Berita Aceh Timur

Petani Aceh Timur Tuntut Pengembalian Tanah yang Dirampas Dua Perusahaan

menurut warga, lahan itu adalah milik masyarakat yang sempat diklaim dan dikuasai secara paksa oleh perusahaan tersebut saat Aceh masih dilanda konfl

Penulis: Maulidi Alfata | Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
SENGKETA LAHAN - Masyarakat saat memperlihatkan lahan masyarakat yang bersengketa dengan PT Dwi Kencana Semesta dan PT Bumi Flora kini dikuasai oleh PT Parama Agro Sejahtera, Rabu (4/6/2025). 

Laporan Maulidi Alfata | Aceh Timur

SERAMBINEWS.COM, IDI - Masyarakat Menuntut Keadilan (AMMK) bersama Komunitas Petani Aceh Timur melakukan aksi kunjungan ke sejumlah lahan sengketa yang diduga telah dirampas secara paksa oleh dua perusahaan besar, yakni PT Dwi Kencana Semesta dan PT Bumi Flora kini dikuasai oleh PT Parama Agro Sejahtera.

Dalam kunjungan ke lahan terlantar milik PT Dwi Kencana Semesta dengan HGU Nomor 98 dan 100, AMMK menemukan bahwa lahan tersebut telah dibiarkan terbengkalai selama masa konsesi berlangsung.

Padahal, menurut warga, lahan itu adalah milik masyarakat yang sempat diklaim dan dikuasai secara paksa oleh perusahaan tersebut saat Aceh masih dilanda konflik.

Kini, setelah puluhan tahun menanti, masyarakat kembali menggarap lahan tersebut. 

“Dulu kami dipaksa menyerahkan tanah saat konflik. Sekarang kami kembali karena ini hak kami yang sudah lama ditunggu,” ujar salah satu petani Zakaria.

Baca juga: Bupati Aceh TImur Al-Farlaky Mediasi Konflik Lahan Warga Seneubok Bayu dan PTPN I

Sementara itu, di lokasi lain, konflik juga terjadi di atas lahan seluas lebih dari 6.775 hektare milik PT Bumi Flora (HGU No. 144), yang saat ini dikelola oleh PT Parama Agro Sejahtera. 

Masyarakat telah menggarap lahan itu sejak 2012 dengan menanami berbagai jenis tanaman seperti durian, nangka, kopi robusta, jengkol, kelapa, hingga kayu jati super.

Para petani menyayangkan apabila mereka kembali diusir secara sepihak dari tanah yang telah mereka kelola dan rawat selama bertahun-tahun. 

Mereka menilai tindakan intimidasi dan ancaman kriminalisasi oleh perusahaan merupakan bentuk pelanggaran HAM yang harus segera dihentikan.

Ketua AMMK, Muda Wali, menyampaikan bahwa pemanggilan warga oleh pihak perusahaan sejauh ini hanya bersifat lisan dan tidak disertai dokumen resmi. 

Baca juga: Prostitusi Tumbuh Pesat dan Jadi ‘Lahan Basah’ di IKN: Tarif Mulai Rp400 Ribu, Full Servis Bisa Nego

Hal ini dinilai tidak mencerminkan profesionalisme perusahaan dalam menyelesaikan konflik agraria. 

“Kami meminta perusahaan menyurati secara resmi jika ingin berdialog. Tanpa surat resmi, kami anggap itu bukan atas nama perusahaan,” tegasnya.

Masyarakat mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Pusat untuk segera turun tangan menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun ini. 

Mereka meminta Bupati Aceh Timur menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan sengketa lahan secara adil dan bijaksana.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved