Breaking News

Sengketa Pulau Aceh Sumut

BEM Unimal Lhokseumawe Sebut 4 Pulau Milik Aceh, Antara Fakta, Sejarah, dan Keadilan Administratif

BEM Unimal Lhokseumawe Sebut 4 Pulau Milik Aceh, Antara Fakta, Sejarah, dan Keadilan Administratif

Penulis: Zaki Mubarak | Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Ramazani Akbar 

Pendekatan yang hanya mengandalkan teknologi peta tanpa menyentuh kedalaman identitas kolektif masyarakat berisiko menciptakan alienasi, bahkan resistensi sosial.

Pandangan ini selaras dengan pendekatan sosiologi hukum yang menekankan pentingnya legitimasi sosial dalam setiap kebijakan hukum. 

Seorang tokoh penting, Prof. Satjipto Rahardjo, sering menekankan bahwa hukum harus bekerja untuk manusia, bukan manusia untuk hukum," terangnya.

Dilanjutkannya, ketika masyarakat merasa hukum berjalan tanpa mempertimbangkan hak dan sejarah mereka, maka hukum akan kehilangan aspek keadilannya.

Dalam konteks politik kewilayahan, sengketa ini menjadi uji lakmus sejauh mana pusat menghargai otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Aceh memiliki status kekhususan yang tidak dimiliki provinsi lain, sebagaimana tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. 

Pasal 8 UU tersebut secara tegas memberikan kewenangan kepada Pemerintah Aceh dalam mengatur urusan kewilayahan. 

"Maka menjadi anomali ketika keputusan sebesar ini lahir tanpa melibatkan secara penuh subjek hukum yang memiliki kedudukan khusus secara konstitusional.

Keputusan yang bersifat sentralistik dan sepihak atas wilayah yang secara historis dan emosional menjadi bagian dari Aceh dapat berujung pada retaknya rasa memiliki terhadap negara itu sendiri. 

Negara bukan semata entitas birokratis, ia adalah kesepakatan emosional yang hidup dan dijaga bersama," tambahnya.

Kemudian, sambungnya, rencana Kemendagri untuk melakukan kaji ulang dengan mempertemukan Gubernur Aceh dan Sumatera Utara pada pertengahan Juni 2025 nanti menjadi peluang krusial. 

Baca juga: Selesaikan Polemik Kepemilikan Pulau, Gubernur Aceh Diminta Temui Presiden Prabowo

Namun mediasi ini harus lebih dari sekadar seremoni politik. Ia harus menjadi arena pertukaran data, sejarah, dan komitmen kebangsaan. 

Keputusan akhir yang adil bukanlah yang hanya sah secara administratif, tetapi juga sah secara moral dan historis.

"Tugas negara hari ini adalah memulihkan kepercayaan publik, merawat keadilan spasial, dan menegaskan bahwa integrasi Indonesia dibangun atas dasar partisipasi dan pengakuan, bukan dominasi. 

Empat pulau ini adalah cermin bagaimana negara memperlakukan ruang hidup masyarakatnya. 

Apakah sebagai objek yang bisa dipindahkan sesuka kehendak, atau sebagai subjek yang dihormati dalam martabatnya," tuturnya.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved