Selain itu, anggota Fraksi Demokrat, Dulnasir juga tidak mengetahui bahwa namanya ikut mendapatkan bantuan Rp600.000.
"Oh ya? Saya tidak tahu tuh. Kok bisa tercatat sebagai penerima BSU? Hadeuh," katanya.
Sementara itu, anggota dari Fraksi PKS, Mohammad Arief Kurniawan menduga bahwa ada kesalahan data dari pemerintah saat pencairan BSU.
"Sepertinya pemerintah salah ambil data. Saya sudah teruskan kepada pimpinan, ternyata ada 30 orang lebih yang tercatat. Saya juga sudah menginstruksikan agar dana itu tidak diambil," ujarnya.
Disorot serikat pekerja
Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen (PC SPAMK) FSPMI Purwakarta, Wahyu Hidayat, menyorot pencairan BSU kepada para anggota DPRD Purwakarta.
"Kami meminta peninjauan ulang data penerima dengan mengajukan permintaan resmi ke BPJS Ketenagakerjaan atau Kemnaker untuk mempublikasikan daftar penerima BSU di Purwakarta (tanpa melanggar privasi), guna memastikan tidak ada penyalahgunaan, seperti kasus anggota DPRD," kata Wahyu kepada Tribunjabar.id, Senin (4/8/2025).
Menurut Wahyu, dugaan tersebut menunjukkan adanya celah dalam proses verifikasi data oleh pemerintah.
BSU adalah bantuan dari pemerintah untuk pekerja dan guru honorer yang mendapatkan upah di bawah Rp3,5 juta atau setara UMK setempat.
Besaran BSU yakni Rp300.000 untuk dua bulan, Juni dan Juli 2025. Namun, pencairannya hanya satu kali, sehingga nominalnya menjadi Rp600.000.
Salah satu syarat menjadi penerima BSU adalah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Baca juga: Datok Penghulu Keluarkan Surat Kuasa untuk Membantu Pemulangan Warga Aceh yang Dikeroyok di Malaysia
Baca juga: BAZNAS Buka Beasiswa untuk Mahasiswa, UKT Ditanggung hingga Dapat Uang Saku, Cek Syarat & Jadwalnya
Baca juga: 10 Provinsi Paling Bahagia di Indonesia, Daerah Kamu Termasuk?
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id