Jurnalisme Warga
Mencari Pengertian Hukum, Sebuah Upaya yang Tak Pernah Final
Perbincangan tentang permasalahan negara yang sedang kita alami saa ini selalu dikaitkan dengan hukum, sehingga timbul satu pertanyaan
Perbedaan tersebut telah ada dari masa ke masa karena pemikiran hukum terus berkembang mengikuti konteks sosial, politik, dan kebuadayaan suatu era. Era dimaksud dimulai dari era Yunani kuno, dilanjutkan ke masa Romawi, abad pertengahan, dan selanjutnya abad ke-20.
Setelah saya jelaskan demikian, bertambah bingunglah teman-teman dalam forum diskusi kecil kami tadi sehingga muncul celutukan dari seorang peserta lainnya, “Memang ribet hukum ini, makanya negara jadi seperti ini.” Hahaha, saya pun tertawa dan menyambung dengan pernyataan, “Yang sebenarnya tidak ribet, tetapi dibuat ribet oleh orang-orang yang mengerti hukum juga.” Tertawa besama pun pecah sampai membuat pegawai lainnya yang tidak ikut jadi bertanya-tanya ada apa, kenapa sampai tertawa ngakak semua.
Untuk melepas ketegangan pada diskusi mini itu, saya pun menyimpulkan agar semuanya tidak usah memikirkan pengertian yang bermacam-macam tersebut. Namun, untuk menjadi pegangan ingat saja hukum positif yang dapat dpahami sebagai kumpulan aturan-aturan yang dibuat dan ditegakkan oleh pemerintah atau lemabga resmi untuk mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat.
Adapun tujuannya, untuk menjaga ketertiban, keamanan, dan keadilan, serta berfungsi sebagai pedoman dalam bertindak dan menyelesaikan masalah, baik individu maupun organisasi.
Setelah saya jelaskan demikian tampak ada kelegaan di wajah-wajah tak berdosa peserta poh cakra (kelakar) itu, tetapi bermakna serius di pagi penuh berkah tersebut karena ada terbesit kata-kata, “Terima kasih Pak, karena Bapak telah membekali kami sedikit pengetahuan tentang hukum.”
Merekapun hendak segera bubar, tetapi saya tahan sejenak lagi dan saya katakana, “Jangan bergerak dulu, kita ngopi dulu di sini”. Saya nyatakan demikian agar mereka tidak keluar untuk ngopi di warung kopi pada jam kerja dan lalu saya rogoh kantong celana dan mengeluarkan uang secukupnya sembari meminta seorang petugas ‘cleaning service’ untuk membeli kopi.
Sambil menunggu tibanya kopi ke meja bundar di depan kami duduk, saya lanjutkan penjelasan bahwa ada beberapa alasan lainnya mengapa definisi hukum tidak pernah final dibahas. Hal itu dikarenakan konsepnya yang abstrak dan kompleks di mana hukum tidak bisa dipahami dari satu dimensi saja.
Selain itu, karena konteks historis dan kulturalnya berbeda-beda serta hukum tersebut harus mengikuti perkembangan zaman akibat berkembang teknologi dan pengetahuan manusia. Ditambah lagi dengan terus adanya pertarungan politik di mana hukum bukan hanya alat keadilan, melainkan juga sarana pertarungan kekuasaan.
Dengan demikian, mencari pengertian hukum adalah seperti berjalan dalam labirin yang setiap simpang jalannya membawa kita pada perspektif baru yang tidak jarang menggugurkan pengertian lama. Ini menjadi bagian dari dinamika ilmu hukum dan kehidupan sosial itu sendiri. Upaya mendefinisi hukum tidak pernah final karena hukum adalah cermin dari masyarakat yang tidak pernah diam dan terus berubah bersama zaman.
Oleh sebab itu, kita tidak seharusnya berambisi untuk merumuskan satu definisi hukum yang final, tetapi yang perlu kita sadari bahwa setiap definisi hanyalah upaya parsial untuk memahami sesuatu yang terus bergerak. Justru di stulah letak esensi hukum sesungguhnya bahwa ia hidup dan tidak pernah selesai didefinisikan.
Kopi pun tiba dan kami menikmati bersama dengan saling tertawa karena ribetnya memhami pengertian hukum yang sesungguhnya. Bahkan, ada pegawai Diskominsa yang menyatakan mau kuliah di Fakultas Hukum Uniki saja, salah satu perguruan tinggi terdekat dengan kantor kami, agar ia bisa menjawab permasalahan hukum.
Selesai ngopi, kami pun bubar, masuk ke ruang kerja masing-masing. Tugas dari negara hukum sudah menunggu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.