Laporan Yocerizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, LAMPUNG - Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar, berkesempatan mengunjungi Taman Nasional (TN) Way Kambas, Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur, Kamis (28/11/2019).
Wali Nanggroe Malik Mahmud datang bersama rombongan aktivis lingkungan hidup dan jurnalis dari Aceh.
Di Taman Nasional Way Kambas, Wali Nanggroe mendapat kesempatan bertemu dan menyentuh dua hewan langka yang diberinama Ratu dan Delilah.
Ini merupakan kesempatan langka yang diberikan oleh pihak pengelola.
Akses melihat Ratu dan Delilah dari dekat tidak terbuka untuk umum.
Hanya orang-orang tertentu yang diberi akses khusus ke kawasan yang dinamakan Suaka Rhino Sumatera (SRS) ini.
"Biasanya kita nggak dikasih masuk, cuma bisa lihat dari jauh saja karena itu kawasan terlarang, kawasan penangkaran, jadi harus steril," ungkap Hidayat Lubis dari Forum Konservasi Leuser, kepada Serambinews.com.
• Aceh Kring Kring Tawarkan Suasana Rex Peunayong di Jakarta
• 12 Atlet Aceh Tampil di Manila, Perkuat Indonesia di Sea Games
• Masyarakat Resah, Beruang Masuk Kampung Mangsa Kambing Warga Paya Tumpi Baru Aceh Tengah
Namun khusus kepada Wali Nanggroe dan rombongan, pihak pengelola memberi kompensasi untuk melihat dari dekat Ratu dan Delilah.
Tidak hanya bisa melihat, Wali dan peserta rombongan bahkan bisa menyentuh keduanya.
Wali Nanggroe terlihat sangat senang.
Senyum dan keceriaan terlihat jelas di wajahnya.
Beberapa kali Wali menjulurkan tangan menyentuh Ratu dan Delilah.
• Rocky Dukung Pembangunan Penangkaran Badak yang Masih Tersisa 5-8 Ekor di Hutan Aceh Timur
• Warga Tepergok Gajah Liar Saat Berkebun, Lari Terbirit-birit Sambil Videokan Po Meurah
Siapa Ratu dan Delilah?
Dokter hewan senior di TN Way Kambas, drh Zulfi Arsan, kepada Wali Nanggroe dan rombongan menjelaskan, Ratu merupakan Badak Sumatera betina asli Way Kambas.
Ia ditemukan penduduk setempat berkeliaran di Desa Labuhan Ratu yang berjarak 4 kilometer dari Taman Nasional Way Kambas.
Ratu kemudian diselamatkan ke Suaka Rhino Sumatera (SRS) 20 September 2005.
Ratu berhasil kawin dengan Andalas dan berhasil melahirkan seekor badak jantan, Andatu, dan adiknya badak betina yang dinamakan Delilah.
"Andatu merupakan badak sumatera pertama yang lahir di penangkaran setelah 128 tahun. Lahir tahun 2012,," kata Zulfi Arsan.
Sedangkan Delilah lahir pada tahun 2016.
Delilah lahir tanpa masalah meski dalam keadaan sungsang.
Proses kelahiran didampingi dokter hewan SRS, perawat badak, dan beberapa tim internasional.
• Wali Nanggroe Mengaku, Aceh belum Mampu Tampil Beda dari Provinsi lain, Ini Penyebabnya
• Lima Pelari Nasional Ikut Run To Care Aceh 2019, Dijamu Makan dan Istirahat di Kamar Wali Nanggroe
• Realisasi Butir MoU Belum Optimal, Wali Nanggroe Malik Mahmud Temui Prabowo
Konsorsium Badak Utara
Wali Nanggroe, Malik Mahmud Al-Haytar tiba di Lampung Rabu (27/11/2019) sore, bersama puluhan rombongan yang tergabung dalam Konsorsium Badak Utara, yaitu konsorsium yang memfokuskan isu pada pelestarian Badak Sumatera.
Konsorsium Badak Utara ini terdiri atas:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
Pemkab Aceh Timur
Forum Konservasi Leuser (FKL)
Alert
WWF
Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unsyiah dan IPB
Karena itu, peserta yang ikut selain mewakili lembaga-lembaga tersebut, juga hadir Kepala Bappeda Aceh Timur, Ketua DPRK Aceh Timur, sejumlah camat dan kepala desa.
Juga ikut serta Nurzahri dan Anggota DPRA, Kartini Ibrahim.
Kedatangan Wali Nanggroe disambut langsung oleh Kepala Taman Nasional Way Kambas, Subakir SH MH, Direktur Sumatera WWF Indonesia, Suhandri, Direktur Yayasan Badak Indonesia (YABI), Kurnia, dan sejumlah pihak lainnya.
Mantan Anggota DPRA, Nurzahri, dalam pertemuan itu selain memperkenalkan Wali Nanggroe, juga menjelaskan tujuan kedatangan rombongan dari Aceh.
"Kami ingin belajar konservasi badak. Kami ingin berbuat hal yang sama (seperti Lampung), apalagi Aceh masih punya habitat badak yang cukup lumayan,” katanya.
Selain itu, Pemkab Aceh Timur juga telah bersedia menyediakan lahan untuk membuka semacam sanctuari badak.
Keinginan tersebut, lanjut Nurzahri, diperkuat lagi dengan adanya regulasi atau Qanun Pengelolaan Satwa Liar.
Qanun ini merupakan satu-satunya peraturan daerah tentang satwa liar yang ada di Indonesia.
Nurzahri juga menyampaikan bahwa Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haytar selaku salah satu mantan tokoh petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM), juga memiliki perhatian serius terkait masalah lingkungan, hutan, dan satwa liar.
Karena itulah, Wali Nanggroe menyempatkan diri untuk ikut serta ke Lampung, melihat sistem pengelolaan Taman Nasional Way Kambas yang berhasil melakukan konservasi badak.
“Dulu ketika masih terjadi konflik di Aceh, hutan Aceh masih sangat terjaga. Sekarang setelah damai, Wali Nanggroe juga menginginkan agar hutan Aceh tetap terjaga,” ujar Nurzahri.
Kepala Taman Nasional Way Kambas, Subakir SH MH, dan Direktur Sumatera WWF Indonesia, Suhandri, menyambut baik rencana Aceh yang ingin membuat semacam sanctuari badak di Aceh.
"Kami sangat mendukung sekali. Jika di timur Sumatera ada Lampung dengan Way Kambas, maka di ujung barat ada Aceh. Inilah harapan kita, kalau di wilayah tengah jangan diharap lagi,” kata Subakir.
Menurut Suhandri, saat ini populasi Badak Sumatera yang tersisa di bawah 80 ekor, dari sebelumnya sekitar ribuan ekor.
Populasi yang tersisa tersebut hanya ada di Lampung dan Aceh.
“Karena itu saya sangat senang sekali ketika mendengar Aceh juga ingin melakukan hal yang sama, ingin melestarikan Badak Sumatera,” ujar Suhandri.(*)