Seandainya mereka terpaksa artau dipaksa menerima, uang itu akan dicatat, dilaporkan kepada bagian yag ditugaskan, untuk kemudian dikembalikan kepada negara. Jika terbukti korupsi, mereka bersedia dipecat tanpa kompensasi.
SAK secara otomatis menjadi basis awal bagai terwujudnya transparansi pengelolaan anggaran, Calon pelaku kesalahan dari awal sudah diberitahu apa yang sedang dan akan terjadi dari komponen internal yang paling dekat beroperasi dalam lembaga itu.
Baca juga: Pengungsi Rohingya Tanggung Jawab Siapa
Kehadiran SAK juga memberi dorongan keras untuk hadirnya akuntabilitas secara lebih kental.
Paling kurang pada tahap awal, SAK akan membuat publik percaya, dan ini juga setidaknya akan mendorong BRR untuk lebih percaya diri terhadap upaya anti korupsi yang dilakukan.
Disamping kerjasama BRR dengan Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK, kehadiran SAK juga mendorong kerjasama dan kordinasi dengan berbagai aktor lain yang terlibat dalam proses rekonstruksi, mulai dări instants vertikal, pemerintah lokal, LSM, organisasi masyarakat sipil, donor, lembaga pemberi bantuan, termasuk masyarakat yang terkena dampak tsunami.
Upaya memperbanyak “sinar matahari” untuk menyinai “kawasan lembab” atau “berpotensi lembab” dalam implimentasi pekerjaan BRR tidak cukup hanya dengan SAK.
Ia mejalin kerjasama dengan Kepolisian, Kejaksaan, dan bahkan dengan KPK. Apakah ia berhenti disitu? Ternyata juga tidak.
Pada tahun 2006 BRR mengadakan kerjasama dengan lembaga Transparency International- sebuah lembaga nati rasuah global untuk membantu BRR dalam upaya mencegah dan memerangi korupsi.
Pak Kun tercambuk dengan 1002 kasus laporan oleh masyarakat, 131 diantarnya adalah dugaan korupsi. Disamping itu laporan juga datang dari internal BRR, maupun lembaga lain.
Konsekuensi itu membuat BRR menganugerahkan senjata pamungkas kepada Transparency International dibawah kepemimpinan ahli dan tokoh hukum terkemuka nasional, Todung Mulya Lubis.
Kesepakatan itu memberikan dan menjamin akses langsung kepada Transparency International (TI) Indonesia terhadap seluruh informasi yang berkaitan dengan sistem integritas BRR.
Ini adalah sebuah terobosan yang luar biasa, yang mungkin tak pernah terjadi pada lembaga pemerintah manapun yang membuka habis pintunya kepada sebuah lembaga anti rasuah kepada apapun yang dimiliknya.
Ini adalah sebuah “matahari besar” yang dijemput oleh Kuntoro untuk mengeringkan kawasan “lembab” yang berpeluang menjadi ajang munculnya berbagai bakteri dan virus korupsi yang telah bergentayangan di luar sana.
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI