Video

VIDEO - Kisah Sukses UMKM Kue Arafik Sigli: Tembus Ekspor ke Kanada hingga Australia

Di Sigli, kue ini lebih dikenal dengan nama “Arafik”, nama yang sudah melekat sejak lama.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Teuku Raja Maulana

Bahkan saat hari-hari besar, omzet harian bisa mencapai empat hingga lima juta rupiah.

Produksinya tetap dilakukan secara manual, dari menakar adonan dengan genggaman tangan hingga mencetak satu per satu kue, sebuah kekonsistenan tradisi yang dipertahankan dengan sepenuh hati.

Baca juga: Kisah Sukses UMKM Kue Arafik Sigli: Resep Warisan Mertua Tionghoa, Dibawa ke Kanada hingga Australia

Namun, yang paling membanggakan dari kisah ini bukan hanya soal rasa dan omzet.

Usaha rumahan ini kini telah menghidupi 14 karyawan, semuanya warga lokal.

Di antara mereka adalah Ekawati, warga Pulo Pisang yang telah bekerja selama lima tahun.

Ia adalah ibu dari empat anak, yang kini mampu membantu suaminya, memenuhi kebutuhan rumah tangga, bahkan menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi, semua berkat penghasilannya dari membuat kue.

Kue Arafik dijual seharga Rp15.000 per bungkus untuk agen, dan dijual kembali dengan harga Rp25.000.

Baca juga: Profil dan Harta Maman Abdurrahman, Menteri UMKM yang Istrinya Diduga Minta Fasilitas Tur Eropa

 Pasarnya kini tak lagi terbatas di Sigli. Pesanan datang dari Meulaboh, Takengon, hingga luar negeri.

Meski belum diekspor resmi, tak jarang wisatawan asing dan warga Aceh diaspora membawa pulang kue ini ke Malaysia, Kanada, bahkan Australia.

Banyak wisatawan datang langsung ke rumah produksi, hanya untuk merasakan sensasi kue Arafik yang baru keluar dari oven.

Mereka bukan sekadar membeli oleh-oleh, tapi juga menyaksikan langsung proses produksinya, sebuah pengalaman yang menghubungkan rasa dengan cerita.

Baca juga: Perhelatan MTQ XXXVI Aceh Selatan Bawa Berkah bagi Pelaku UMKM

Dari dapur sederhana di sebuah desa kecil di Sigli, aroma kesuksesan Kak Rosni telah menguar ke belahan dunia lain.

Kue Arafik bukan sekadar kue.

Ia adalah simbol ketekunan, keberanian memulai dari nol, warisan lintas budaya, dan bukti bahwa dari tangan seorang ibu, rasa manis bisa menjangkau dunia. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved