Kupi Beungoh

Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Silaban, Gerrit Bruins, Ibrahim Hasan & Estetika Baiturrahman (IV)

Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Foto direkam dengan drone dari arah Tugu Modal, tahun 2019.

Mesjid itu selesai dibangun pada tahun 1881 bersamaan dengan dengan Pendopo pemerintah.

Foto-foto yang beredar di media Belanda dan juga Eropah pada masa itu, Pendopo dengan kereta kuda, dan mesjid Raya Baiturrahman yang mempunyai unsur seni Eropah  telah memberi keyakinan kepada publik di sana bahwa mitos Aceh sebagai daerah tak tertaklukkan “telah selesai”.

Dan Aceh kemudian telah menjadi bagian total dari wilayah Hindia Belanda di Nusantara.

Baca juga: Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Menyaksikan Seniman Bertasbih dan Berzikir (I)

Baca juga: Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Menemukan Kembali Aceh di Amerika Serikat (II)

Baca juga: Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Kasab Meulaboh, Ibunda, dan Ikon Etnis (III)

Baca juga: Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Flash Gordon, Gampong Pande, Tanoh Abee, dan Makam Raja Pase (IV)

Sosiolog Aceh, Ahmad Humam Hamid, berkunjung ke galery lukisan seniman Indonesia kelahiran Meulaboh Aceh Barat, Abdul Djalil Pirous (AD Pirous), di kawasan Dago Pakar, Bandung, April 2021. (SERAMBINEWS.COM/Handover)

Tidak Mau Shalat Hingga Tak Bisa Diubah

Ada dua hal yang terjadi dengan masjid itu.

Pertama, setelah selesai dibangun, warga Aceh pada masa itu tidak mau shalat di sana.

Alasannya karena bangunannya sama sekali sangat berbeda dengan masjid Aceh sebelumnya yang lebih berasosiasi dengan  elemen budaya lokal dan India klasik yang mungkin lebih berbau Hindu.

Butuh waktu relatif lama bagi orang Aceh untuk mau beribadah di masjid  yang dibangun oleh “kaphe” Belanda itu.

Sisa bentuk bangunan awal Masjid Baiturrahman mempunyai ciri tropis “seurayung” dengan atap berlapis yang  mengecil ke atas seperti piramida, masih ada di masjid tua Indrapuri dan mesjid di gampong Siem Aceh Besar.

Bentuk bangunannya juga mempunyai kesamaan total dengan 999 buah mesjid yang dibangun almarhum Presiden Soeharto di seluruh Indonesia via Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila.

Hal kedua, kerapian dan keindahan Baiturrahman telah terkunci dengan design yang dibuat Bruins.

Bagi siapapun yang ingin mengotak ngatik bangunan itu, setelah masjid itu selesai  pada tahun 1881 tidak ada pilihan lain:

merobohkan untuk membangun yang baru, atau menambah dan memperluas dengan tetap terkunci pada design Bruins, si perancang Belanda itu.

Nyaris tak ada lagi ruang kreativitas yang bagi terbuka bagi siapapun sampai kapan pun.

Baca juga: Jamaah Tarawih Perdana di Masjid Raya Baiturrahman Padat, Shaf Hingga ke Taman Rumput dan Basement

Baca juga: Warga Tionghoa Ikut Vaksin Massal di Masjid Raya Baiturrahman

Renovasi Tanpa Perubahan

Halaman
1234

Berita Terkini