Salam
Negara Tak Boleh Abai
Mereka adalah para pekerja migran--pahlawan devisa yang menyumbang triliunan rupiah bagi perekonomian nasional.
Setiap tahun, ribuan warga Indonesia meninggalkan kampung halaman demi mengejar harapan di negeri orang. Mereka adalah para pekerja migran--pahlawan devisa yang menyumbang triliunan rupiah bagi perekonomian nasional. Namun di balik angka-angka gemilang itu, tersimpan kisah-kisah pilu yang kerap luput dari perhatian. Ada eksploitasi, kekerasan, dan ketidakpastian hukum yang menghantui mereka.
Pekerja migran bukan sekadar statistik. Mereka adalah manusia yang membawa tanggung jawab keluarga dan mimpi akan kehidupan yang lebih layak. Sayangnya, perlindungan terhadap mereka masih jauh dari memadai. Banyak yang berangkat tanpa informasi cukup, tanpa kontrak kerja yang jelas, bahkan tanpa jaminan hukum yang kuat. Ketika masalah muncul—mulai dari gaji yang tak dibayar hingga pelecehan fisik dan mental—mereka sering kali dibiarkan berjuang sendiri.
Aceh, sebagai salah satu daerah pengirim pekerja migran, memikul tanggung jawab moral dan struktural untuk memastikan warganya tidak menjadi korban sistem yang timpang. Pemerintah daerah perlu memperkuat sinergi dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), memperluas edukasi pra-keberangkatan, dan memastikan setiap calon pekerja memahami hak-hak mereka. Lebih dari itu, dibutuhkan mekanisme pengaduan yang cepat, transparan, dan berpihak pada korban.
Di tingkat nasional, revisi terhadap regulasi harus menjadi prioritas. UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia memang merupakan langkah maju, namun implementasinya masih lemah. Negara harus hadir bukan hanya saat para pekerja migran sukses mengirim uang ke kampung halaman, tetapi juga saat mereka menghadapi ancaman dan ketidakadilan di negeri orang.
Perlindungan pekerja migran bukan semata urusan hukum—ini soal martabat. Ketika negara gagal melindungi warganya di luar negeri, yang tercoreng bukan hanya nama Indonesia, tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan yang kita junjung tinggi.
Serambi Indonesia menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan—pemerintah, DPR, LSM, dan masyarakat sipil—untuk menjadikan isu ini sebagai prioritas nasional. Pekerja migran bukan warga kelas dua. Mereka layak mendapatkan perlindungan penuh, dari awal keberangkatan hingga kembali ke tanah air.
Sudah waktunya kita berhenti memuliakan devisa sambil menutup mata terhadap penderitaan para pencarinya. Perlindungan pekerja migran adalah cermin dari seberapa serius kita menjaga martabat bangsa.
Kasus terbaru yang menimpa tujuh WNI di Myanmar, mayoritas berasal dari Aceh, menjadi pengingat keras akan urgensi ini. Mereka diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kini berada di wilayah Shwe Kokko, Myanmar. Hingga kini, keberadaan mereka belum ditemukan dan dikhawatirkan dalam kondisi yang mengancam keselamatan.
“Kita telah berkoordinasi dan menyurati Kemenlu serta KBRI di Myanmar, meminta upaya proteksi terhadap tujuh WNI korban TPPO, empat di antaranya warga Aceh. Mereka belum ditemukan dan sangat membutuhkan perlindungan,” ujar anggota DPD RI, Sudirman Haji Uma, Sabtu (13/9/2025).
Kasus ini mencuat setelah Haji Uma menerima surat dari keluarga para korban, yang melaporkan bahwa tujuh WNI disekap dan dipaksa bekerja oleh jaringan perekrut ilegal. Surat tersebut memuat identitas lengkap para korban, terdiri dari enam laki-laki dan satu perempuan.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Haji Uma menyatakan akan segera menyurati Menteri Luar Negeri RI untuk meminta langkah konkret. “Keselamatan WNI di luar negeri adalah tanggung jawab negara. Pemerintah, melalui Kemenlu dan KBRI, harus segera mengambil tindakan penyelamatan terhadap mereka yang menjadi korban kejahatan lintas negara,” tegasnya.
KBRI Yangon, menurut hasil koordinasi, telah berkomitmen untuk menelusuri keberadaan para korban. Namun waktu terus berjalan, dan nyawa mereka bisa terancam jika negara tidak segera bertindak.(*)
POJOK
Cina kecam serangan Israel ke Qatar
Penjajah ini sudah tak mempan kalau sekadar dikecam
Harga vaname anjlok, DKP sarankan manfaatkan pasar domestik
Amerika aja masih nolak kok, karena kandungan zat berbahaya!
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.