Breaking News

Idul Adha 2025

Kapan Niat Kurban Mulai Bisa Dipanjatkan? Simak Waktunya Menurut Ustad Masrul Aidi

Menurut Ustad Masrul Aidi, kesalahan dalam hal niat kurban bisa membuat ibadah ini menjadi tidak tepat sasaran, yang berdampak pada pembagiannya.

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Amirullah
YouTube Serambinews
USTAD MASRUL AIDI - Pengasuh Ponpes Babul Maghfirah Aceh Besar, Ustaz Tgk M Masrul Aidi Lc saat menjadi narasumber dalam perbincangan di Studio Serambinews. Berikut penjelasan Ustad Masrul Aidi mengenai waktu dan ketentuan dalam memanjatkan niat ibadah kurban. 

SERAMBINEWS.COM - Kapan niat kurban mulai bisa dipanjatkan?

Pertanyaan seperti ini biasanya sering muncul menjelang Hari Raya Idul Adha 2025.

Sebab, pelaksanaan ibadah kurban dilakukan pada momen lebaran haji, tepatnya pada 10 Dzulhijjah dan beberapa hari setelahnya.

Diketahui, kurban (qurban) merupakan salah satu ibadah utama di bulan Dzulhijjah.

Umumnya, ibadah kurban dilakukan bertepatan dengan hari raya idul adha, yakni pada 10 Dzulhijjah.

Namun ritual ibadah ini juga bisa dilaksanakan pada hari-hari tasyrik, yaitu pada 11, 12, dan 13 dzulhijjah.

Seperti ibadah lainnya, saat kurban juga harus disertai dengan niat.

Bagi yang sudah sering melaksanakan ibadah kurban, mungkin sudah cukup memahami terkait ketentuan-ketentuan syariat yang harus dipenuhi oleh pelaksana kurban.

Termasuk waktu memanjatkan niat ibadah kurban.

Baca juga: Bolehkah Membagikan Daging Kurban ke Luar Desa Tempat Penyembelihan? Ini Penjelasan Ulama Aceh

Namun bagi yang belum pernah melaksanakan ibadah kurban sebelumnya dan baru bisa menunaikan di tahun ini, bukan hanya soal waktunya, tapi perlu juga memahami beberapa ketentuan dalam memanjatkan niat kurban.

Untuk mengetahui waktu dan ketentuan-ketentuan dalam memanjatkan niat kurban, simak ulasan dari ulama muda Aceh, Ustadz Masrul Aidi yang dirangkum Serambinews.com berikut.

Waktu niat kurban

Dalam artikel yang diterbitkan Serambinews.com 20 Juli 2020, Ustadz Masrul Aidi pernah menyampaikan beberapa hal terkait niat kurban.

Termasuk mengenai waktu pelaksana kurban memanjatkan niat kurban.

Ustad Masrul mengatakan, niat penyembelihan kurban boleh dilakukan pada saat hewan itu disembelih.

Baik itu penyembelihan yang dilakukan sendiri oleh pemilik kurban atau orang yang diwakilkan.

Disamping itu, niat juga boleh dilakukan pada saat penyerahan hewan kurban kepada panitia.

“Niat penyembelihan qurban boleh pada saat disembelih oleh pemiliknya atau orang yang diwakili, boleh pula pada saat penyerahan hewan qurban kepada panitia,” terang Ustaz Masrul sebagaimana dilansir dari Serambinews.com.

Baca juga: Ibadah Kurban Idul Adha sebagai Esensi Pengabdian Diri terhadap Perintah Allah SWT

Harus sebutkan 'Sunnah" pada niat kurban

Dalam persoalan niat kurban, pelaksana juga harus benar-benar memastikan agar tidak salah dalam pengucapannya.

Sebab, kesalahan dalam hal niat kurban bisa membuat ibadah ini menjadi tidak tepat sasaran, yang berdampak pada pembagiannya.

Menurut Ustad Masrul Aidi, dalam pengucapan niat kurban idul adha, harus menyebut "kurban sunnah".

Apabila tidak disebutkan kata ‘sunnah’ dalam niat, maka kurban tersebut akan menjadi kurban wajib.

"Jangan salah, 'qurban sunat (sunnah)'. Bila tak disebut sunat, akan menjadi qurban wajib yang haram dimakan oleh pemiliknya,” jelas alumnus Ulumul Hadits di Universitas Al-Azhar Angkatan 2005 tersebut.

Sebagai contoh, Ustaz Masrul memberikan seutas kalimat niat kurban.

“Contoh niat ‘ya Allah ini qurban sunat fulan bin fulin’,” sebutnya.

Sebagaimana yang pernah dipaparkan Ustad Masrul pada 2017 lalu, kurban terdiri dari dua jenis berdasarkan status hukumnya.

Yaitu kurban wajib dan kurban sunnah.

Adapun kurban menjadi wajib hukumnya disebabkan karena nazar.

Baca juga: Bagaimana Hukum Memakan Daging Kurban Idul Adha Sendiri, Bolehkah? Ini Penjelasan Ustaz Abdul Somad

"Seumpama nazar seorang yang memiliki seekor kambing misalnya. Ia mengatakan, ‘kambing ini adalah qurban.’ Ucapan demikian menjadikan kambing tersebut sebagai qurban yang wajib, dengan sebab adanya nazar.” terang Ustad Masrul, dikutip dari artikel Serambinews.com pada 25 Agustus 2017.

Sementara kurban yang hukumnya sunnah, adalah kurban yang bukan disebabkan adanya nazar.

"Lafalnya menjadi, '...kambing ini adalah kurban sunat...dst.” jelas pimpinan pesantren Babul Maghfirah, Cot Keueng, Aceh Besar tersebut.

Apabila status kurban wajib, lanjut Ustad Masrul, maka maka wajib atas hewan itu untuk disedekahkan seutuhnya.

Mulai dari kulit, tanduk, daging dan juga tulangnya.

Apabila pemilik atau ahli waris pemilik kurban memakan sedikit saja, maka wajib untuk digantikan dengan daging lain.

Daging yang diganti ini kemudian disedekahkan kepada fakir dan miskin.

"Dalam pembagian dari sembelihan hewan kurban sunat, adalah peruntukannya yang dibagi tiga.

"Sebagian besar disedekahkan, sebagian untuk hadiah kepada handai taulan untuk dimakan, dan sebagian kecil untuk dimakan sendiri,"

"Ini sedapat mungkin tidak lebih dari tiga suap saja untuk mengambil berkah,” kata ustad Masrul.

Baca juga: Mau Kurban Tapi Pakai Uang Hasil Utang, Apakah Kurbannya Sah? Simak Penjelasan Ustad Abdul Somad

Tidak dijual atau dijadikan ongkos panitia

Selain persoalan waktu dan niat, Ustaz Masrul juga menyampaikan persoalan lain yang harus diperhatikan oleh pelaksana kurban.

Kurban, ujar Ustaz Masrul, tidak boleh dijual atau dijadikan sebagai ongkos kepada panitia penyembelihan.

“Kulit dan bagian lain dari hewan kurban tidak boleh dijual, dan tidak boleh dijadikan ongkos panitia penyembelihan," jelasnya.

Apabila dilakukan juga, lanjutnya, maka kurban yang dilaksanakan tersebut menjadi batal.

Adapun untuk ongkos panitia disediakan dari sumber yang lain dari hewan kurban.

"Misalnya dari sisa harga pembelian hewan kurban,” pungkas ustad Masrul.

(Serambinews.com/Yeni Hardika)

BACA BERITA LAINNYA DI SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved