Selain aturan Permendikbudristek tentang PPKS di PT sebagai acuan, ada juga UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan seksual.
Dalam penjelasannya disebutkan bahwa kekerasan seksual merupakan pelanggaran HAM, kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta segala bentuk diskriminasi harus dihapuskan.
Selanjutnya, hak Korban atas Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan sejak terjadinya Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang merupakan kewajiban negara dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban.
Selain itu, pemberian restitusi bagi korban oleh pelaku, jika harta kekayaan tidak mencukupi maka negara akan memberikan kompensasi kepada korban sesuai putusan pengadilan.
Bagi korban/penyintas dalam kejahatan kekerasan seksual menyatakan bahwa pemenuhan keadilan sangat penting sebagai bentuk perlindungan hukum bagi korban.
Meminta pertanggungjawaban pelaku dan menjunjung tinggi keselamatan warga kampus harus terus disuarakan.
Sulitnya menghukum predator seksual di PT disebabkan pelaku adalah pejabat PT, dosen senior serta berbagai intimidasi terus dilakukan oleh pelaku.
Baca juga: Pria Texas Bunuh Diri di Pengadilan, Usai Dihukum 100 Tahun Atas Tuduhan Kekerasan Seksual Anak
Di sisi lain, korban/penyintas ditempatkan pada posisi sentral dalam kasus kekerasan seksual.
Namun, untuk proses penegakan hukum secara administratif dan pidana, ada 2 (dua) aspek yang harus diperhatikan: Pertama, bahwa sifat kekerasan seksual sering terjadi secara pribadi, korban sendiri sering menjadi satu-satunya saksi, barang bukti dan alat bukti sulit ditemukan untuk proses pembuktian.
Kedua, banyak laporan pengaduan yang disampaikan oleh mahasiswa terkait kekerasan seksual yang terjadi tidak ditanggapi dan direspons serius oleh pihak PT.
Hal inilah yang menambah daftar panjang fenomena gunung es kekerasan seksual.
Selain dampak merusaknya yang luar biasa, kejahatan kekerasan seksual akan berdampak bagi perguruan tinggi.
Di antara dampak tersebut adalah, Pertama, kasus kekerasan seksual akan mendegradasi visi dan misi dari sebuah PT sebagai lembaga yang aman dan ramah untuk proses belajar mengajar; Kedua, jika terus terjadi kekerasan seksual, masyarakat akan meragukan komitmen dari pimpinan PT untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan di PT.
Ketiga, kasus-kasus yang diekspos di media nasional dapat menimbulkan skandal (aib) bagi institusi PT; dan Keempat, menghilangkan nuansa humanisme pendidikan, mengikis rasa kepercayaan publik terhadap sistem administrasi dalam penyelenggaraan PT.
Pada akhirnya, kita berharap kepada pimpinan PT melalui satgas PPKS harus proaktif dan berani keluar dari zona aman untuk memproses dan menangani setiap pengaduan yang masuk.
Tanpa adanya komitmen dan keberanian dalam penanggulangannya, sangat sulit rasanya PT ditasbihkan sebagai tempat yang aman dan nyaman dari predator seksual. (yusrizal_mh@yahoo.com)
Baca juga: SDN 1 Lambheu Sosialisasi Bahaya Narkoba dan Edukasi Kekerasan Seksual, Diikuti Murid Kelas VI
Baca juga: Cegah Kekerasan Seksual di Kampus, STIAPEN Nagan Raya Bentuk Satgas