Jurnalisme Warga

Tradisi ‘Intat Linto’ di Gampong Peukan Tuha, Pidie

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

CHAIRUL BARIAH, Wakil Rektor II Universitas Islam Kebangsaan Indonesia, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim, dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Peukan Tuha, Kabupaten Pidie

Menurut orang-orang tua zaman, antaran ini ditutup agar tak terlihat isinya oleh orang lain.

Namun belakangan, banyak juga kita jumpai ada dimasukan ke dalam kotak yang transparan.

Baca juga: Abu Dhabi Keluarkan Aturan Perkawinan dan Perceraian Non-Muslim

Antaran ini biasanya paling kurang tujuh lapis atau tujuh talam.

Rombongan linto juga diwajibkan membawa tebu utuh dalam jumlah ganjil.

Orang yang membawa antaran berada paling depan dalam rombongan.

Setelah berada di gerbang rumah dara baro ada beberapa pemuda dari tuan rumah yang menyambut iringan peuneuwoe.

Setelah itu, barulah dilaksanakan prosesi penyambutan linto baro.

Pada saat rombongan linto pulang wadah antaran ini dikembalikan dan diisi kembali (dibalas) oleh keluarga dara baro dengan kue, gula, pisang, minimal botol atau kaleng, dan lain-lain.

Kami mengikuti serangkaian prosesi serah terima linto baro, mulai dari kata penyambutan linto baro dengan pantun Aceh, serah terima batee ranup (sirih), serta tukarmenukar payung pengantin.

Rombongan linto baro disambut dengan tarian ranup lampuan, persembahan dari santri murid dara baro pada salah satu pesantren di Banda Aceh.

Waktu hampir pukul 12.00 WIB dan kami mulai lapar.

Untungnya, tuan rumah langsung membawa kami ke dalam ruangan khusus yang menyediakan hidangan untuk rombongan dengan jumlah hanya 20 orang, sudah termasuk di dalamnya lima lakilaki dari keluarga linto.

Hidangan yang disajikan pada saat jamuan makan adalah kuliner khas Aceh dan campuran nusantara, di antaranya daging masak putih, daging masak Aceh, telur asin, ikan asam manis, kuah nangka, udang, sambal hati, manisan pepaya, aneka kue, kerupuk mulieng, kanji rumba khas Sigli dengan sensasi rasa yang nikmat.

Kanji rumbi sangat dikenal di Sigli, maka tak heran ada beberapa tempat yang menjual kanji ini seperti di Lampoh Saka dan Caleu.

Ciri khas lainnya hidangan jamuan makan linto ada bu kulah, yaitu nasi yang dibungkus dengan daun pisang yang sudah diasapkan, diletakkan di atas piring dan telah dihiasi daun yang potong berbentuk ukiran.

Halaman
1234

Berita Terkini