Jurnalisme Warga
Pikiran Bertumbuh agar Maksud Terkabul
Kepemimpinan digital ini menjadi krusial untuk membangun budaya belajar yang inovatif dan relevan dengan tantangan zaman.
KHAIRUDDIN, S.Pd., M.Pd., Kepala SMA Negeri 1 Matangkuli, Aceh Utara, Peserta Pelatihan Narasumber Nasional Pembelajaran Mendalam Kemendikdasmen, melaporkan dari Jakarta
MENJELANG masuk tahun ajaran baru 2025/2026 semakin masif saja peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan, termasuk kepala satuan pendidikan. Pembelajaran Mendalam (PM), Koding, dan Kecerdasan Artifisial (KKA) menjadi fokus pengembangan kualitas pendidikan pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
Maka, pelatihan dilakukan, baik melalui pelatihan langsung oleh tim Kemendikdasmen, maupun yang nantinya akan menjadi ranah Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK) Aceh, serta sekolah sasaran yang memperoleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kinerja atau Prestasi.
Gaung PM harus menggema untuk seluruh Indonesia, termasuk ke pelosok negeri. Baik sekolah negeri maupun swasta, mulai pendidikan usia dini hingga pendidikan menengah atas. Begitulah amanah dari Senayan. Kemendikdasmen benar-benar fokus agar PM tidak bias seperti yang pernah terjadi pada pembelajaran berdiferensiasi maupun pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Pelatihan bagi Narasumber Nasional Pembelajaran Mendalam Kemendikdasmen sudah dimulai pada 10 Juni 2025 secara luring dan terus dilakukan dalam beberapa gelombang untuk menyiapkan punggawa pembawa risalah ke daerah.
Kemendikdasmen sepertinya mengawal agar konsep PM sesuai dengan jalur yang diharapkan. Hal tersebut terlihat dari rapinya susunan pelatihan berjenjang. Awalnya hanya beberapa orang yang dipanggil berdasarkan seleksi di BGTK sebagai narasumber nasional.
Pada tahap awal ini, jenjang narasumber kepala sekolah terpilih empat orang, yaitu Azmi Saputra (Kepala SMK), Herliana (Widyaprada BPMP Aceh), Elliza (Pendamping Satuan Pendidikan), serta saya sebagai kepala SMA.
Akhir Juni 2025, kami mengimbas pelatihan serupa bagi 60 peserta Fasilitator PM di BGTK Aceh. Diharapkan nantinya fasilitator mengadakan pengimbasan melalui pelatihan yang diadakan oleh beberapa sekolah sasaran yang menerima dana BOS Kinerja dan BOS Prestasi. Sehingga, sebelum masuk tahun ajaran 2025/2026 banyak sekolah sudah menerima konsep PM.
Saat masuk tahun ajaran, sekolah sasaran juga melakukan pengimbasan pada sekolah yang tidak menerima BOS Kinerja dan BOS Prestasi. Pekerjaan Fasilitator PM tidaklah sederhana. Selama tiga bulan, mereka memantau pelaksanaan dan menjadi konsultan bagi terlaksananya PM.
Bukan Kurikulum Baru
Dengan demikian, jelaslah bahwa PM tidaklah bertujuan menggantikan kurikulum yang ada. Justru kehadiran PM menguatkan Kurikulum Nasional atau disebut Kurikulum Merdeka sesuai Permendikbud Nomor 12 Tahun 2024.
Lebih jauh, pada dasarnya PM hanyalah pendekatan pembelajaran seperti juga beberapa lain yang menjadi kenderaan bagi pelaksanaan kurikulum berlangsung. PM juga seperti Differentiated Learning, Teaching at the Right Level, Culturally Responsive Teaching, Understanding by Design, serta pendekatan pembelajaran serupa.
Meski hanya sekadar pendekatan pembelajaran, tapi ternyata di Indonesia—lebih tepatnya di tangan Kemendikdasmen—PM dijadikan ruh manajerial pengelolaan pendidikan di sekolah. Jadi, pada tataran implementasinya nanti, PM bukan lagi semata-mata pendekatan pembelajaran.
Konsep psikologi dan teori pendidikan PM yang awalnya dikembangkan oleh Ference Marton dan Roger Säljö dari Universitas Gothenburg, Swedia, pada tahun 1976 hanya dalam interaksi di kelas. Deep Learning atau PM merupakan pendekatan belajar yang menekankan pemahaman konsep secara menyeluruh dan makna dari materi yang dipelajari, bukan sekadar menghafal. Namun, di Indonesia, konsep ini mengalami modifikasi dan dikembangkan menjadi pengelolaan manajemen sekolah, seperti halnya di Singapura dan Australia. Bukan hanya guru yang menerapkan, melainkan juga kepala sekolah membuka ekosistem PM seluas-luasnya
Pada satuan pendidikan, kepala sekolah harus kembali menelaah visi, misi, dan tujuan (VMT) pendidikan di sekolah agar mampu memupuk dan mengembangkan PM. Tidak sedikit kepala sekolah yang tidak tahu VMT pendidikan di sekolahnya. Bahkan, tidak jarang menganggapnya sebagai kalimat sakral yang tidak boleh diganti. Hingga puluhan tahun, pergantian beberapa kali kepala sekolah di satuan pendidikan, tetapi VMT menjadi kalimat sakti statis tidak pernah berubah.
Kerangka PM
Kepala sekolah juga harus membangun iklim PM di sekolah melalui kerangka pembelajaran lebih luas, yaitu menciptakan praktik pedagogis. Dalam hal ini, kepala sekolah menyiapkan guru yang memiliki kapasitas, tidak sekadar mampu menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga memiliki kecakapan menyampaikan materi dengan penuh makna.
Hasil dari pembelajaran berupa proses yang terus bertumbuh, bukan berupa produk penilaian semisal ujian tulis, punya angka hasil belajar lalu terhenti tanpa makna.
Selain itu, kepala sekolah harus mampu menjalin kemitraan pembelajaran baik secara internal maupun yang mendukung pembelajaran mendalam.
Kepala sekolah diharapkan menjadi pemimpin pembelajaran yang aktif dan kolaboratif dengan membangun budaya sekolah yang mendukung hubungan harmonis antara guru, peserta didik, keluarga, dan masyarakat.
Kepala sekolah bertindak sebagai panutan pembelajar, menciptakan budaya saling percaya dan inovatif, serta mengoordinasikan berbagai pihak untuk fokus pada tujuan pembelajaran mendalam. Hal tersebut dapat dilakukan, misalnya dengan membentuk jaringan kemitraan yang luas, termasuk dengan komunitas global dan dunia industri.
Kepala sekolah berperan penting dalam menciptakan ekosistem pembelajaran yang relevan, autentik, dan berdaya saing tinggi, demi keberhasilan peserta didik di masa depan.
Kepala sekolah diharapkan mampu memimpin terciptanya lingkungan belajar fisik dan digital yang mendukung kolaborasi, eksplorasi, dan partisipasi aktif murid. Dalam konteks PM, pemanfaatan teknologi digital harus difasilitasi secara strategis agar murid dapat belajar mandiri, menggali minatnya, dan terhubung dengan dunia nyata.
Kepala sekolah juga perlu memastikan bahwa ruang belajar—baik secara fisik maupun virtual—mendorong keterlibatan murid, memungkinkan fleksibilitas dalam pembelajaran, serta mendukung transparansi dan keaslian dalam proses penilaian.
Kepemimpinan digital ini menjadi krusial untuk membangun budaya belajar yang inovatif dan relevan dengan tantangan zaman.
Kerangka terakhir PM dalam aspek manajerial kepala sekolah adalah bahwa kepala sekolah menciptakan dan memimpin lingkungan pembelajaran yang aman, inklusif, dan memberdayakan. Setiap murid merasa dihargai, didengar, dan terdorong untuk aktif berpartisipasi. Kepala sekolah juga mendorong guru membangun budaya kelas yang kolaboratif dan penuh makna, mendesain ruang fisik dan digital yang fleksibel dan mendukung eksplorasi, diskusi, serta pembelajaran mandiri.
Selain itu, kepala sekolah memastikan bahwa proses pembelajaran menantang namun sesuai dengan kemampuan murid, agar motivasi dan kepercayaan diri mereka tumbuh. Lingkungan seperti ini menjadi fondasi penting bagi terwujudnya kreativitas, inovasi, dan hasil belajar yang mendalam.
Pola pikir bertumbuh
Semua hal tersebut di atas, hanya menjadi impian belaka jika tidak dimulai dari cara pandang yang terbuka, pola pikir yang bertumbuh. Di tengah arus perubahan dunia yang semakin cepat dan tak terduga, cara kita berpikir menjadi penentu utama dalam merespons realitas.
Prof Rhenald Kasali dalam bukunya “Disruption” menyampaikan bahwa disrupsi bukan semata soal teknologi, melainkan juga perubahan mendasar pada pola pikir. Betapa pentingnya memiliki ‘growth mindset;, sebuah pola pikir yang terbuka terhadap perubahan, mampu belajar dari kegagalan, dan berani keluar dari zona nyaman.
Jika masih skeptis, sementara dunia terus dinamis, mustahil maksud bakal kesampaian atau tercapai.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.