Syari’at Islam belum Optimal, Gusmawi Soroti Lemahnya Kontrol dan Minimnya Anggaran
Penegakan Syari’at Islam di Aceh masih menghadapi banyak kendala. Padahal regulasi telah tersedia lengkap melalui UUPA.
Penulis: Ilhami Syahputra | Editor: Yocerizal
Laporan Ilhami Syahputra | Aceh Selatan
SERAMBINEWS.COM, TAPAKTUAN - Penegakan Syari’at Islam di Aceh masih menghadapi banyak kendala.
Padahal regulasi telah tersedia lengkap melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) serta sejumlah Qanun lainnya.
Hal ini disampaikan oleh pemerhati Syariat Islam Gusmawi Mustafa kepada wartawan di Tapaktuan, Rabu (20/8/2025).
Menurut Gusmawi, Aceh memiliki kerangka hukum yang cukup kuat. UUPA memberi kewenangan khusus dalam menjalankan Syari’at Islam.
Yang kemudian dipertegas lewat Qanun Nomor 11 Tahun 2002, Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, serta Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat.
“Di atas kertas, sudah ada Wilayatul Hisbah (WH) sebagai pengawas, Mahkamah Syar’iyah sebagai pengadilan, MPU sebagai lembaga ulama pemberi fatwa, hingga Dinas Syariat Islam sebagai pelaksana,"
"Namun implementasi di lapangan masih jauh dari harapan,” katanya.
Gusmawi menyoroti lemahnya fungsi kontrol antar-instansi. Banyak kasus yang semestinya bisa ditangani cepat, justru lambat akibat koordinasi tidak berjalan mulus.
“Kadang WH bergerak, tetapi tindak lanjut lainnya tidak berjalan optimal. Bahkan putusan Mahkamah Syar’iyah terlambat dieksekusi,” jelasnya.
Baca juga: BREAKING NEWS - Illiza Segel Hotel Kupula Banda Aceh, Diduga Jadi Tempat Maksiat
Baca juga: Sosok Mayjen TNI Joko Hadi Susilo, Pangdam IM Baru yang Punya Kualifikasi Intai Tempur
Selain itu, minimnya anggaran juga menjadi hambatan serius.
Menurutnya, penegakan Syari’at tidak hanya razia, tetapi juga mencakup edukasi, penyidikan, proses hukum, hingga pembinaan pasca-putusan.
“Realitanya, pos anggaran untuk Syari’at Islam sering kali belum seimbang dengan beban kerja yang ada,” ungkap Gusmawi.
Ia menekankan pentingnya pengalokasian Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) secara lebih optimal.
Selama ini, kata dia, DOKA lebih banyak diarahkan pada kegiatan fisik, sementara bidang penegakan Syari’at Islam masih mendapat porsi kecil.
“Jika pemerintah provinsi dan kabupaten/kota berani mengarahkan DOKA secara maksimal untuk Dinas Syariat Islam, Dinas Pendidikan Dayah, Baitul Mal, MPU, Majelis Pendidikan Daerah, Wilayatul Hisbah, serta Majelis Adat Aceh, itu adalah bukti nyata bahwa keistimewaan Aceh di bidang Syari’at benar-benar mendapat perhatian khusus,” tegasnya.
Lebih lanjut, Gusmawi juga menegaskan bahwa ulama dan dayah (pondok pesantren) memiliki peran yang sangat penting.
Baca juga: Profil Letjen Muhammad Saleh Mustafa, Jabat Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Kekayaan 11,9 Miliar
Baca juga: Kisah Cut Zahara dan Bayi Ajaib Gemparkan Indonesia Tahun 1970-an: Hoaks yang Menyerang Istana
Ulama, katanya, adalah rujukan moral dan legitimasi, sementara dayah adalah pusat kaderisasi generasi muda.
“Apabila ulama dan dayah dilibatkan lebih kuat, tidak hanya sebagai simbol, tetapi juga sebagai motor edukasi, advokasi, hingga pengawasan sosial, maka penegakan Syari’at akan lebih menyentuh hati masyarakat,” ujarnya.
Perlu Keberanian Politik
Lebih lanjut, Gusmawi menekankan perlunya keberanian politik dan kolaborasi lintas sektor. Penegakan Syari’at, menurutnya, tidak bisa berjalan efektif bila hanya mengandalkan satu lembaga.
“Perlu ada duduk bersama antara pemerintah, ulama, akademisi, pelaku usaha, tokoh adat, LSM, hingga masyarakat sipil untuk menggali persoalan, memetakan potensi, dan merumuskan solusi,” jelas Gusmawi.
Ia mengatakan, pendekatan ini menuntut perencanaan menyeluruh dan komprehensif. Syari’at harus dipahami sebagai tanggung jawab kolektif.
“Dengan melibatkan semua pemangku kepentingan sejak awal, Syari’at Islam di Aceh bisa ditegakkan secara konsisten, adil, dan sesuai semangat kebersamaan,” ujarnya.
Gusmawi Mustafa menyebut bahwa Syari’at Islam adalah identitas sekaligus amanah sejarah bagi Aceh.
“Penegakannya harus adil, konsisten, dan transparan. Jika semua pihak bergandengan tangan, maka Syari’at Islam di Aceh tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga solusi bagi kehidupan masyarakat yang lebih bermartabat,” pungkasnya.(*)
Baca juga: Tradisi Tolak Bala di Aceh Singkil, Ini Pendapat UAS
Baca juga: Halte & Kios di Kembang Tanjong, Pidie Terbakar Saat Warga Masih Terlelap
VIDEO - Ini Alasannya Jogging di Aceh Khususnya Abdya Wajib Tutup Aurat! |
![]() |
---|
Kumpul dengan Laki-laki hingga Dini Hari, 11 Wanita Diangkut dari Kafe oleh Tim Gabungan |
![]() |
---|
Ajakan Mualem Demi Ketenteraman Rakyat |
![]() |
---|
Syariat Islam di Aceh Harus Kaffah, Mualem-Dek Fadh Beri Sambutan di MRB |
![]() |
---|
Satpol PP Kota Tingkatkan Pengawasan Syariat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.