Berita Luar Negeri

Fatah, Hamas, dan Faksi Lain Bersatu Hadapi Israel yang Baru Normalkan Hubungan dengan 2 Negara Arab

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga Palestina menggelar demo mengutuk normalisasi hubungan Bahrain dengan Zionis di Rafah, selatan Jalur Gaza, Palestina, Sabtu (12/9/2020).

SERAMBINEWS.COM, GAZA - Didorong oleh negara-negara Arab yang menormalkan hubungan dengan Israel, faksi politik Palestina yang terpecah kini berusaha keras untuk memperbaiki perpecahan antara Jalur Gaza dan Tepi Barat dalam negosiasi yang jauh lebih menjanjikan daripada upaya sebelumnya.

Sebagaimana diketahui, para menteri luar negeri Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain pada Selasa akan menandatangani perjanjian dengan Israel di Gedung Putih untuk menjalin hubungan penuh yang melanggar Prakarsa Perdamaian Arab.

Langkah normalisasi  hubungan itu merupakan ancaman bagi tuntutan lama Arab agar Israel mengakhiri pendudukannya selama puluhan tahun dan menyetujui solusi dua negara dengan Palestina.

Pada hari Sabtu, kelompok Palestina yang dipimpin oleh Hamas dan Fatah menyetujui "kepemimpinan lapangan yang bersatu" yang terdiri atas semua faksi yang akan memimpin "perlawanan rakyat yang komprehensif" terhadap pendudukan Israel, kata sebuah pernyataan.

Protes Normalisasi Hubungan Bahrain-Israel, Warga Palestina Gelar Unjuk Rasa

Turki Kecam Normalisasi Hubungan Bahrain-Israel: Upaya Pendudukan Palestina Secara Permanen

Dua Faksi Palestina Melakukan Pertemuan Bersejarah Dengan Wajah Tersenyum

Mereka menyerukan bahwa hari Selasa--ketika upacara penandatanganan berlangsung di Washington DC--- menjadi hari "penolakan populer".

Warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat merencanakan demonstrasi "hari kemarahan", dan protes lainnya yang diperkirakan terjadi di luar kedutaan besar Israel, Amerika Serikat, UEA, dan Bahrain di seluruh dunia.

Pembentukan kelompok kepemimpinan bersama dan kemajuan dalam pembicaraan persatuan intra-Palestina terjadi setelah pertemuan 3 September yang telah lama ditunggu-tunggu antara Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, Ismail Haniya dari Hamas, ketua Jihad Islam Ziyad al-Nakhala, dan para pemimpin dari berbagai entitas. Pertemuan diadakan di Ramallah Tepi Barat yang diduduki dan Beirut, Lebanon.

Hamas dan partai Palestina lainnya telah bertahun-tahun menuntut agar pertemuan semacam itu dilakukan, tetapi Abbas selalu menolak langkah itu, menyerukan Hamas untuk menghormati pakta persatuan sebelumnya terlebih dahulu.

Tetapi dengan perjuangan Palestina akhir-akhir ini menghadapi begitu banyak tantangan--yang paling berat adalah normalisasi antara negara-negara Arab dan Israel--Abbas setuju untuk mengadakan diskusi.

Giliran Bahrain Mesra Dengan Israel Setelah UEA, Cita-cita Negara Palestina Terancam

Raja Salman Peringatkan Trump: Tak Ada Normalisasi Dengan Israel Tanpa Palestina

Raja Arab Saudi Minta Presiden Donald Trump Bertindak Adil Terhadap Palestina

Husam Badran, seorang anggota biro politik Hamas, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa beberapa faktor yang mendorong orang-orang Palestina bersatu, termasuk "kesepakatan abad ini" Presiden AS Donald Trump, rencana aneksasi Israel atas wilayah Palestina, dan negara-negara Arab yang menormalisasi hubungan dengan "pendudukan dan apa yang direpresentasikannya sebagai tikaman berbahaya di belakang orang-orang Palestina ".

Badran menyebut pertemuan kepemimpinan sebagai "langkah kemajuan besar" yang menghasilkan keputusan yang jelas tentang beberapa masalah mendesak.

"Desakan sejumlah negara Arab untuk menormalisasi hubungan mereka dengan negara pendudukan telah mendorong pembentukan kepemimpinan lapangan yang bersatu untuk perlawanan rakyat ke puncak agenda tindakan Palestina," kata Badran.

Mirip Kasus George Floyd, Tentara Israel Injak Leher Pria Lansia Palestina, Videonya Viral

Nestapa Warga Palestina, Kehilangan Rumah, Tinggal di Goa dan Terusir Lagi

Dia menambahkan gerakan normalisasi "mengharuskan Palestina bekerja sama dan memperkuat front internal mereka, dan melampaui semua perbedaan mereka untuk menyelamatkan perjuangan Palestina".

"Para pemimpin Palestina mengubah penolakan mereka terhadap semua rencana yang bertujuan untuk melikuidasi perjuangan Palestina menjadi langkah-langkah realistis di lapangan," kata Badran.

Tiga komite dibentuk pada pertemuan tersebut: yang pertama berfokus pada pembentukan kepemimpinan lapangan yang bersatu untuk mengaktifkan perjuangan rakyat melawan pendudukan Israel, yang kedua bertanggung jawab untuk mencapai visi yang disepakati untuk mengakhiri pembagian antara Gaza dan Tepi Barat, dan ketiga bertugas menghidupkan kembali Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Halaman
123

Berita Terkini