Kupi Beungoh

Apa Kabar Qanun Keluarga Aceh?

sejak tahun 2019 Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah merampungkan pembahasan rancangan Qanun “Keluarga” tersebut. 

Editor: Amirullah
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Muhammad Nasril Lc MA, ASN Kemenag Aceh Besar & Mahasiswa S3 Hukum Islam UIN Jakarta (Program BIB Kemenag-LPDP). 

Lebih dari sekadar regulasi, Qanun ini juga merupakan strategi untuk menekan angka perceraian dengan cara memperkuat institusi keluarga. Melalui pendidikan pra-nikah, calon pasangan akan lebih siap menghadapi realitas pernikahan yang tidak selalu seindah cerita dongeng. Mereka akan memahami bahwa pernikahan adalah kerja sama, pengorbanan, dan saling mendukung dalam berbagai dinamika kehidupan. 

Selain itu, Qanun "Keluarga" juga dapat menjadi instrumen untuk mengatasi permasalahan sosial yang lebih luas, seperti penyalahgunaan narkoba dan judi online yang menjadi salah satu penyebab utama keretakan rumah tangga. 

Jika diterapkan, Qanun ini dapat mendorong langkah-langkah pencegahan dan rehabilitasi yang lebih terarah. Pemerintah bisa mengintegrasikan kebijakan ini dengan program pemberdayaan ekonomi keluarga, sehingga masalah kemiskinan sebagai salah satu pemicu konflik rumah tangga juga dapat diminimalisir.

Dengan adanya Qanun ini, nantinya pembinaan calon pengantin bisa ebih intens dan sesuai dengan kearifan lokal masyarakat Aceh. Seperti melibatkan tokoh agama atau Tgk Imum Gampong dan pihak desa bekerjasama dengan instansi terkait seperti KUA dan Puskesmas. Para narasumber nantinya juga bisa menyampaikat adat kebiasan dalam gampong tersebut sehingga jamee “linta baro” dapat dengan mudah menyesuaikan dalam gampong tersebut. 

Kapan Qanun Keluarga Terwujud?

Untuk mewujudkan manfaat besar yang terkandung dalam Qanun "Keluarga," Pemerintah Aceh dan DPRA harus menjadikan pengesahan Qanun ini sebagai prioritas. Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh untuk mengetahui kendala yang menyebabkan tertundanya legalisasi Qanun ini. 

Apakah hambatan tersebut berasal dari aspek birokrasi, teknis, atau kurangnya dukungan politik? Dengan memahami akar permasalahan, langkah konkret dapat diambil untuk mempercepat proses penyelesaian regulasi ini. Semakin lama Qanun ini ditunda, semakin besar pula risiko meningkatnya permasalahan keluarga di Aceh.

Selain itu, Draft Qanun ini juga perlu ditinjau kembali dan, jika diperlukan, dilakukan penyesuaian agar tetap relevan dengan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat Aceh saat ini. 

Misalnya, usia pernikahan, metode pendidikan pra-nikah dapat diperbarui dengan memanfaatkan teknologi dan melibatkan tokoh agama di gampong atau penguatan kerja sama dengan instansi terkait seperti dinas kesehatan dan lembaga sosial lainnya. Pemerintah Aceh dan DPRA harus melihat qanun ini bukan sekadar aturan administratif, tetapi sebagai langkah strategis untuk melindungi dan memperkuat keluarga sebagai pilar utama masyarakat. 

Kemudian, masyarakat juga perlu diberikan edukasi tentang pentingnya qanun  ini. Masih banyak yang menganggap pendidikan pra-nikah atau pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sebagai hal yang tidak perlu. Padahal, kebijakan ini bukan untuk mempersulit pasangan yang akan menikah, melainkan untuk memastikan kesiapan mereka secara fisik, mental, dan spiritual.

Qanun Keluarga seharusnya tidak hanya menjadi dokumen di atas kertas, tetapi juga menjadi langkah nyata untuk membangun generasi Aceh yang lebih baik.

Oleh karena itu, pemerintah dan DPRA harus segera menyelesaikan proses pengesahan qanun ini. Jangan sampai regulasi yang sangat potensial ini terabaikan hanya karena kepentingan politik atau kurangnya prioritas.

Sudah saatnya Aceh memiliki kebijakan yang tidak hanya mengatur hukum syariat, tetapi juga membangun keluarga yang berkualitas. Jika keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, maka membangun keluarga yang kokoh berarti membangun masyarakat Aceh yang kuat.

Semoga Qanun keluarga ini tidak hanya menjadi angan-angan, tetapi benar-benar menjadi pijakan awal menuju perubahan yang lebih baik. Mari kita dorong bersama agar Aceh memiliki kebijakan yang berpihak pada keluarga, karena keluarga yang kuat adalah kunci masa depan yang cerah. []

Penulis adalah Mahasiswa S3 Pengkajian Islam Sps UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - Awardee BIB Kemenag-LPDP

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya di SINI

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved