Jusuf Kalla Tanggapi Soal Survei 41 Masjid Terpapar Radikalisme: Ini Studi yang Memprihatinkan

Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Presiden RI Jusuf Kalla ketika memberikan keterangan kepada awak media di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Selasa (22/5/2018).(KOMPAS.com/ MOH NADLIR)

SERAMBINEWS.COM - Wakil Presiden Jusuf Kalla menanggapi studi survei oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Nahdlatul Ulama.

Disampaikan Badan Intelijen Negara (BIN), hasil survei P3M NU menunjukkan temuan soal 41 dari 100 masjid di lingkungan kantor pemerintah di Jakarta, yang terpapar radikalisme.

Dilansir TribunWow.com dari Indonesia Lawyers Club TV One Live, Selasa (27/11/2018), Jusuf Kalla menuturkan prihatin dengan studi tersebut.

"Kalau membaca secara sederhana, ini studi yang sangat memprihatinkan. Kalau orang menyimpulkan sederhana, dia bisa mengatakan 41 masjid pemerintah radikal. Wah itu bahaya. Masjid pemerintah saja radikal apalagi di tempat lain," ujar Jusuf Kalla.

Baca: Nyambi Jadi Pengedar Narkoba, Pria Ini Ditangkap dengan Barang Bukti 250 Gram Sabu

Baca: Punya Jadwal Ceramah yang Padat, Ustadz Abdul Somad Isi waktu Luang dengan Nonton Film Kartun

Jusuf Kalla mengatakan studi tersebut belum matang dan perlu ditelusuri kembali.

"Jadi cara studinya mungkin kaidah-kaidahnya studinya perlu ditelaah kembali. tidak seperti itu. karena, apalagi saya mendengar tadi ada radikal yang ringan, berat, pertama kali saya dengar istilah-istilah itu.

Ya kalau radikal ya radikal, enggak ada ringan bertanya."

"Kemudian saya ingin jelaskan, kita harus hati-hati, jangan-jangan khotibnya mengerti, dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar di tulis radikal. Jangan disamakan pula, ini sama dengan survei pemilu. Dengan seribu orang mengatasnamakan sejuta orang.

Kalau seratus masjid bisa mengatasnamakan semua mesjid, ini sangat prihatin."

"Tentu soal radikal, ya dalam konteks apa? mudah-mudahan ini hanya diskusi saja. pertama kali itu saya dengar kata terpapar (radikalisme)," ujar Jusuf Kalla.

Baca: Tengku Zulkarnain Tanggapi Soal Hasil Survei Masjid Radikal: Penelitian Abal-abal

Baca: Satpol PP Pidie Kejar Pelajar Bolos, Tiga Ditangkap, Empat Lainnya Berhasil Kabur

Jusuf Kalla yang juga merupakan Ketua Umum pengurus pusat Dewan Masjid Indonesia (DWI) tidak setuju dengan pengambilan sample isi khotbah atau ceramah.

"Supaya diketahui, bahwa masjid itu, ada 34 ceramah perbulan. Karena umumnya masjid itu, habis dhuhur, ada kultum atau ceramah, Jumat tentu ada, jadi banyak sekali bukan hanya 4 kali saja sebulan.

Masjid itu tidak radikal, yang dianggap berbicara keras itu diundang dari luar, bukan khatibnya masjid situ. Karena itulah maka, kalau anda buka data, lengkap siapa khatib yang mengisi."

Jusuf Kalla menuturkan ia telah membaca hasil survei dan mengaku tidak paham mengapa kantor masjid di kantor Menko menjadi masjid yangpaling di katakan radikal.

"Jangan kita salah pengertian, dan itu berbahaya sekali, dan saya baca laporannya, yang radikal berat, justru kantor Menko, justru ingin membina bangsa ternyata radikal.

"Waduh, hati-hatilah membuat studi seperti itu. berbahaya untuk kita pahami."

Baca: Datangkan Pengacara Amerika untuk Tuntut Boeing, Hotman Paris: Keluarga Korban Lion Air Hubungi Saya

Jusuf Kalla kemudian menuturkan dewan masjid seusai mendengar studi survei yang mengatakan 41 masjid terpapar radikalisme, dewan masjid tidak begitu menanggapi secara serius dalam rapat besar.

Namun akan tetap memeriksa dan memfollow up hasil temuan tersebut.

Penjelasan proses studi

Sebelumnya, Agus Muhammad, selaku Ketua DP Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat menjelaskan proses studi sehingga menghasilkan data 41 dari 100 masjid pemerintah di Jakarta, terpapar radikalisme.

Kriteria objek yakni yang pertama berada di Jakarta, kemudian Masjid bukan mushola, yang ketiga ada kegiatan tambahan di luar sholat berjamaah.

Agus menuturkan dalam menstudikan 100 masjid, relawan sebanyak 100 diturunkan untuk merekam 4 kali khotbah Jum'at berturut turut dalam satu bulan.

Dalam menentukan relawan, Agus mengatakan pihaknya menentukan dengan rekomendasi dari orang-orang terpercaya.

"Tugas relawan, merekam khotbah jumat, yang kedua merekam videonya, untuk memastikan suara di audio dan videonya sama, dan yang ketiga adalah mengambil bahan gambar bacaan yang ada disana," ujar Agus.

"Nah hasil rekaman di analisis oleh 5 orang yang mempelajari"

Kemudian dalam menganalisis, Agus menuturkan ada 5 hal kriteria menentukan masjid teridentifikasi radikal atau tidak.

"Pertama adalah sikap terhadap konstitusi nasional, NKRI, Pancasila, UUD 45, kemudian Bhineka Tunggal Ika."

"Kedua, sikap terhadap pemimpin non muslim, karena kita sebagai negara yangs udah menyepakati, maka semua orang punya hak yang sama untuk menjadi pemimpin."

Baca: Hukum Menggadaikan SK PNS di Bank untuk Dapat Kredit, Simak Penjelasan Ustadz Abdul Somad

"Kita ingin tahu sikap mereka terhadap agama yang lain, Yang keempat, kita ingin tahu sikap mereka terhadap kelompok minoritas, suku, adat, ya secara umum jumlah itu sangat minoritas."

"Yang terkahir sikap mereka terhadap pemimpin perempuan seperti apa. Nah jika sikap mereka negatif, kita menganggap mereka sebagai radikal. Kalau semakin negatif sikapnya kita melihat itu semakin tinggi."

Ada tiga level dalam menganalisis tingkat radikal yang dijelaskan Agus, yakni misalkan dalam pemimpin non muslim.

"Kalau level radikal rendah, sikap mereka tidak ikhlas non muslim menjadi pemimpin. Menurut saya ada potensi menjadi radikal"

"Level sedang, dia sudah setuju untuk tidak boleh sama sekali (non muslim menjadi pemimpin). Untuk yang radikal tinggi, itu sudah memprovokasi," tutur Agus. (TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)

Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Soal Survei 41 Masjid Terpapar Radikalisme, Jusuf Kalla: Ini Studi yang Sangat Memprihatinkan

Berita Terkini