Kupi Beungoh
Hasan Tiro, Surat Ultimatum dan Tragedi Pulot Cot Jeumpa Aceh Besar
Surat ultimatum yang dikirim oleh Hasan Tiro itu berkaitan dengan tuntutan penghentian kekerasan yang sedang terjadi di Aceh dan wilayah Darul Islam l
Tetapi bukan karena Tragedi Pulot Cot Jeumpa, sebab tragedi tersebut baru terjadi enam bulan setelah ultimatum itu dilayangkan.
Lantas, jika bukan karena tragedi Pulot Cot Jeumpa, mengapa Hasan Tiro mengeluarkan surat ultimatum kepada PM Ali Sastroamidjojo?
Menurut Hasan Tiro, kabinet Ali-Wongso yang sudah berkuasa lebih dari satu tahun telah gagal dalam menjalankan roda pemerintahan yang efektif.
Ia menuduh kabinet Ali “telah dan sedang terus menyeret bangsa Indonesia ke dalam lembah keruntuhan ekonomi dan politik, kemelaratan, perpecahan dan perang saudara”.
Baca juga: Demi Merdekakan Aceh, Hasan Tiro Tinggalkan Kemewahan di AS & Anak Semata Wayang: Karim yang Misteri
Kegeramannya terhadap situasi politik di Tanah Air menjadi faktor pendorong lahirnya ultimatum tersebut.
Dalam surat ultimatumnya kepada PM Ali Sastroamidjojo, Hasan Tiro, mengemukakan tiga poin penting.
Pertama, ia meminta Pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan agressi militer di Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan.
Kedua, ia juga meminta pemerintah untuk melepaskan semua tawanan politik di wilayah-wilayah konflik politik tersebut, termasuk Maluku.
Ketiga, ia meminta pemerintah untuk segera berunding dengan Tengku Muhammad Daud Beureueh, SM. Kartosoewirjo, Abdul Kahar Muzakkar, dan Ibnu Hadjar.
Poin ketiga menjadi menarik karena ia menyebut nama Daud Beureueh yang pertama dan mendahului nama pimpinan tertinggi (Imam) Darul Islam, Kartosoewirjo.
Baca juga: VIDEO Ratusan Warga Aceh di Amerika Hadiri Pesta Pernikahan Keturunan Hasan Tiro
Ini menunjukkan positioningnya sebagai orang dan utusan Daud Beureueh.
Artinya, posisi dan kepentingan Darul Islam Aceh mendapatkan tempat dan proporsi yang dominan dalam ultimatum itu. Argumen ini semakin kuat jika jeli membaca ancaman atas pengabaian tuntutannya.
Dalam lanjutan surat ultimatumnya, Hasan Tiro menulis:
“Jika sampai pada tanggal 20 September 1954, anjuran-anjuran ke arah penghentian pertumpahan darah ini tidak mendapat perhatian tuan, maka untuk menolong milliunan jiwa rakyat yang tiada berdosa yang akan menjadi korban keganasan dan kekejaman agressi yang tuan kobarkan…”.
Kalimat pertama yang membatasi tenggat waktu sampai 20 september 1954 merupakan simbol tersirat dari Hasan Tiro.
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.