Alhamdulillah, saya dan keluarga berkesempatan mengikuti prosesi pernikahan seperti ini dan intat linto (antar pengantin) sahabat kami.
Pernikahannya berlangsung di Masjid Istiqamah Blang Paseh, Kota Sigli.
Di masjid ini keduanya mengikat janji untuk mengarungi hidup bersama dalam suka dan duka.
Baca juga: Linto Baro di Antar Pakai Boat yang Dibuat Pemuda 4 Hari, Lintasi Irigasi Disaksikan Ratusan Warga
Baca juga: Di Bireuen, Vaksin Jadi Syarat Nikah dan Pesta Perkawinan
Nasihat perkawinan yang sangat menyentuh perasaan, bukan hanya ditujukan kepada pengantin, para tamu pun mendapat pencerahan.
Setelah itu, resmilah melekat sebutan linto untuk sang lelaki dan dara baro untuk pengantin perempuan.
Jamuan makan seusai acara pernikahan merupakan agenda berikutnya.
Kami diundang oleh keluarga dara baro.
Namun, karena harus menghadiri kegiatan yang sama di tempat lain, kami tak sempat memenuhi undangan tersebut.
Perjalanan panjang sang linto akhirnya sampai ke acara intat linto.
Dalam prosesi ini linto diantar oleh rombongan keluarga besar, perangkat desa, dan masyarakat dari Desa Meunasah Drang Krueng Mane, Aceh Utara, menuju Peukan Tuha, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie.
Kendaraan khusus yang membawa linto baro dihias dengan bunga warna kesayangan dara baro, yaitu lila atau violet.
Uniknya, tradisi intat linto membawa beraneka ragam antaran (peunewoe) untuk dara baro, mulai dari perlengkapan ibadah, pakaian, sepatu, tas, perlengkapan mandi, dan kosmetik.
Menariknya, aneka buah yang dibawa dimasukan ke dalam miniatur rumah adat Aceh.
Sedangkan beragam kue tradisional seperti bhoi (bolu ikan), meusekat (beras ketan yang dimasak dengan gula), halwa (ketan yang ditumbuk halus dan dicampur dengan gula aren), dodoi (dodol), keukarah, dan berbagai jenis kue lainnya dibuat dalam bungkusan khusus.
Masing-masing antaran diletakkan di dalam talam ditutup dengan dalueng (penutup khas adat Aceh) kemudian dibungkus dengan kain warna khas Aceh kuning kunyit serta di atasnya diletakkan kain sulaman khas Aceh.