Kupi Beungoh
Benang Merah Logika Mistika Tan Malaka dan Kepercayaan Sufistik dalam Islam
Jadi untuk mengajarkan rasa atau ilmu bathin, mereka terlebih dahulu mengajarkan pengamalan atau yang disebut dengan imtihan.
Oleh Tan Malaka mendefinisikan logika mistikanya adalah suatu produk lokal dari masyarakat feodal dan kolonial yang menggunakan takhayul dan kepercayaan irasional untuk mempertahankan status quo (keadaan dan kedudukan).
Dapat kita pahami bahwa logika mistika bukan sesuatu yang buruk untuk dipercayai, karena kita yang beragama islam wajib mengimani hal-hal ghaib sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Al baqarah ayat 3.
Kita sangat berbeda pemahaman dengan kaum oreintalis dan filusuf barat yang meniadakan pemahaman filsafat yang bersifat metafisik (ghaib), maka perlu bagi kita untuk memperhatikan kembali bahwa ada hal-hal yang mistik yang mana perlu diyakini dan ada pemahaman yang perlu untuk ditinggalkan.
Hal inilah yang ditentang oleh Tan Malaka yang mana masyarakat Indonesia masih berpegang teguh kepada kepercayaan nenek moyang yang jumud.
Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa kepercayaan bukan sesuatu yang membelenggu kehidupan, seperti halnya mengimani takdir.
Bukan semata-mata apa yang telah terjadi itu takdir adalah jalan hidup bagi kita, melainkan hal yang perlu kita perbaiki jika buruk dan mengembangkannya jika hal tersebut yang terbaik. Seperti kemiskinan yang menjadi masalah di Indonesia.
Kemiskinan merupakan hal yang perlu kita atasi bersama, miskin bukan berarti menyalahi takdir dari tuhan, namun mayoritas masyarakat Indonesia jika di tanyai persoalan kemiskinan mungkin mereka akan menjawab “kami sudah ditakdirkan seperti ini”, keyakinan seperti inilah yang menjadi penghambat kemajuan dari negara.
Untuk problematika sedemikian secara langsung terbantahkan dengan pemahaman tauhid. Karena di dalam pelajaran tauhid telah dijelaskan, bahwa Allah Swt telah menulis takdir dan menciptakan ikhtiar bagi seluruh makhluq hidupnya.
Artinya takdir yang Allah ciptakan tidak mungkin terlepas dari ikhtiar seorang makhluq.
Maka, jangan menyalahkan takdir atau firman Allah yang se-kajian tentang hal-hal demikian. Maka rakyat Indonesia perlu memikirkan “apakah benar pemahaman saya seperti ini?”.
Semasa pelarian Tan Malaka di Singapura, Tan menggambarkan bagaimana keterjajahan negaranya sendiri terutama melalui ideologis yang dianut oleh masyarakat pada masa itu, sehingga Tan Malaka pun menyusun propaganda untuk membenarkan pemahaman masyarakat Indonesia untuk bangkit dan berevolusi.
Tan Malaka menilai bahwa Indonesia masih dipengaruhi oleh kepercayaan animisme-dinamisme, di dalam filsafat Hindu-Budha.
Bagi Tan Malaka kepercayaan tersebut mambawa sistem feodalisme yang melahirkan mental budak, takut berpikir, dan pasif.
Semisalnya di Indonesia ketika itu ada keyakinan akan datangnya Ratu Adil ramalan Sri Jayabaya yang akan menyelamatkan Indonesia dari penjajahan, hal inilah yang dimaksud oleh Tan Malaka sebagai kejumudan dalam berpikir.
Menurut Tan Malaka juga jika kita ingin merdeka seratus persen, yang terutama diubah adalah pola berpikir yang harus progresif dan rasional.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.