Opini

Pentingnya Memahami Kesehatan Mental

Pentingnya dukungan keluarga dan lingkungan sosial sangat besar dalam mencegah risiko bunuh diri pada individu yang mengalami depresi. Untuk itu, rasa

Editor: mufti
IST
Hayail Umroh SPsi MSi, Dosen Psikologi Keluarga dan Duta Kesehatan Mental Dandiah 

Hayail Umroh SPsi MSi, Dosen Psikologi Keluarga dan Duta Kesehatan Mental Dandiah

PERSENTASE kasus bunuh diri bervariasi berdasarkan penelitian. Namun secara umum, lebih dari 50 persen kasus bunuh diri terjadi pada individu yang mengalami depresi. WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) menyebutkan bahwa lebih dari 700.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun, dan depresi menjadi salah satu faktor risiko utama. Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan kesehatan mental yang serius dan tidak bisa dianggap sebagai sekadar kesedihan biasa. Pentingnya dukungan keluarga dan lingkungan sosial sangat besar dalam mencegah risiko bunuh diri pada individu yang mengalami depresi. Untuk itu, rasanya setiap orang “wajib” memiliki ilmu tentang depresi dan kesehatan mental.

Dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan sering kali hanya dipahami sebatas kondisi fisik, sementara kesehatan mental kerap diabaikan atau bahkan dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan. Padahal, kesehatan mental memiliki peran yang tak kalah penting dalam menentukan kualitas hidup seseorang. Gangguan mental seperti stres, kecemasan, dan depresi bukan hanya persoalan individu, tetapi juga memiliki dampak luas terhadap keluarga, lingkungan kerja, hingga kehidupan sosial masyarakat.

Sayangnya, masih banyak kesalahpahaman yang berkembang di tengah masyarakat, seperti anggapan bahwa gangguan mental terjadi karena kurangnya iman atau hanya disebabkan oleh kelemahan pribadi. Stigma ini membuat banyak individu enggan mencari bantuan, sehingga masalah yang mereka hadapi semakin memburuk.

Padahal, kesehatan mental merupakan aspek yang kompleks, ia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti biologis, psikologis, sosial, dan juga tidak hanya spiritual. 

Masyarakat diharapkan lebih terbuka dalam memahami dan menangani berbagai tantangan psikologis, dan hal ini baik jika dimulai dari lingkungan keluarga, sebab keluarga memiliki peran sentral dalam menjaga dan mendukung kesehatan mental setiap anggotanya.

Sebagai lingkungan pertama tempat individu tumbuh dan berkembang, keluarga dapat menjadi sumber kekuatan sekaligus faktor risiko bagi kesehatan mental. Pola komunikasi yang terbuka, dukungan emosional yang konsisten, serta pengasuhan yang penuh kasih sayang akan membantu membangun ketahanan psikologis pada anak dan anggota keluarga lainnya.

Sebaliknya, lingkungan keluarga yang dipenuhi tekanan, kurangnya perhatian dan konflik, dapat meningkatkan risiko stres, kecemasan, bahkan depresi. Dalam banyak kasus, gangguan mental sering kali tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan berkembang akibat akumulasi pengalaman buruk yang diterima seseorang sejak kecil.

Membangun kesadaran tentang kesehatan mental dalam keluarga dapat dimulai dengan menciptakan lingkungan yang aman secara emosional, di mana setiap anggota merasa nyaman untuk berbicara dan didengar tanpa takut dihakimi. Orang tua perlu memahami pentingnya empati dalam merespons perasaan anggota keluarga lainnya, serta menyediakan waktu berkualitas untuk memperkuat hubungan emosional. Selain itu, nilai-nilai spiritual juga dapat menjadi landasan yang menenangkan, bukan sebagai alat untuk menyudutkan. Tetapi sebagai sumber kekuatan dan harapan dalam menghadapi tantangan psikologis.

Dampak tidak peduli

Ketidakpedulian akan pentingnya kesehatan mental dapat menimbulkan berbagai masalah pada diri seseorang, seperti meningkatnya gangguan mental seperti stres dan kecemasan yang berakibat depresi. Dengan pemahaman yang tidak memadai tentang kesehatan mental, seseorang akan menganggap kondisinya sebagai hal yang wajar, sampai pada titik tertentu ia merasa kelelahan dengan semua stres kecemasan, kesedihan atau rasa malu yang dimiliki.

Cepat merasa kehilangan motivasi atas semua hal, sulit berkonsentrasi, memiliki gangguan tidur, juga kehilangan minat pada aktfitas sehari-harinya. Hal ini juga mengganggu kesehatan fisik, seperti adanya gangguan pencernaan, tekanan darah tinggi, sakit kepala kronis, penyakit jantung bahkan kanker. Hubungan kekeluargaan pun menjadi tidak harmonis dan dapat menyebabkan kesalahpahaman.

Anggota keluarga yang mengalami depresi mungkin dianggap hanya malas atau kurang bersyukur, kurang beribadah, jauh dari Allah. Terlebih jika orang tua tidak memiliki ilmu tentang mengelola emosi yang merupakan aspek penting dalam mengasuh, ia akan memberikan pola pengasuhan yang tidak sehat, menjadi terlalu menyudutkan dan kasar secara emosional. Semua ini dapat menurunkan kualitas hidup seseorang. Terlebih jika hidup dirasa makin berat kemudian berputus asa, maka risiko untuk mengakhiri hidup sangat tinggi.

Banyak orang yang berpendapat bahwa orang depresi itu karena kurang iman. Pernyataan ini sejatinya terlalu menyederhanakan masalah dan dapat memperburuk kondisi orang yang sedang mengalami depresi. Depresi adalah gangguan klinis, bukan sekadar masalah keimanan. Depresi adalah gangguan mental yang kompleks yang melibatkan faktor biologis, psikologis, sosial, spiritual dan lingkungan. Penyebabnya bisa beragam, seperti Ketidakseimbangan hormon di otak (oksitosin, dan dopamine), trauma, stres berat, tekanan sosial, atau faktor genetik. Orang yang beriman pun bisa mengalami “mental breakdown”, sebagaimana mereka bisa terkena penyakit fisik seperti diabetes atau hipertensi.

Dalam sejarah Islam, banyak orang saleh mengalami kesedihan mendalam, sementara mereka orang yang dekat dengan Allah. Seperti Nabi Ya’qub AS yang bersedih luar biasa ketika kehilangan Nabi Yusuf AS, sampai matanya menjadi putih (buta) karena menangis. (QS. Yusuf: 84). Nabi Muhammad SAW mengalami tahun penuh kesedihan (Aamul Huzn) setelah kehilangan istrinya, Khadijah, dan pamannya, Abu Thalib. Hal ini menunjukkan bahwa kesedihan mendalam bukan tanda kurang iman, melainkan bagian dari fitrah manusia.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved