GeRAK Gelar FGD Revisi Undang-Undang Pemilu, Hasilnya Akan Diserahkan ke Wamendagri

Kegiatan ini diselenggarakan untuk menjaring masukan dari berbagai stekholder di Aceh terhadap perubahan Undang-Undang Pemilu

Editor: Yocerizal
IST/SERAMBINEWS.COM
Focus Group Discussion (FGD) tentang revisi Undang-Undang Pemilu yang dilaksanakan Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Kamis (26/6/2025). Masukan dari FGD itu nantinya akan diserahkan kepada Wakil Menteri Dalam Negeri. 

Ramzi menyoroti kasus pencalonan seorang kandidat yang diketahui pernah menjadi narapidana, namun tetap lolos dalam proses seleksi. 

Hal ini menunjukkan bahwa proses verifikasi faktual yang seharusnya menjadi penguat integritas pencalonan masih belum berjalan optimal. 

Baca juga: Dedi Mulyadi Borong 2 Ton Melon Budidaya Warga Cirebon Rp 30 Juta, Langsung Dibagikan ke Masyarakat

Baca juga: Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia Somasi Wali Kota Banda Aceh terkait Pelaksanaan O2SN

"Ini menjadi catatan penting bahwa ke depan proses verifikasi tidak boleh hanya sekadar formalitas,"

"Verifikasi harus benar-benar dijalankan secara menyeluruh agar tidak sekadar 'ada' dalam dokumen, tetapi juga terasa nyata dalam hasil dan kepercayaannya di mata publik," ujarnya.

Sementara narasumber dari Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Ahmad Mirza menyatakan bahwa revisi Undang-Undang Pemilu sudah masuk ke dalam agenda Koordinasi Nasional (Koreknas).

Namun, hingga kini masih menjadi perdebatan apakah revisi tersebut akan menggabungkan pemilu dan pilkada atau tetap dipisah. 

"Waktu 20 bulan yang dialokasikan sebenarnya cukup jika seluruh pihak yang terlibat benar-benar siap," katanya.

Ia juga mempertanyakan apakah tahapan pemilu yang panjang ini mampu dipertahankan dalam sistem yang serentak, serta apakah KPU dan Bawaslu siap jika mekanisme tersebut terus dilanjutkan.

Di sisi lain, sistem presidensial Indonesia justru bisa diperkuat melalui keserentakan ini. 

Jika pemilu nasional dan pilkada dilakukan dalam satu rezim yang sinkron, maka kohesi antarstruktur pemerintahan bisa lebih terjaga. 

Baca juga: Kelelahan Saat Berenang Seberangi Krueng Peusangan, Pemuda Cot Mee Kutablang Hilang Terseret Arus

Baca juga: Alhamdulillah Rp 1 Juta Per Orang, 1.100 Santri Miskin Berprestasi di Bireuen Terima Beasiswa

Namun, wacana tentang pemisahan antara pemilu nasional dan lokal juga mulai menguat. 

Mirza mengusulkan adanya jeda satu tahun antara pemilu legislatif/presiden dan pilkada, agar tahapan dapat berjalan lebih optimal dan tidak saling membebani.

Sedangkan narasumber dari Praktisi Pemilu dan Demokrasi, Marini, menyoroti permasalahan dalam pelaporan pelanggaran pemilu. 

Dimana ketika syarat awal pelapor tidak terpenuhi atau tidak memiliki bukti, maka laporan tidak dapat ditindaklanjuti. 

"Akibatnya, justru masyarakat atau pelapor yang akhirnya harus menjadi penyedia informasi awal,"

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved