dan logistik internasional. Kepala BPKS ke depan harus memiliki rekam jejak di dunia usaha, terutama dalam ekspor-impor dan pemasaran internasional. Ia harus mampu membangun jejaring dengan pelaku ekonomi dunia dan membawa Sabang keluar dari tidur panjangnya.

Jika ada kendala seperti konservasi laut yang menghambat pembangunan, maka saatnya dilakukan advokasi kebijakan nasional untuk membuka ruang pengembangan. Jangan menjadikan konservasi sebagai tameng untuk menutupi ketidakmampuan manajerial. Sabang juga perlu dikembangkan sebagai kawasan wisata internasional yang terintegrasi dengan pusat perdagangan. Infrastruktur modern seperti pelabuhan kelas dunia, kawasan dagang bebas, dan sistem logistik digital harus segera dibangun.

Dengan begitu, Sabang bisa menjadi pusat kegiatan ekonomi baru di barat Indonesia, yang mampu menampung produk lokal, menciptakan lapangan kerja, serta menarik investasi dari dalam dan luar negeri. Tahun 2025 harus menjadi momentum pembaruan total bagi BPKS. Pemerintah pusat dan daerah harus berani bertindak tegas. Jangan biarkan lembaga ini menjadi fosil administratif yang hanya hidup dari anggaran, tapi matinya fungsi.

Sabang punya segalanya: sejarah, lokasi strategis, dan potensi alam. Yang belum dimiliki hanyalah manajemen yang benar-benar paham bagaimana membangun daerah dengan orientasi bisnis jangka panjang. Dan selama itu belum terwujud, maka BPKS akan terus menjadi kisah gagal dari sebuah harapan besar yang tak pernah ditepati.

Tahun 2025 harus menjadi titik balik. Pemerintah pusat dan pemilik BPKS—Gubernur Aceh, Walikota Sabang, dan Bupati Aceh Besar—harus berani mengambil langkah revolusioner. Jangan biarkan BPKS jadi beban negara dan penghambat kemajuan Aceh. Sabang harus hidup kembali, dan itu hanya bisa terjadi bila yang mengurusnya adalah mereka yang tahu cara berdagang, bukan sekadar tahu cara mencairkan anggaran. Kini saatnya merevolusi BPKS Sabang!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved