Kupi Beungoh

Kolaborasi Aceh-Sumut Menuju Indonesia Emas - Refleksi Hari Kewirausahaan Nasional 2025

Dimasa pandemi, entitas pelaku usaha yang berbeda kelompok bisnis bahkan berbeda asal daerah ternyata bisa bersatu.

Editor: Zaenal
dok pribadi
M. Fauzan Febriansyah, Ketua Indonesia Islamic Youth Economic Forum (ISYEF) Provinsi Aceh, Pengurus BPC HIPMI Kota Medan periode 2020-2023, Pendiri MFF Syndicate (Kelompok Kajian Kebijakan Publik). 

Sebagai individu yang memiliki akar dan jaringan di kedua wilayah, saya melihat potensi besar dalam kolaborasi antara pengusaha muda Aceh-Sumut.  Aceh dengan semangat wirausahanya yang gigih dan Sumut dengan infrastruktur serta pertumbuhan ekonominya yang pesat dapat saling melengkapi.

 

Oleh: M. Fauzan Febriansyah*)

SETUMPUK tantangan pertumbuhan ekonomi masih menggelayut. 

Tapi di balik itu ada denyut yang tak kasat mata namun terasa: semangat berwirausaha yang menghidupkan nadi bangsa. 

Hari Kewirausahaan Nasional yang diperingati pada tanggal 10 Juni bukan sekadar peringatan. 

Melainkan refleksi atas perjalanan panjang dan upaya kolektif dalam membangun ekosistem yang mendukung para pelaku usaha.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,03 persen pada tahun 2024, sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya. 

Namun, target ambisius pemerintah untuk mencapai pertumbuhan 8 persen masih menjadi tantangan. 

Terutama di tengah ketidakpastian global dan perlambatan investasi.

Demi mendorong peningkatan kewirausahaan secara nasional, pemerintah kemudian mengeluarkan sejumlah paket kebijakan yang diyakini menjadi solusi utama mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Pemerintah terus berupaya meningkatkan rasio kewirausahaan nasional, demi menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan, mendorong inovasi, dan meningkatkan daya saing ekonomi.

Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengembangan Kewirausahaan Nasional 2021–2024, yang bertujuan meningkatkan rasio kewirausahaan Indonesia menjadi 4 persen pada tahun 2024. 

Langkah ini mencerminkan keseriusan dalam menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan wirausaha.

Kebijakan desentralisasi ekonomi dalam otonomi daerah telah membuka peluang bagi tiap daerah di Indonesia--untuk menjadi mesin penggerak bagi pertumbuhan ekonomi nasional. 

Dalam konteks Sumatera, khususnya Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) kolaborasi antarwilayah menjadi strategi yang menjanjikan. 

Aceh dengan semangat wirausahanya dan Sumut dengan infrastruktur ekonominya dapat saling melengkapi. 

Gagasan model kolaborasi ekonomi antarwilayah dapat kita temukan dalam buah pikir begawan ekonomi Indonesia Prof. Sumitro Djojohadikusumo. 

Dari bukunya “Perkembangan Pemikiran Ekonomi” dan "Sistem Ekonomi Pancasila", Prof. Sumitro mengupas tentang bagaimana ekonomi lokal dapat menjadi pondasi penting bagi pembangunan ekonomi nasional. 

Sinergi ini mencerminkan pendekatan “Sumitronomics”--istilah yang kini dipakai untuk rangkuman gagasannya, di mana kekuatan ekonomi lokal dioptimalkan untuk pertumbuhan regional yang berkelanjutan.

Kolaborasi Aceh-Sumut: Menyatukan Kekuatan

Pada bulan Juni tahun 2021, ketika pandemi covid-19 masih naik turun menghantui. 

Saya bersama lembaga Indonesia Islamic Youth Economic Forum (ISYEF) yang merupakan badan otonom dibawah Dewan Masjid Indonesia (DMI), melakukan roadshow Generasi Ekonomi Syariah se-Sumatera. 

Pertemuan demi pertemuan dilakukan di sejumlah kota. 

Tujuannya untuk  berkolaborasi, melakukan sinergisasi dan mencari formulasi kebijakan bersama multi-stakeholders, agar para pelaku usaha bisa bertahan di masa pandemi dan bisa bangkit pascapandemi.

Dalam satu forum di kota Medan yang difasilitasi oleh Palacheta Subianto, Ketua umum BPC Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Medan, saya bertemu dengan sejumlah asosiasi pengusaha, komunitas UMKM, perwakilan pemerintah dan BEM Universitas. 

Pertemuan itu berlangsung guyub dan melahirkan rekomendasi yang inspiratif. 

Bahwa di masa pandemi, untuk bisa survive--para pelaku usaha harus mencari banyak kesamaan, dan melupakan perbedaan. 

Saling menguatkan, berkolaborasi dan bersinergi dengan semua sektor untuk memberi dampak baik bagi semua. 

Dari pertemuan yang berkesan itu, saya kemudian bergabung menjadi pengurus BPC HIPMI Kota Medan yang disambut dengan tangan terbuka.

Dimasa pandemi, entitas pelaku usaha yang berbeda kelompok bisnis bahkan berbeda asal daerah ternyata bisa bersatu. 

Pertanyaannya, kenapa pascapandemi kita--sebagai para pelaku usaha tidak menengok kembali kenyataan sejarah dan mulai berkolaborasi kembali? 

Barangkali, sebelum melangkah bersama lagi, kita perlu melihat data dan fakta ekonomi yang terkini.

Persoalan kemiskinan di Aceh masih membelit. 

Sekalipun dari data BPS tahun 2024 Provinsi Aceh berhasil  menurunkan angka kemiskinan tertinggi di Sumatera, dari 14,23 persen pada Maret 2024 menjadi 12,6 persen pada September--turun sebesar 1,59 poin. 

Sementara Sumut pada tahun 2024 menumpas kemiskinannya dari 7,99 persen ke 7,19 persen dalam enam bulan, penurunan terbesar dalam 4 tahun. 

Dari Data Index Pembangunan Manusia (IPM) Aceh di kisaran 72 poin, sedikit di bawah rata-rata nasional dan tertinggal dibanding Sumut 75,8  poin pada 2023. 

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, menurut data Bappenas, Aceh mendayung dengan ritme stabil: 4,6 persen pada kuartal 2 tahun 2024, dengan tingkat inflasi 3,09 persen. 

Namun Sumut berjalan lebih cepat; ekonomi tumbuh 5,2 persen pada kuartal 3 tahun 2024, didampingi inflasi terkendali 1,4 persen.

Saat ini UMP Aceh 2025 sebesar Rp 3,6 juta, lebih tinggi dibandingkan Sumut Rp 2,9 juta. 

Namun kualitas hidup, pendidikan, kesehatan, pendapatan di Aceh belum merata. 

Aceh memanjakan tenaga kerja dengan gaji besar, tetapi tidak mampu memaksimalkan nilai produksi dari pekerjaannya.

Ekonomi Aceh masih bersandar pada sawah dan laut. 

Hampir 31 persen PDRB-nya disumbang dari pertanian, kehutanan, dan perikanan. 

Itu angka yang indah di atas kertas. 

Seolah menunjukkan keberlimpahan. 

Tapi saat dicermati lebih dalam, itulah juga penanda stagnasi.

Sementara di Sumut, hanya 23,6 persen ekonominya bergantung pada agraria. 

Sisanya, ia berlari cepat dalam mesin-mesin industri, logistik, dan pergudangan.

Di Aceh, semangat wirausaha tetap berkobar meski menghadapi berbagai tantangan. 

Menurut data Dinas Koperasi dan UKM Aceh, hingga akhir 2024, jumlah UMKM di provinsi Aceh mencapai 424.850 unit. 

Sedangkan di Sumut menurut data terbaru dari Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumut, jumlah pelaku UMKM di Sumut per tahun 2024 mencapai 1.168.918 usaha. 

Namun, pelaku UMKM Aceh masih dihadapkan pada keterbatasan akses permodalan, rendahnya literasi digital, dan infrastruktur logistik yang belum merata.  

Berita utama ekonomi Aceh hari ini adalah cerita tentang uang Aceh yang tidak beredar dan berputar di Aceh. 

Data Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Aceh 2024 memperlihatkan, masyarakat Aceh tiap tahun belanja telur ayam dan ayam potong ke Sumut, dengan nominal fantastis! nilainya bisa mencapai Rp2,6 trilliun per tahun. 

Kemudian Data Bank Indonesia Provinsi Aceh terbaru di Juni 2025 mengungkapkan bahwa 40 persen uang di Aceh mengalir ke luar daerah. 

