Kupi Beungoh
Jakarta Jangan Pancing Amarah Rakyat Aceh
Pemerintah Indonesia melalui Kemendagri justru kembali melukai Aceh lewat keputusan yang menyerahkan empat pulau di Aceh Singkil kepada Sumatera Utara
Jika ini tidak dilakukan, maka benar-benar mencoreng semangat memperingati 20 tahun Perdamaian Aceh pada 15 Agustus 2025 mendatang.
Ini menjadi pengkhianatan terbuka Jakarta kepada Aceh tanpa belajar dari sejarah perlawanan di masa lalu.
Rakyat Aceh benar-benar kecewa dan tidak percaya lagi kepada Pemerintah Pusat.
Benih-benih permusuhan dan kebencian kepada Jakarta akan tumbuh lagi hingga menemukan momentum yang tepat lewat perlawanan bersenjata.
Tak ada yang dapat menjamin perlawanan di masa depan tidak terulang bila Jakarta kembali mengkhianati Aceh.
Sengketa Pulau Aceh dengan Sumut
Sengketa kepemilikan empat pulau kecil antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, yaitu Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang, telah menjadi isu yang cukup panas dan berlangsung sejak tahun 2008.
Pemerintah Aceh bersikukuh bahwa keempat pulau tersebut secara historis dan de jure adalah bagian dari wilayah Aceh, khususnya Aceh Singkil.
Mereka merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 yang mengatur batas wilayah Aceh, serta Perjanjian Helsinki antara Indonesia dengan GAM, yang diyakini Jusuf Kalla juga mencakup keempat pulau ini sebagai bagian dari Aceh.
Bahkan, ada klaim dari ahli waris yang menunjukkan kepemilikan berdasarkan surat keputusan dari tahun 1965.
Pihak Sumatera Utara memiliki dalil dari hasil verifikasi dan analisis spasial yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada tahun 2017, yang kemudian menetapkan empat pulau tersebut masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Kemendagri juga menyebutkan bahwa lokasi pulau-pulau tersebut lebih dekat ke Sumut.
Baca juga: Jusuf Kalla soal Sengketa Pulau Aceh-Sumut: Jangan Ulangi Luka Lama, Rakyat Bisa Tak Percaya Pusat
Sengketa ini bukanlah hal baru. Prosesnya telah berlangsung sangat panjang, bahkan sejak tahun 1928, dan telah melibatkan banyak pihak serta instansi.
Rapat-rapat fasilitasi sudah berkali-kali dilakukan oleh berbagai kementerian dan lembaga, namun belum ada kesepakatan yang final.
Bagi Aceh, polemik ini bukan sekadar masalah wilayah, melainkan menyangkut harga diri dan martabat.
Jusuf Kalla bahkan menegaskan bahwa sengketa ini berisiko mengembalikan titik nol kepercayaan masyarakat Aceh terhadap pemerintah pusat jika tidak diselesaikan dengan baik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.