Kupi Beungoh
Apakah Kita Masih Perlu Guru di Era AI?
Lalu, muncul pertanyaan yang menggelitik: Apakah kita masih perlu guru di era AI? Pertanyaan ini bukan sekadar provokasi, melainkan. . .
*) Oleh: Prof. Dr. Mailizar, S.Pd., M.Pd
PERKEMBANGAN kecerdasan buatan (AI) dalam beberapa tahun terakhir telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan.
Mulai dari aplikasi pembelajaran adaptif, chatbot, hingga sistem penilaian otomatis, AI kini hadir di ruang-ruang kelas, bahkan di genggaman siswa.
Lalu, muncul pertanyaan yang menggelitik: Apakah kita masih perlu guru di era AI?
Pertanyaan ini bukan sekadar provokasi, melainkan refleksi atas perubahan besar yang sedang terjadi.
Dalam artikel ilmiah “Do we still need teachers? Navigating the paradigm shift of the teacher’s role in the AI era” Gentile dkk menyoroti bahwa kehadiran AI memang membawa tantangan dan peluang baru bagi dunia pendidikan.
Namun, jawaban atas pertanyaan di atas tidak sesederhana “ya” atau “tidak”.
AI: Antara Ancaman dan Peluang
Banyak yang khawatir AI akan menggantikan peran guru. Kekhawatiran ini tidak sepenuhnya salah.
AI mampu memberikan pembelajaran yang sangat personal, menyesuaikan materi dengan kebutuhan dan kecepatan belajar setiap siswa.
Sistem seperti Intelligent Tutoring Systems (ITS) bahkan bisa memantau perkembangan siswa secara real-time, memberikan umpan balik instan, dan mengidentifikasi kesulitan belajar yang mungkin luput dari perhatian guru.
Namun, AI juga memiliki keterbatasan. AI hanya mampu mengolah data dan menjalankan algoritma. Ia tidak memiliki empati, intuisi, dan pemahaman konteks sosial-budaya yang dimiliki manusia.
AI tidak bisa merasakan kegelisahan siswa yang diam-diam mengalami masalah di rumah, atau memahami makna tatapan mata yang penuh kebimbangan.
Dalam hal inilah, peran guru sebagai manusia tetap tak tergantikan.
Guru: Lebih dari Sekadar Penyampai Materi
Selama ini, guru sering dipersepsikan sebagai sumber utama pengetahuan.
Namun, di era digital, pengetahuan bisa diakses di mana saja dan kapan saja.
Peran guru pun bergeser. Guru bukan lagi sekadar penyampai materi, melainkan fasilitator, mentor, dan pembimbing moral.
AI justru membuka peluang bagi guru untuk fokus pada aspek-aspek yang tidak bisa digantikan mesin: membangun karakter, menumbuhkan rasa ingin tahu, mengasah kemampuan berpikir kritis, dan membimbing siswa menjadi manusia seutuhnya.
Guru dapat memanfaatkan AI untuk mengelola administrasi, menyesuaikan materi, dan memantau perkembangan siswa, sehingga waktu dan energi mereka bisa lebih banyak dialokasikan untuk interaksi bermakna dengan siswa.
Meski demikian, perubahan ini menuntut guru untuk terus belajar dan beradaptasi.
Banyak guru yang belum siap secara digital, baik dari sisi keterampilan teknis maupun pemahaman etis.
Pelatihan guru harus dirancang ulang, tidak hanya berfokus pada penguasaan teknologi, tetapi juga pada pengembangan soft skills seperti empati, komunikasi, dan kepemimpinan.
Guru di era AI harus mampu menjadi “jembatan” antara teknologi dan kemanusiaan.
Mereka harus paham cara kerja AI, mampu memanfaatkan data untuk merancang pembelajaran yang personal, sekaligus menjaga nilai-nilai etika dan privasi siswa.
Guru juga harus menjadi teladan dalam menghadapi perubahan, menunjukkan bahwa belajar adalah proses seumur hidup.
Menuju Pendidikan yang Lebih Humanis
AI memang membawa efisiensi dan personalisasi dalam pembelajaran.
Namun, pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan, melainkan proses membentuk manusia yang utuh—berpikir kritis, berempati, dan mampu hidup berdampingan dalam masyarakat yang beragam. Di sinilah peran guru menjadi semakin penting.
Gentile dkk. bahkan mengusulkan sebuah “manifesto” untuk peran baru guru di era AI: menggeser tujuan pengajaran dari sekadar pencapaian akademik menuju pengembangan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan;
menantang siswa untuk menjadi pembelajar aktif dan kreatif; serta memanfaatkan AI untuk memperluas ruang dan waktu pembelajaran tanpa kehilangan sentuhan manusiawi.
Jadi, apakah kita masih perlu guru di era AI? Jawabannya adalah: sangat perlu!
Namun, peran guru harus berevolusi. Guru masa depan bukanlah pesaing AI, melainkan mitra yang memanfaatkan AI untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna, personal, dan humanis.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan sentuhan kemanusiaan.
AI bisa membantu, tetapi guru tetaplah jiwa dari proses pendidikan. Di tengah gelombang perubahan, guru adalah kompas moral dan inspirasi bagi generasi penerus bangsa. (*)
*) PENULIS adalah Guru Besar Teknologi Pembelajaran Matematika, Universitas Syiah Kuala
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.