Dari sejumlah data, fakta dan tantangan ekonomi Aceh-Sumut diatas; ada irisan nyata antara 4,66 persen pertumbuhan Aceh dan 5,2 persen Sumut yang bisa dijembatani oleh kolaborasi strategis. 

Perlu pendekatan ekonomi yang lebih adil untuk Aceh. 

Kolaborasi dan formulasi kebijakan baru bisa memberikan kemenangan ekonomi bagi kedua daerah.

Aceh menawarkan potensi agribisnis dan budaya, sementara Sumut menyediakan pasar, infrastruktur, dan kapasitas digital. 

Sinergi ini tidak hanya akan menguntungkan secara ekonomi, tapi juga memperkuat integrasi regional, mendorong kemajuan berkelanjutan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat di kedua daerah di ujung Pulau Sumatera.

Secara khusus, Aceh harus memperkuat struktur ekonomi lokal, mendorong terus tumbuh dan kuatnya UMKM hingga meningkatkan aktivitas industri. 

Ini bisa terwujud dengan kolaborasi strategis dan berkelanjutan oleh pelaku usaha Aceh-Sumut dengan dukungan solid dan terukur kedua pemerintah daerah.

Manfaatkan Momentum

Sebagai individu yang memiliki akar dan jaringan di kedua wilayah, saya melihat potensi besar dalam kolaborasi antara pengusaha muda Aceh-Sumut. 

Aceh dengan semangat wirausahanya yang gigih dan Sumut dengan infrastruktur serta pertumbuhan ekonominya yang pesat dapat saling melengkapi.

Ditambah lagi saat ini sejumlah menteri Kabinet Merah Putih yang berasal dari Aceh dan Sumut, duduk pada posisi yang strategis untuk mendukung ekosistem kewirausahaan. 

Sebut saja Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya (Aceh), lalu duet Menteri Dan Wakil Menteri Kementerian Komunikasi & Digital (Komdigi), Meutya Hafid (Sumut) dan Nezar Patria (Aceh). 

Kemudian Menteri Luar Negeri Sugiono (Aceh).

Ditambah jajaran para menteri dan wakil menteri dari Sumut; Maruarar Sirait, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman; Otto Hasibuan, Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan; Romo HR Muhammad Syafii, Wakil Menteri Agama, dan Prof. Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi.

Dari dunia usaha ada Ketua Umum BPP HIPMI saat ini, Akbar Buchari, putera Aceh yang sebelumnya pernah memimpin HIPMI Sumut. 

Teranyar, Ketua Kadin Sumut Firsal Dida Mutyara, yang juga berdarah Aceh baru saja diangkat menjadi Komisaris Utama Bank Sumut. 

Belum lagi ratusan diaspora Aceh-Sumut lainnya yang berada di sejumlah posisi strategis, baik di BUMN maupun swasta nasional & multinasional.

Menghidupkan ekosistem bisnis membutuhkan koneksi dan jaringan. 

Menjemputnya lewat dukungan dan hubungan emosional sangatlah penting. 

Aceh dan Sumut membutuhkan investor-investor lokal hingga multinasional. 

Jaringan dan pintu ke sana bisa dibuka dan terbuka oleh para pemangku kebijakan yang ada di Jakarta saat ini.

Optimisme untuk Tumbuh Bersama

Hari Kewirausahaan Nasional yang juga hari ulang tahun HIPMI menghadirkan refleksi, bahwa di balik setiap tantangan terdapat peluang. 

Dengan dukungan kebijakan yang tepat, kolaborasi antarwilayah, dan semangat pantang menyerah, Indonesia dapat membangun ekosistem kewirausahaan yang kuat dan inklusif.

Hari ini adalah momentum untuk merefleksikan dan merencanakan langkah ke depan. 

Dengan semangat kolaborasi dan sinergi antara Aceh-Sumut, kita dapat membangun masa depan yang lebih cerah, menjadikan kewirausahaan sebagai pilar utama pembangunan bangsa.

Sebagaimana semangat HIPMI yang terus menyala sejak kelahirannya; mari kita terus menyalakan api kewirausahaan, membangun jembatan kolaborasi, dan menciptakan perubahan positif menuju Indonesia emas 2045.

 

*) PENULIS adalah Ketua Indonesia Islamic Youth Economic Forum (ISYEF) Provinsi Aceh, Pengurus BPC HIPMI Kota Medan periode 2020-2023, Pendiri MFF Syndicate (Kelompok Kajian Kebijakan Publik)

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved