Salam
Harus Beradaptasi Hadapi Kemarau
Selain itu juga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta dehidrasi bagi mereka yang bekerja di luar ruangan.
MUSIM kemarau yang diprediksi melanda Aceh sepanjang Juli 2025 membawa tantangan besar bagi masyarakat Aceh. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh memproyeksikan suhu maksimal mencapai 36 derajat Celsius, disertai potensi angin kencang dan hujan ringan yang tiba-tiba. Kondisi ini tentu akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Selain itu juga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serta dehidrasi bagi mereka yang bekerja di luar ruangan. Oleh karena itu, kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci untuk menghadapi tantangan musim kemarau ini.
Kemarau tahun ini dipicu oleh pergerakan matahari ke belahan bumi utara, menyebabkan tekanan udara rendah di wilayah seperti Indonesia dan masuknya massa udara kering dari wilayah selatan, seperti Australia. Menurut Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Iskandar Muda, Nasrol Adil, perbedaan tekanan udara yang mencapai 10 milibar pada musim kemarau—jauh lebih tinggi dibandingkan musim hujan—berpotensi memicu angin kencang, bahkan puting beliung, terutama pada sore hingga dini hari. Fenomena ini diperparah oleh penguapan akibat panas berkepanjangan, yang dapat memicu hujan ringan disertai angin kencang. Pola cuaca ini diperkirakan melanda seluruh wilayah Aceh, menuntut kewaspadaan ekstra dari masyarakat.
Salah satu ancaman terbesar selama kemarau adalah potensi kebakaran hutan dan lahan. Vegetasi kering seperti pakis dan pohon pinus di daerah pegunungan sangat rentan terbakar. Beberapa kecamatan di Aceh Barat pekan lalu tiba-tiba muncul titik api. Syukurnya, cepatnya antisipasi yang kemudian bisa meminimalkan dampak yang ditimbulkan.
BMKG mengimbau masyarakat untuk tidak membuang puntung rokok sembarangan dan menahan diri dari membuka lahan dengan cara membakar. Kebakaran tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keselamatan jiwa dan harta benda.
Selain itu, cuaca panas ekstrem meningkatkan risiko dehidrasi, terutama bagi petani yang bekerja di sawah. BMKG menyarankan untuk membatasi aktivitas luar ruangan antara pukul 09.00 hingga 17.00 WIB dan menggunakan pelindung seperti topi atau pakaian tertutup. Petani diimbau memulai pekerjaan sebelum pukul 09.00 WIB untuk menghindari paparan panas berlebih. Tentu ini bukanlah hal yang mudah. Pengalaman menunjukkan bahwa sebagian petani bahkan baru sampai di sawah pukul 08.00 pagi. Bagaimana mungkin diminta pulang sekitar sejam kemudian. Tapi, begitulah keadaannya. Kita semua harus beradaptasi dengan perubahan iklim. Umur bumi memang sudah tua. Itu sebab segala yang hidup di permukaan bumi harus menyesuaikan diri dengan usia dunia ini yang makin menua.
Kemarau ini bukan hanya ujian bagi ketahanan fisik, tapi juga persoalan mengubah sikap yang lebih disiplin. Dengan mematuhi imbauan BMKG, seperti menjaga lingkungan dari potensi kebakaran dan melindungi diri dari cuaca panas, kita dapat meminimalkan risiko dan menjaga keselamatan bersama. Musim kemarau ini mengingatkan kita bahwa alam tidak dapat diprediksi sepenuhnya, tetapi dengan kesiapsiagaan dan langkah preventif, kita dapat menghadapinya dengan lebih baik. Mari bersama-sama bersiaga, menjaga lingkungan, dan melindungi diri demi keberlangsungan hidup yang lebih aman di tengah tantangan kemarau.(*)
POJOK
Bocah 8 tahun di Thailand diasuh anjing dan hanya bisa menggonggong
Siapa pengasuh bangsa yang kerjanya hanya membunuh anak-anak dan perempuan di Gaza?
BPA: Batu bara penyumbang utama ekspor Aceh pada Mei 2025
Sumbangannya untuk masyarakat sebesar apa ya?
ESDM Aceh data sumur minyak rakyat
Mudah-mudahan tak sekadar pendataan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.