Opini
Hukum Waris ala Artificial Intelligence
Misalnya, beberapa waktu lalu, timbul pertanyaan yang tidak biasa di benak penulis: “Bagaimana ya, pendapat hukum yang akan diberikan AI jika dikonsul
Sering juga terjadi salah paham akibat informasi setengah-setengah. Ada yang mengira jika seseorang sudah diberi wasiat, maka ia tidak berhak menerima warisan.
Ada pula yang mengira warisan bisa dibagi sebelum utang pewaris diselesaikan. AI mungkin bisa menyebutkan aturan umum, tetapi ia tidak akan menjelaskan secara mendalam mana yang sesuai mazhab Syafi’i, Hanbali, atau praktik lokal yang berlaku di Aceh, misalnya.
Warisan dalam Islam adalah soal amanah. Kita tidak hanya membagi harta, tapi juga nilai, akhlak, dan rasa keadilan. Maka, jangan sampai teknologi yang kita pakai justru menjauhkan kita dari ruh syariah yang seharusnya menjaga keluarga tetap utuh dan penuh keberkahan.
Maka, kita perlu bijak. Bertanyalah kepada AI, tapi jangan berhenti di sana. Gunakan sebagai pintu masuk, bukan pintu keluar, apalagi menjadikan AI sebagai pengganti ulama atau penasihat keluarga. AI bukan mufti, bukan qadhi, bukan juga orang tua kita. Dalam soal warisan, yang kita bagi bukan hanya materi, tetapi juga tanggung jawab, kasih sayang, dan nilai-nilai hidup.
Di era digital ini, AI bisa menjadi sahabat belajar. Maka, gunakan AI dengan bijak—jadikan ia sebagai pelita awal untuk menuntun langkah, untuk belajar istilah, memahami struktur dasar, atau menyusun pertanyaan yang lebih spesifik sebelum mendatangi pakar hukum Islam. Namun langkah akhir yang vital tetaplah sandarkan keputusan akhir pada hati nurani, ilmu yang mendalam, dan hikmah para ulama.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.