OLEH ASWADI, Anggota FAMe Chapter Pidie Jaya dan Ikatan Alumni Magister Ilmu Kebencanaan (IKAMIK), melaporkan dari Lhokseumawe
TELAH terjadi banjir di Kota Lhokseumawe dan sekitarnya pada hari Sabtu, 19 Februari 2022.
Akibat banjir tersebut banyak perumahan warga dan pertokoan terendam banjir.
Salah satu Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Muhammadiyah Lhokseumawe juga ikut terdampak bencana banjir tersebut.
Banjir menyebabkan terganggunya proses belajar-mengajar di dalam kelas.
Meski proses belajarmengajar di kelas terganggu, tetapi sejumlah mahasiswa STIKes Muhammadyah Lhokseumawe ikut melakukan pengkajian dan pemetaan wilayah yang terdampak risiko bencana sebagaimana yang telah mereka pelajari pada mata kuliah Keperawatan Bencana.
Berdasarkan peristiwa di atas, skenario awal proses simulasi banjir pun dilaksanakan oleh mahasiswa STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe pada hari Sabtu, 19 Februari 2022.
Simulasi kali ini merupakan yang kedua dilaksanakan di STIKes Muhammadyah Lhokseumawe, sebagaimana sebelumnya telah sukses dilaksanakan simulasi pertama dengan tema pertolongan pada korban bencana gempa bumi.
Kemudian, pada simulasi yang kedua ini dengan tema pertolongan pada korban bencana banjir yang disusul oleh bencana longsor atau pergerakan tanah.
Simulasi ini melibatkan seluruh mahasiswa/mahasiswi semester 7 yang jumlahnya lebih dari 400 orang.
Dalam simulasi ini juga ikut serta Kepala Laboratorium STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe.
Baca juga: Wakil Ketua DPRA Salurkan Bantuan Tanggap Darurat kepada Korban Kebakaran di Abdya
Baca juga: Pemkab Aceh Utara Tetapkan Status Tanggap Darurat Penanganan Bencana Alam Banjir
Hujan deras mulai mengguyur Kota Lhokseumawe pada Sabtu sekitar pukul 02.00 WIB, ternyata sampai pukul 05.00 WIB belum ada tanda-tanda hujan berhenti.
Akibatnya, permukiman penduduk terendam banjir.
Sejumlah perabotan rumah tangga juga ikut terendam banjir dan sebagian masyarakat mulai meninggalkan rumah dengan mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Pada saat masyarakat ke luar dari rumah, di situlah terjadinya keributan dan berdesakan, banyak warga yang terluka akibat terjatuh dari sepeda motor pada saat menuju ke tempat pengungsian.
Beberapa tim medis dari salah satu fasilitas Kesehatan (faskes) di Kota Lhokseumawe menuju ke lokasi terdampak bencana banjir tersebut.
Sedangkan tim medis diperan oleh mahasiswa yang tergabung dalam tim simulasi.
Sebelum bencana banjir terjadi sejumlah tim medis sudah melakukan penilaian risiko bencana pada wilayah-wilayah yang rentan terjadi bencana dengan tujuan menentukan tingkat risiko bencana berdasarkan hasil kajian terhadap ancaman, kerentanan, dan kapasitas.
Metode yang digunakan berdasarkan Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dengan menggunakan 3 kelas interval tingkat risiko yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Pada suatu wilayah dapat dikatakan sebagai bencana apabila suatu peristiwa yang mengganggu kehidupan maupun penghidupan yang disebabkan oleh faktor alam, faktor nonalam, maupun faktor manusia itu sendiri sehingga peristiwa tersebut dapat menyebabkan korban jiwa manusia, harta benda maupun terjadi gangguan psikologis lainnya.
Apabila salah satu faktor tersebut terjadi dan adanya korban maka itu dapat dikatakan sebagai bencana.
Baca juga: Danlanal Lhokseumawe Antar Bantuan Tanggap Darurat untuk Korban Banjir di Lima Desa
Baca juga: Masa Tanggap Darurat Penanganan Banjir Aceh Utara 14 Hari, Akibat Meluap Krueng Keureuto dan Pase
Salah satu faktor alam tersebut dapat berupa banjir maupun longsor yang merupakan tema dalam simulasi ini.
Faktor-faktor tersebut dapat dikatakan sebagai ancaman bencana, sedangkan ancaman bencana tidak dapat dikurangi ancamannya.
Namun, untuk mengurangi risiko bencana maka diperlukan suatu usaha yang dapat mengurangi kerentanan dan dapat meningkatkan kapasitas suatu wilayah.
Salah satu contoh dalam meningkatkan kapasitas adalah dengan mempelajari pendidikan pengurangan risiko bencana dan melakukan pelatihan atau simulasi pengurangan risiko bencana, karena pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu elemen kajian penilaian risiko bencana.
Mahasiswa atau mahasiswi yang tergabung dalam simulasi ini, sebelum ancaman bencana banjir dan longsor terjadi mereka telah melakukan penilaian prabencana, yaitu mengumpulkan informasi tentang pola daerah, data sumber daya seperti tenaga kesehatan, dana, prasarana dan sarana.
Tujuan dari pengumpulan informasi ini untuk meningkatkan kapasitas pada wilayah-wilayah yang berisiko dari ancaman bencana, terutama penambahan atau perbaikan prasarana dan sarana yang sudah rusak, penambahan tenaga kesehatan yang selalu siap siaga 24 jam.
Pada pagi hari yang sama, pukul 05.30 WIB, Pos kesehatan mendapat informasi dari kepala desa bahwa di desa mereka telah terjadi banjir sehingga menyebabkan beberapa masyarakat yang menjadi korban.
Begitu mendapatkan informasi tentang korban masyarakat, maka kepala pos kesehatan langsung mengarahkan tenaga kesehatan ke lokasi terdampak bencana.
Tenaga kesehatan langsung merespons dengan memberikan pertolongan pertama korban jiwa.
Selang beberapa menit kemudian tiba-tiba pos kesehatan mendapat informasi kembali dari desa lain dengan topografi berbukit, informasi yang tersampaikan kepada kepala pos kesehatan berupa telah terjadinya longsor di desa mereka, yang menyebabkan banyak masyarakat menjadi korban.
Selanjutnya kepala pos kesehatan memaksimalkan beberapa tenaga kesehatan yang tersedia untuk menuju ke lokasi ancaman bencana longsor.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk penanganan dari awal darurat bencana berjalan dengan maksimal.
Baca juga: Wakil Ketua DPRA Serahkan Bantuan Tanggap Darurat untuk Korban Kebakaran TPA di Abdya
Oleh karena itu, manajemen kebencanaan sangat dibutuhkan baik pada saat kondisi tidak ada bencana maupun pada saat terjadinya bencana.
Begitu sampai di lokasi bencana longsor, tenaga kesehatan langsung mengumpulkan informasi awal atau membuat pelaporan penilaian kebutuhan cepat bencana dan juga melakukan pertolongan pertama pada korban jiwa.
Jenis informasi yang dibutuhkan dalam penilaian kebutuhan cepat berupa jenis bencana dan waktu kejadian bencana, tingkat keseriusan bencana, dan luas dari dampak bencana tersebut.
Kemudian, informasi yang dibutuhkan adalah jumlah masyarakat yang terancam dan juga informasi tentang jalur akses ke lokasi bencana, tujuan untuk mengetahui tentang jalur akses ke lokasi bencana, yaitu untuk memudahkan dan memanfaatkan alat transportasi yang digunakan baik pada jalur akses mudah maupun sukar sehingga alat transportasi yang digunakan oleh relawan selanjutnya tepat dan cepat ke lokasi bencana.
Selain itu, informasi yang dibutuhkan adalah jumlah korban berupa jumlah korban yang meninggal, warga yang hilang, korban yang luka berat, dan jumlah korban luka ringan.
Tujuan dari informasi jumlah korban adalah untuk mengetahui jumlah obatobatan yang dibutuhkan, alat, dan tenaga kesehatan yang dibutuhkan untuk pertolongan pertama pada korban jiwa.
Dalam keadaan kegawatdaruratan bencana dibutuhkan suatu komando tanggap darurat bencana.
Tujuannya adalah untuk saling berkoordinasi, memberi informasi, mengontrol, dan berkomunikasi.
Saling berkoordinasi dalam mengatur suatu organisasi atau kegiatan maka peraturan dan tindakan yang akan dilakukan tidak saling bertentangan dan simpang siur.
Begitu juga dengan hal pengontrolan, yaitu untuk mengurangi atau menghindari masalah yang berhubungan dengan penyalahgunaan wewenang dan segala bentuk penyimpangan lainnya.
Tahap kegawatdaruratan bencana membutuhkan keempat aspek tersebut, berupa komunikasi, informasi, kerja sama, dan koordinasi yang merupakan kunci sukses dalam penanganan kegawatdaruratan bencana.
Nah!
Baca juga: Wali Kota Subulussalam Affan Bintang Serahkan Bantuan Tanggap Darurat untuk Korban Puting Beliung
Baca juga: Bupati Aceh Utara Perpanjang Penetapan Status Tanggap Darurat Banjir, Ini Pertimbangannya