Mulai dari buruh, kuli angkut, hingga tukang becak.
Akhirnya dia bertahan sebagai penjual mainan karena menurutnya memiliki risiko paling kecil.
"Mudahnya kalau ada mainan baru yang musiman biasanya laku banget, tapi kalau enggak ada barang musiman itu yang agak susah," ungkapnya.
Meskipun begitu, Juhari sempat terpaksa berhenti berjualan saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Akibat pandemi, penjualan Juhari menurun drastis.
Apalagi saat awal pandemi Covid-19 pergerakan masyarakat dibatasi dan siswa-siswa tak bisa belajar di sekolah masing-masing.
Hal ini langsung berdampak ke pendapatan Juhari tiap harinya. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke kampung halaman.
"Waktu itu anak saya barusan lulus kuliah, sementara satunya masih SMP. Karena di kampung enggak punya mata pencaharian, jadi apa pun yang saya punya, saya jual," terangnya.
Baca juga: Rafael Pemuda 19 Tahun Ngaku Intel Polda Jatim, Sukses Tipu 10 Wanita dan Seorang Polisi
Usai pandemi mereda, Juhari kembali ke Surabaya dan kembali berjualan untuk menata kondisi ekonomi keluarganya dari awal.
"Sempat setelah pandemi, anak saya yang pertama minta untuk lanjut S2, tapi saya larang. Kalau kamu mau S2 enggak apa-apa, tapi pakai uang hasil kerjamu sendiri," katanya.
Hingga kini, Juhari masih tetap berjualan mainan.
Ia berkeliling dari sekolah ke sekolah untuk menawarkan mainannya.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
BACA BERITA LAINNYA DI SINI