Feature
Safrizal ZA Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, 4 Pulau Harus Dikelola dengan Baik
Putra kelahiran Aceh itu sudah berupaya mengawal persoalan kepemilikan empat pulau tersebut sejak menduduki jabatan Dirjen
Setiap tahun, dulu pertama kalinya diusulkan oleh pemerintah seperti Pulau Lipan, Pulau Panjang ini, kan ini diawali dari klarifikasi tahun 2008. Kita kan bukan pelaku sejarah tahun 2008. Waktu itu saya sudah di Kemendagri, tapi bagian lain. Tugasnya waktu itu menyiapkan UUPA, Perpres, PP untuk Aceh juga. Tapi bukan soal administrasi.
Nah ketika 2008 itu, klarifikasi karena ada perpres dari Pak Presiden SBY waktu itu, 2006. Ada perpres namanya Pembakuan Nama Rupa Bumi seluruh Indonesia. Jadi bergiliran dilakukan karena dibentuk beberapa tim, mungkin sekali jalan empat atau lima provinsi. Banyak sekali pulau. Tugasnya membakukan Nama Rupa Bumi dan menghitung jumlah dengan klarifikasi provinsi.
Dari historis bacaan sejarah yang kita baca, Aceh menyetor atau membakukan 260 pulau. Sumatera Utara 213. Angka 213 ini termasuk yang empat pulau ini. Yang 260 tidak termasuk pulau ini dan kita belum tahu waktu itu. Kita juga baca dari historis dan dokumen.
Kemudian kita baca lagi, 2009 ada koreksi. Waktu itu gubernurnya pak Irwandi Yusuf kirim surat ada koreksi. Pulau Panjang tetap Pulau Panjang, Pulau Malelo jadi Pulau Lipan, Rangit Kecil jadi Mangkir Kecil, dan Rangit Besar menjadi Mangkir Besar. Sayangnya suratnya, koordinatnya masih di gugusan Pulau Banyak. Bukan yang kita bicarakan sekarang. Jadi diterima oleh tim pusat sebagai perubahan nama, karena koordinatnya masih di gugusan Pulau Banyak. Gugusan Pulau Banyak itu besar, mungkin sekitar 60 sampai 80 pulau. Ada kecamatan sendiri di situ.
Lalu itu lama berlangsungnya. Karena posisinya di sana, di gugusan Pulau Banyak, bukan yang di sini. Lalu 2012, tim pembakuan rupa bumi BIG dan Kemendagri (kembali mendata) — karena kita adalah member dari PBB yang namanya United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN) — jadi tugas negara-negara itu adalah men-submit, menyampaikan struktur dan susunan nama pulau kita, beserta koordinat dan wilayah administrasinya. Nah, pada waktu itu, karena data 2009 seperti itu, maka tercatat sebagai Sumatera Utara.
Nah ini yang ramai sekarang, katanya Pak Safrizal dari dulu menyatakan (milik Sumut). Bukan, saya mengatakan, tapi memang tercatat sebagai Sumatera Utara, itu 2012. Kemudian diulang lagi di 2017. Waktu itu belum heboh. Tapi dokumennya begitu adanya. Waktu itu saya belum ada di situ, belum jadi dirjen, masih Direktur Otsus.
Lalu di 2018, Aceh bersurat lagi — yang tanda tangan Pak Nova — menyampaikan koreksi lagi, koreksi koordinat. Pulau yang tadi sudah diubah namanya, koordinatnya kemudian diperbaiki ke yang sekarang ini. Nah waktu itu tidak ada keputusan, kalau 2008, 2009, kompilasi jumlah pulau itu 260 (Aceh) dan 213 (Sumut). Kalau ini ditambahkan koordinat baru yang di Pulau Banyak, kan masih ada empat. Jadi kalau ditambah jadi 264. Artinya sudah di luar kesepakatan, karena harusnya 213.
Ini terus berlangsung, dibahas-dibahas. Tetapi pembahasannya masih sebatas pembahasan dokumen-dokumen yang tidak menyebabkan penetapan untuk Kepmendagri. Karena waktu itu Kemendagri belum menyusun keputusan. Dari data klarifikasi itu, kemudian Badan Informasi Geospasial (BIG) memasukkan ke dalam gazetteer (Toponimi). Karena data yang sedemikian rupa, maka pulau-pulau itu masuk ke dalam gazetteer Sumatera Utara. Demikian pula di tahun 2021, data dalam gazetteer masih masuk ke Sumatera Utara.
Jadi, pada tahun 2020 ada rapat Tim Nasional untuk menyusun keputusan Kemendagri. Saat itu saya pun belum menjabat sebagai Dirjen. Baru menjadi Dirjen sekitar pertengahan tahun 2020, kalau nggak salah Juli. Rapat itu berlangsung sebelum saya menjabat. Tim Rupa Bumi Nasional kembali membuat berita acara. Dalam berita acara tersebut, empat pulau kembali ditetapkan masuk ke wilayah Sumatera Utara. Dokumen inilah yang kemudian menjadi bahan dalam penyusunan keputusan Kepmendagri.
Setelah berita acara itu dikompilasi untuk seluruh Indonesia, saya mendapat tugas menjadi Pj Gubernur Kalimantan Selatan. Jadi saya nggak pegang lagi, karena kebijakan di Kemendagri ini kalau sudah gubernur maka jabatan Dirjennya di Plt-kan. Orang lain yang bertugas. Kemudian tahun 2021 mulai disusun Peraturan Kemendagri tahun 2022, dengan data tahun 2020 dan gazetteer. Akhirnya empat pulau itu masuk ke Sumatera Utara. Ini menimbulkan keramaian. Saat itu saya juga baru tahu kalau ternyata pengusulan tersebut.
Lalu, apa yang dilakukan?
Saya langsung memerintahkan untuk dilakukan survei lapangan tahun Mei 2022. Survei ini menemukan adanya pihak yang membawa surat dan bukti-bukti baru. Pada 27 Juni 2022, diadakan rapat di Jakarta oleh Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi. Rapat ini setingkat eselon II antar kementerian. Dalam rapat tersebut, diputuskan bahwa ada bukti-bukti baru dari Aceh. Tetapi, dalam salah satu diktumnya perlu namanya uji berkas karena dokumen-dokumen yang disampaikan belum terverifikasi. Karena belum terverifikasi, barang itu tersimpan dan belum menjadi perubahan apa-apa karena kesepakatannya Aceh, Sumut, dan Kemendagri mencari berkas-berkas yang orisinil dulu.
Saya juga memerintahkan untuk cari berkas ini, semua pihak sibuk mencari berkas aslinya. Tahun 2024 pun belum juga ditemukan berkasnya. Kemudian updating periodik tahun 2024 karena ada nambah provinsi, ada nambah kecamatan, desa, tambah pulau. Nah, yang empat pulau Aceh ini dalam rapat tahun 2022 saya sudah minta cabut dari Sumatera Utara. Dalam berita acara ditulis dicabut dari Sumatera Utara. Tetapi karena dokumen belum lengkap, belum sahih, belum diverifikasi, maka ditarik dari Sumut ditaruh dalam nasional, status quo. Lalu terdiam di situ karena semua orang mencari berkas. Sampai tahun 2024 belum ada berkasnya.
Waktu itu saya lagi-lagi mis, sialnya saya di situ. Ketika lagi bahas-bahas rapat pulau ini saya mendapat tugas. Saya jadi Pj Gubernur Bangka Belitung sejak 2023 dan lanjut ke ke Aceh sampai 2025. Jadi tugasnya dilaksanakan oleh Plt di sini. Saya nggak berwenang tanda tangan lagi.
Katanya malah dapat dokumen yang lebih kuat di saat-saat akhir?
features
Dirjen Safrizal ZA
4 Pulau Harus Dikelola dengan Baik
sengketa pulau berakhir
SK Mendagri
sengketa Pulau Aceh - Sumut
Pulau Lipan
Pulau Panjang
Pulau Mangkir Gadang
Pulau Mangkir Ketek
Fachrul Razi Calon Dokter yang Berpulang sebelum Wisuda, Tangis Kakak Pecah Saat Wakili Sang Adik |
![]() |
---|
Seorang Ibu Hamil Bertaruh Nyawa, Grek Sorong Jadi Ambulans Darurat di Aceh Tengah |
![]() |
---|
Hindari Cuaca Buruk, Boat Pukat Karam di Kuala Raja Bireuen |
![]() |
---|
Setelah Delapan Jam, Sang Adik Temukan Mulki Meninggal di Dalam Sumur |
![]() |
---|
Nahkoda Periode 2025-2029, Anis Matta Kembali Tunjuk Sabur sebagai Ketua Partai Gelora Aceh Besar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.